Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Looking for: Amour

3 Februari 2020   11:00 Diperbarui: 3 Februari 2020   11:02 192 1
Jarum pendek pada jam sudah menunjukkan ke arah barat daya, lebih tepatnya pukul 7 pagi. Sepertinya sudah waktunya bagi lampu dunia untuk bangkit dari jam istirahatnya, begitu juga dengan perempuan berparas paripurna dan juga imut -Vanilla Vanval- ini untuk bangun dan pergi ke sekolah. Tidak terasa dia telah menginjakkan kakinya di SMA, dan tentu dia bersekolah di salah satu SMA favorit di negaranya, yaitu SMA L'amour yang bertepatan di kota Paris, Perancis. Kota indah dan penuh cinta. Sangat bertolak belakang dengan si pemilik kulit seputih porselen ini.

Selepas bangkit dari benda empuk yang bergravitasi tinggi itu, Vanilla lekas mandi lalu memakai seragam SMA-nya untuk yang pertama kali. Di depan cermin yang memperlihatkan seluruh tubuhnya dari atas sampai bawah, dia tampak seperti sedang bergumam. "Baik, ini hari pertamaku. Aku tidak akan mengacaukannya. Vanilla, kau harus membuat kesan pertama yang baik! Tunjukkan sisi yang membuat orang menyukaimu, mengagumimu, dan mencinta--imu?" Vanilla ragu dengan ucapan terakhirnya. Mencintaimu? Terdengar aneh baginya, karena dia tidak pernah mengatakan kata itu.

Memang tujuan lain Vanilla di SMA itu untuk mencari arti kata dari cinta, tapi demi apapun itu dia tidak pernah berniat untuk orang mencintainya. Katakan saja, spontanitas.

"Huft, lupakan. Aku tidak boleh terlambat," Vanilla mengambil tas dan berpamitan dengan orang tuanya, "Ayah ... Ibu ... aku berangkat dulu, ya!" orang tuanya mengizinkan. Kemudian Baekhyun mulai berangkat sekolah.

**

Tidak sampai setengah jam si pemilik rambut pirang itu berjalan sampai sekolah. Bisa dikatakan rumahnya memang dekat dengan sekolahnya, sehingga dia tidak terlalu memerlukan kendaraan untuk berangkat. Sesampainya di depan gerbang sekolah yang bertuliskan L'amour High dengan gaya huruf yang menarik dan terkesan estetik itu, Vanilla terdiam sejenak. Melihat ke dalam sekolah dari luar, lalu menunduk, menghembuskan nafas, lalu bergumam, "Van--".

"Selamat datang di SMA L'amour!" teriak beberapa pengurus OSIS yang tidak sengaja memotong gumaman Vanilla.

"Eh ... upacara pembukaannya sudah dimulaikah?" dia mulai berjalan masuk untuk memastikan. Ya, baru saja dimulai. Di sana terlihat banyak siswa seumurannya yang sudah mulai baris di lapangan. Vanilla mengikuti saja, dan dia berakhir di barisan belakang. Sayang, dia tidak bisa melihat ke depan dengan jelas ... kasarnya dia itu pendek.

"Mau pindah barisan tidak?" Vanilla menoleh ke belakang ketika seseorang berbicara padanya.

"Tidak, di sini saja tidak apa-apa," si imut ini melihat lagi ke arah depan dan berusaha agar dia bisa melihat dengan jelas apa yang ada di depannya.

"Hahaha ... Kau lucu. Ayo, aku antarkan kamu ke barisan lain," orang itu tertawa pelan ketika melihat si pemilik badan mungil itu menjinjitkan kakinya. Kemudian dia menarik tangannya dan membawanya ke barisan yang dapat dijangkau oleh pandangannya.

Vanilla kembali ke barisan awalnya setelah dipindahkan sambil bersumpah serapah. Lelaki itu, Frans, hanya bisa terkikik. "Ada-ada saja anak kayak gini di SMA," gumamnya dalam hati.

Tak lama kemudian, upacara pembukaan selesai dengan diakhiri pelepasan balon-balon. Setelahnya, Ketua OSIS SMA L'amour memberi pengumuman untuk murid-murid baru di sekolahnya. Frans yang sedang serius memperhatikan, tiba-tiba ada yang memegang pundak lebarnya dari belakang.

"Kau, yang tadi bercanda bersama anak ini, kan?" orang itu menunjuk seseorang yang tepat berada di sebelahnya.

"Tidak, Aku bahkan tidak mengenalnya," jawab Frans singkat.

"Jangan bohong, dia sendiri yang mengatakannya kepadaku setelah Saya bertanya kepadanya," selidik salah satu pengurus OSIS.

"Sudah kukatakan tidak, Kak!" Frans mengelak. Daripada mendengar pengurus OSIS itu, si pemilik bahu lebar itu lebih baik memperhatikan pengumumannya. Akhir kata, sang Ketua OSIS menutup pengumumannya.

Di dalam isi pengumumannya dikatakan bahwa, murid-murid baru dipersilahkan mengelilingi sekolah dan tentu boleh bertanya-tanya dengan pengurus-pengurus OSIS. Telah diberikan waktu 1 jam untuk berkeliling SMA favorit ini, setelah itu murid-murid baru dipersilahkan untuk pulang ke rumahnya masing-masing.

Terlihat banyak murid-murid lain yang berkeliling bersama teman-temannya di SMP dulu, terkecuali Vanilla. Dia baru saja pindah dari kota Colmar ke ibukota negara penghasil anggur ini, yaitu Paris. Tentu saja, Dia tidak memiliki teman untuk diajak berkeliling, setidaknya ada note yang selalu menemaninya.

"Hei, kau tampak seperti tersesat .... " Vanilla menoleh ke sumber suara. Vanilla tercengang.

"Halo, namaku Travis Roui dari kelas 3," tampak seorang lelaki berparas menawan dengan rambut coklat dan ocean eyes miliknya, "Aku kasihan kepadamu, kau sepertinya tidak ada teman disini," Travis menepuk pundak Vanilla.

"Me-memang, aku baru saja pindah ke kota ini, dan ... sayangnya teman-temanku tidak ada yang bersekolah di sini .... " Vanilla tiba-tiba gugup dan mulai mengepalkan tangannya.

"What a pity ... untungnya ada Aku yang dengan senang hati menemanimu kali ini sampai kau mendapatkan teman. Hmm Aku cukup yakin, sih kalau orang sepertimu ini akan mendapatkan banyak teman," jelas Travis.

"Kakak peramal ya?" tanya Baekhyun bergurau yang kemudian diselingi tawa sang idola SMA favorit ini. Tak jauh dari mereka, tampak seseorang yang memerhatikan mereka berdua. Orang itu menampakkan sengirannya.

Mereka -Vanilla dan Travis- berbincang-bincang selama perjalanannya mengelilingi SMA. Travis juga sempat bercerita tentang siswi-siswi seangkatannya yang menurutnya berparas cantik dan salah satu dari mereka, ada yang dia sukai. Mereka sudah tampak seperti sahabat saja. Sahabat? Jika demikian, mengapa ketika Travis bercerita tentang hal itu, Vanilla tampak muram? Apakah ada sesuatu yang mengganggunya atau ada kata-kata yang tidak berkenan di hatinya? Apakah Vanilla ada perasaan terhadap Travis? Tapi perasaan apakah itu? Disitulah Vanilla mulai mengepalkan tangannya lagi.

**

Satu jam selesai untuk berkeliling dan murid-murid baru yang telah resmi menjadi siswa SMA L'amour dipersilahkan pulang. Vanilla tak lupa untuk berpamitan dengan kenalan barunya itu, Travis Roui. Dengan muka yang masih muram dan lesu, Vanilla akhirnya pulang. Bukan ke rumahnya, melainkan pulang ke tempat peristirahatannya, di Cafe Eiffel Tower.

Di perjalanan, dia melihat-lihat orang disekitarnya. Ada keluarga bahagia yang sedang bermain bersama, ada sepasang kekasih yang sedang berduaan di kursi taman, dan ada juga yang sedang foto bersama teman-temannya. Tidak ada yang sendirian. Vanilla merasa orang yang terkucilkan. Tentu, si imut ini baru saja pindah ke ibukota sebulan yang lalu.

Sesampainya di Cafe, dia langsung menempati meja kosong di dekat jendela ... sendirian. Tak lupa untuk memesan makanan dan minuman yang tidak terlalu berat juga. Sambil menunggu, Vanilla menghembuskan nafasnya seperti melepaskan stress lalu menulis puisi dalam note kesayangannya itu.

Kuinjakkan kakiku di SMA
Di tempat seharusnya Aku berada
Angin terus berhembus kepadaku
Seperti akan terjadi sesuatu
Iya .... telah terjadi badai, akan perasaan
Ketika melihat surai hitam kecoklatan
....

"Eum .... Nak, ini pesanannya sudah siap," omongan pelayan menyadarkan Vanilla dari lamunannya.

"Oh iya, merci!" Vanilla membalas dan langsung meneguk secangkir moccachino itu. Tanpa disadari di depannya ada seseorang dengan tubuh yang lebih tinggi daripadanya dan bahu yang lebar.

"Ini belum selesai, ya? Tapi baru segini saja sudah menarik .... " Orang itu -Frans- membaca puisi Vanilla tanpa seizinnya sambil meneguk secangkir teh hangat.

Dengan cepat, Vanilla langsung mengambil note kesayangannya itu dari genggaman orang asing yang menjahilinya di saat upacara pembukaan.

"Hey, jangan memegangnya! Apalagi membacanya!" Vanilla memperingati. Dia takut jika .... "Apa? Kau takut jika aku tahu kau memiliki perasaan kepada kakak kelas itu?" tanya Frans dalam.

Sialan, bagaimana Dia mengetahuinya?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun