Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Melankolia Musim Penghujan

3 Agustus 2013   07:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:41 41 0
1/

Di sini, sebait doa kita langitkan

Mengalir rancak bersama deburan hujan

Yang setia mengeja bumi, mengeja kegalauan

Mungkin hujan adalah tanda

Yang acapkali kita jamu di beranda

Tanda-tanda duka; pekabaran sembilu, sajak rintih

Surat vonis, suara kematian, dan selaksa lagu pedih

Tapi kita hanya pejalan yang masih belajar menafsir hujan

Entah ia adalah tanda duka, atau ia yang disebut murka

2/

Di sini, kita semakin gagu mendiami beranda

Yang tiada alpa menjamu angin, menjamu risau dalam dada

“semoga kabar yang kudengar tidaklah benar

Atau ia hanya kelakar, tentang senyummu yang selalu tegar”

Seperti senja ini, senja yang selalu basah

Senja yang menimang cakrawala dengan gelisah

Kita senantiasa menasbih langit, juga mendaras duka

Agar tersampai padamu, serupa doa yang merekah

Tapi kita hanya pejalan yang tak dapat memutus sepakat

Entah ia akan sampai atau tertanam dalam surga yang nikmat

3/

Tapi bagaimana pun, kita mesti tetap di sini

Mengaji hujan di beranda, mengaji ketabahan

“Gusti, semisal Ayub yang Kauuji dengan kenikmatan

Datangkan padanya kenikmatan yang lebih betapa!”

Hingga malam datang bertandang, perlahan, perlahan,

Doa yang telah kita langitkan, membubung menerbang

Mencengkeram angkasa dan cakrawala semakin remang

Tapi kita hanya pejalan yang memeram segumpal keyakinan;

Tuhan akan datang, dan menganugerahimu tetes-tetes kesembuhan

Jember, 25 Januari 2012

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun