Peter Cerey (peneliti sejarah Indonesia) pernah menerbitkan tiga jilid buku sejarah Pangeran Diponegoro pada tahun 2012 dalam bahasa Indonesia. Sebagai ilmuwan barat yang terbiasa menikmati kebebasan berpikir, ia berharap ada tanggapan kritis dari para akademisi Indonesia. Tapi ternyata itu tidak terjadi. Ia hanya menemukan "kesunyian yang memekakkan telinga" yaitu ada banyak tanggapan tapi tidak substantif. Inilah petikan dari tulisan Taufiqurrahman, dosen fakultas filsafat UGM beberapa hari lalu di harian Kompas.
KEMBALI KE ARTIKEL