Dengan kondisi seperti itu membuka peluang terjadinya '' perampokan'' . Menurut pikiran para penyamun itu para TKW yang pulang dari luar negeri di pastikan membawa fulus dalam jumlah yang tidak sedikit. dalam otak mereka yang najis terbayang sudah puluhan atau ratusan Dollar yang akan masuk ke kantong jika melihat serombongan TKW yang baru turun dari pesawat.
TKW bagi para penyamun bandara adalah ladang emas yang tak pernah habis, luar biasanya panen dari ladang TKW tidak mengenal musim, mau musim hujan atau musim kemarau panen tetap bisa di lakukan. Berbeda dengan para petani yang harus membajak sawah, membeli bibit, memelihara sehingga datang masa panen maka para penyamun bandara tidak perlu melakukan itu.
Yang mereka lakukan hanya satu''menghalau'' para TKW dan membuat mereka patuh dan mau di atur dalam barisan seperti barisan sapi yang mau di sembelih ketika datang lebaran haji. Selain itu mereka harus memasang muka '' kejam'' sedikit pun tidak mengumbar senyuman.
Tidak perlu juga mereka menyiangi rumput yang mengganggu tanaman, mereka hanya duduk dan bergetarlah dada mereka ketika mendengar pengumuman akan mendarat pesawat yang membawa ''ladang emas'' mereka.
Lalu mulailah mereka menyusun siasat, ada yang bertugas sebagai penggertak ada juga yang bertindak seperti penyamun betulan bedanya kalo penyamun mengelap pedang dan pisau maka penyamun bandara akan melinting kumisnya yang tebal, lumayan kumis itu cukup mampu membuat gemetar seorang TKW.
Getar dalam dada mereka semakin kencang setelah melihat satu persatu wajah calon korban mereka, apalagi jika ada di antara korban tersebut mengenakan perhiasan, dan berpakaian ala artis dangdut. Setelah rombongan TKW semakin dekat, pembantaian pun di mulai.
Teriakan-teriakan keras bercampur umpatan mulai di perdengarkan para penyamun, muka-muka lelah dan tampang memelas para korbannya tidak membuka mata hati para penyamun yang telah gelap mata. Sambil mendengus para penyamun terus menghela korbannya.
Semua korban tersudut, hati mereka terluka karena telah di perlakukan seperti bebek, kambing atau malah babi. Di bentak seakan-akan mereka pekak, di pelototin seperti seorang pencuri jemuran yang tertangkap basah. Setelah itu para korban hanya mampu pasrah.
Mulut-mulut para korban mulai komat-kamit membaca ''mantra'' mungkin doa-doa yang pernah mereka pelajari ketika belajar di madarasah, tapi itu semua itu tidak dapat mencegah muka-muka serakah penyamun bandara. Dan akhirnya kita semua sudah tahu....
Rupiah demi rupiah pun bertukar tempat, ketika masih di kantong para TKW, rupiah, dirham, dinar, dollar, itu mungkin tenang setenang bayi yang sudah kenyang menyusu dari payudara ibunya. Namun ketika masuk ke kantong para penyamun fulus-fulus itu mendadak panas sepanas api neraka.
Karena itu kita sering mendengar istilah Hot Money, sebuah istilah yang di nisbatkan kepada sejumlah uang yang di dapatkan dengan cara haram, uang setan di makan tuyul, itu juga sebuah istilah yang di tempelkan kepada uang yang di raih melalui jalan setan.
Uang-uang tersebut akan memenuhi kantong para penyamun selanjutnya akan berpindah ke tangan anggota keluarga mereka. Anak, istri, mertua, mereka sumpal dengan uang haram, dan bagi pemakan uang haram tidak ada tempat yang paling layak bagi mereka selain neraka jahanam.