Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Moderasi Beragama dalam Perspektif Bimbingan-Konseling

9 Agustus 2024   15:08 Diperbarui: 9 Agustus 2024   15:10 174 2

Konsep moderasi beragama semakin relevan diterapkan di masyarakat majemuk seperti Indonesia. Konsep ini menekankan keseimbangan dalam beragama, yang sangat penting untuk menciptakan keharmonisan baik di antara umat beragama maupun antaragama. Dalam konteks bimbingan dan konseling, moderasi beragama dapat menjadi landasan yang kokoh untuk membantu individu memahami dan menerima perbedaan, serta mengelola konflik yang mungkin timbul dari keragaman keyakinan.

Almarhum Prof. Sunaryo, seorang guru besar bimbingan dan konseling di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), memiliki pandangan menarik tentang moderasi beragama. Menurutnya, moderasi beragama lebih berkaitan dengan upaya menciptakan perdamaian daripada sekadar deradikalisasi. Pandangan ini menegaskan bahwa moderasi beragama tidak hanya sebatas menghindari sikap ekstrem, tetapi juga mengupayakan keseimbangan dalam menyikapi perbedaan. Keseimbangan ini penting untuk menghindari kontraproduktivitas dalam interaksi antara kelompok-kelompok yang memiliki pandangan berbeda.

Moderasi beragama melibatkan upaya untuk menemukan titik temu dalam beragama, baik di antara sesama umat maupun antarumat beragama. Hal ini sangat relevan dalam konteks Indonesia, di mana terdapat beragam aliran, pemahaman, dan tafsir yang berbeda dalam satu agama. Demikian juga terhadap umat beragama lain. Menyikapi keragaman ini dengan sikap moderat menjadi kunci untuk menghindari konflik dan klaim sepihak yang dapat memecah belah umat. Hal yang perlu ditekankan bahwa tujuan dari moderasi beragama bukanlah untuk menjinakkan pihak yang dianggap radikal, melainkan untuk mencari jalan tengah yang dapat mempertemukan berbagai pihak demi terciptanya perdamaian dan menciptakan sinergi untuk mengawal tujuan yang lebih besar yaitu bersatu untuk mewujudkan kesejahteran bersama sebagai bangsa.

Pendekatan ini sejalan dengan pesan Al-Qur'an dalam Surat Al-Hujurat ayat 13, yang menyatakan bahwa manusia diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal, bukan saling menegasikan. Pesan ini mengingatkan kita bahwa perbedaan adalah keniscayaan yang harus disikapi dengan bijaksana. Dalam konteks bimbingan dan konseling, perbedaan ini mencakup berbagai aspek, termasuk kepribadian dan kecerdasan individu.

Dalam hal kepribadian, teori kepribadian Carl Rogers menekankan pentingnya self-actualization atau aktualisasi diri, di mana setiap individu memiliki potensi unik dan membutuhkan lingkungan yang kondusif untuk berkembang secara optimal. Moderasi beragama dapat berperan dalam menciptakan lingkungan yang mendukung ini, dengan mendorong sikap saling menghormati dan menerima perbedaan.

Sementara itu, dalam konteks kecerdasan, teori kecerdasan majemuk Howard Gardner mengajarkan bahwa setiap individu memiliki berbagai jenis kecerdasan yang berbeda, seperti kecerdasan linguistik, logis-matematis, spasial, kinestetik, musikal, interpersonal, intrapersonal, naturalistik, dan eksistensial. Pendekatan moderat dalam beragama dapat membantu individu mengembangkan kecerdasan-kecerdasan ini secara proporsional, tanpa terjebak dalam dogma yang membatasi perkembangan potensi diri.

Dengan demikian, moderasi beragama dalam perspektif bimbingan dan konseling bukan hanya tentang menghindari ekstremisme, tetapi juga tentang menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan individu secara menyeluruh. Dengan mengedepankan keseimbangan, penghormatan terhadap perbedaan, dan pencarian jalan tengah, moderasi beragama dapat menjadi fondasi yang kokoh untuk menciptakan masyarakat yang damai, harmonis, dan penuh toleransi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun