Semula saya tak banyak tahu ada nama Aan di Kompasiana sebelum ada kehebohan ini. Tapi saya bisa yakinkan diri bahwa dia pasti bukan orang sepopuler Rhoma Irama. Saya juga menduga dia hanya orang yang gak paham banyak hal, apalagi soal agama. Maka agak berlebihan rasanya memperbincangkan seorang Aan. Apalagi sampai mengkaitkannya dengan anggapan serius seperti soal "Penghinaan Non Muslim terhadap Muslim".
Sebagai umat yang kokoh, mestinya kita tak mudah merasa terganggu apalagi hanya oleh seorang Aan. Hajatan besar semacam Olimpiade London yang oleh seorang Kompasianer berinisial AS dipandang sebagai konspirasi tingkat tinggi dari Yahudi-pun sesungguhnya tak perlu-perlu amat untuk dibahas. Sebagai Muslim dengan tingkat percaya diri yang penuh, tak perlu terbakar emosinya oleh hinaan sebesar apapun. Kalaupun benar pesta Olimpiade London banyak dihiasi simbol-simbol Yahudi, lalu apa salahnya? Mungkin karena banyak anggota panitianya yang Yahudi. Jadi wajar saja kalau kemudian mereka membuat hiasan lampu, logo, simbol, dan lain-lain sesuai dengan ke-Yahudi-annya. Lalu buat apa sebagai Muslim merasa terancam dengan soal itu? Kalau sampai ada yang sikapnya lebih vulgar dan kasar seperti yang dilakukan Aan, itupun kalau benar dia sengaja menghina agama lain, itu hanya akan menghancurkan kredibelitas dirinya. Jadi biarkan dia menerima konsekuensi dari ulahnya sendiri. Kita tak usah memperdebatkannya karena hanya akan membuka perdebatan baru. Tampaknya memang telah terjadi perdebatan baru. Sementara Aan telah tak ada di tempat.
Saya belum membaca tulisan utuh dari Aan. Tapi kalau membaca penggalan kalimat yang katanya milik Aan ini, ”Lantas, kenapa saya mengiyakan poligami lebih baik daripada selingkuh? Walau sama-sama tindakan yang menjijikan, tapi poligami dihalalkan oleh agama. Ya monggo, toh ada teladannya”. Rasanya kalimat ini tak sedahsyat hinaan orang-orang Jahiliyah terhadap Rasulullah yang dibiling gila, tukang sihir, penderita epilepsi, dan lain-lain. Toh beliau tetap tersenyum dan menganggap para penghinanya sebagai orang yang belum paham saja.
Mari kita tersenyum seperti Sang Rasul tersenyum. Tak usah mudah terbakar emosi karena ini hanya menunjukkan keringnya jiwa. Kecuali kalau kita sudah tergoda dengan kegenitan SARA. Ups! Tapi kenapa juga si SARA yang disalah-salahkan?