Hidup seringkali mengajarkan bahwa dalam kegelapan yang pekat sekalipun terdapat cahaya yang murni. Ketika keretakan jiwa meninggalkan bekas, saat itulah berada pada ambang pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri. Proses ini sering kali dipenuhi kesedihan dan penyesalan sebenarnya adalah perjalanan menuju penerimaan batin menuju lebih teguh. Seperti pemahat patung yang mengukirnya dari detail yang kasar maka keindahan sejati terletak pada detail-detail halus yang timbul setelah proses pengukiran yang penuh tenaga. Seperti hal nya kekuatan itu timbul dari pengalaman yang membentuk ketahanan jiwa.
Konsep ini relevan dengan Stoicisme yang mempercayai bahwa pentingnya menerima hal-hal yang berada diluar kendali kita. Bagaimana untuk menjawab situasi tersebut dibandingkan harus meratapinya. Pentingnya pengendalian pikiran untuk mengubah perspektif kesulitan itu menjadi probabilitas untuk pertumbuhan pribadi. Bagi stoik, kebahagiaan adalah kebajikan. Sikap tenang, berani, dan bijaksana dalam reruntuhan itu membantu menemukan kekuatan dan makna. Stoicisme memahami bahwa segala sesuatu bersifat sementara. Sehingga penting menyadari bahwa reruntuhan itu adalah bagian dari siklus kehidupan, jika seseorang memiliki tingkat adaptasi yang baik maka akan lebih mudah untuk mencapai pemulihan dan menemukan kekuatan.
Dengan merangkul reruntuhan itu bukan hanya membangun kekuatan namun juga menciptakan karya seni kehidupan kita sendiri. Setiap puing-puing bayangan gelap adalah bagian dari kanvas yang lebih besar dan lukisan itu akan terbentuk dari setiap langkah dan keputusan yang diambil. Dalam seni menemukan kekuatan dalam reruntuhan, ketahanan sejati bukan hanya bagaimana bergerak maju meski dalam bayang-bayang gelap, tetapi juga menemukan kekuatan dalam setiap langkah yang diambil meskipun dibayangi oleh keretakan jiwa.