Memasuki bulan Desember penanggalan Gregorian, kebanyakan dari kita hanya bisa tertunduk lesu dan meratapi nasib saat rencana dan target besar di awal tahun ini gatot (gagal total). Setelah lebih dari 300an hari, kita hanya bisa menatap kosong langit-langit kamar, or even better menatap pada corat-coret target tahunan di kertas HVS A4S di meja kamar.
“Stop making excuses, and start executes!”
Tidak hanya rencana tahunan yang bisa gagal total padahal memiliki waktu sangat lama. Persiapan untuk masuk ke salah satu Universitas Negeri terkenal di Indonesia, merencanakan untuk memulai bisnis, atau sekadar rencana memulai olahraga di pusat kebugaran sering mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan ini membuat banyak dari kita yang memulai berbenah diri.
“when you failed to plan, then you planned to fail”
Pernah mendengar kalimat tersebut? Saya rasa kebanyakan dari kita sudah sering mendengar kalimat tersebut. Pemahaman kalimat tersebut secara literal adalah saat kita gagal membuat rencana (tugas, tujuan), kita merencanakan untuk (ke)gagal(an).
Tapi, banyak juga yang dari kita akhirnya gagal memahami bahwa sebagus apapun rencana dan grand design kita dalam suatu tugas atau tujuan tidak akan berarti apa-apa saat akhirnya tidak dikerjakan. Hampir semua dari kita sebagai manusia ingin kesempurnaan (perfectionist), dan hal itu akhirnya jadi bumerang bagi diri sendiri. Seolah-olah waktu tidak akan pernah cukup untuk merencanakan segala sesuatu!
Well, I think it is better to change the phrase with “when you failed to plan a timeline, then you planned to fail accordingly”.
Saya tidak perlu membuat tulisan dengan judul ‘3 kesalahan saat membuat resolusi Tahun Baru” atau “7 hal yang membuat resolusi Tahun Baru berantakan”, karena esensi dari menjani sebuah target adalah ke”terukur”an.
TERUKUR
Terukur dalam hal ini artinya kita mampu mengkuantifikasikan tujuan yang ingin kita capai. Ganti target tahunan yang susah untuk dikuantifikasikan seperti “ingin belajar lebih baik supaya nilai lebih baik”, “ingin menjadi Suami atau Ayah yang lebih baik”, “Ingin berolahraga lebih rajin untuk kesehatan”. Ganti hal-hal tersebut menjadi sebuah tujuan yang terukur seperti: “Tahun 2016 IPK minimal 3,4”, “Membantu Istri memasak dan membersihkan rumah di hari Sabtu dan Minggu”, “Menjemput anak sekolah di Hari Sabtu, dan menghantarkan anak les setiap hari Senin, Rabu dan Jumat”, “Datang ke Gym3 kali dalam seminggu”.
Saat kita mengkuantifikasikan target kita, lebih mudah untuk mengukur tingkat keberhasilan. Selain itu tidak perlu menunggu akhir tahun untuk melakukan refleksi diri. Refleksi diri dan kemajuan target kita bisa diukur setiap Minggu atau setiap Bulan.
Is that it?
Sebenarnya banyak sekali artikel, tulisan di media daring tentang merencanakan resolusi tahun baru. Kenyataannya jarang sekali (atau bahkan tidak ada ) yang memberikan tambahan pengetahuan tentang bagaimana merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi resolusi tahun baru.
Saya tidak perlu memberikan informasi yang belum tentu bisa diaplikasikan secara langsung. Karena setiap orang memiliki karakter yang unik. Artikel-artikel tentang resolusi tahun baru yang anda baca sebaiknya jangan diikuti mentah-mentah. Sesuaikan dengan keunikan dari diri anda sendiri.
“dan sedalam-dalamnya hati manusia, tiada yang tahu”
Jadi kesimpulannya adalah, kenali dulu diri pribadi anda dengan baik. Terbuka dan jujur dengan diri sendiri (jujur dengan diri sendiri itu malah susah banget lo). Saat kalian sudah bisa jujur dan terbuka terhadap diri sendiri, terhadap keinginan, tujuan dan cita-cita niscaya anda akan akan lebih mudah memutuskan apa yang harus dilakukan.