Di sebuah desa kecil bernama Tegal Manis, ada seorang penjual es serut keliling bernama Pak Sunarto, beliau sudah bertahun-tahun mencari nafkah dengan gerobak sederhananya. Ia selalu berkeliling desa sambil memukul lonceng kecil, tanda bahwa ia datang menjual es. Namun, hidupnya tak mudah. Gerobaknya sudah tua, pendapatannya pas-pasan, dan sering kali ia menerima ejekan dari beberapa warga yang memandang rendah pekerjaannya. Â
Suatu hari desa itu kedatangan seorang tokoh agama terkenal, yaitu Ustaz Malik. Ia diundang untuk memberikan ceramah di masjid desa. Ustaz ini dikenal luas karena ceramah-ceramahnya yang tegas, tetapi belakangan ini viral karena perlakuannya yang sedikit kasar terhadap istrinya, lalu disanggah olehnya bahwa itu hanya bercandaan, selain itu pernyataan-pernyataan kontroversialnya juga sempat ramai di media sosial. Â
Setelah ceramah selesai, Ustaz Malik berjalan keluar masjid dan melihat Pak Sunarto sedang berhenti di depan warung untuk menjual es. Beberapa anak kecil sedang mengerubungi gerobaknya. Â
"Ini apa? Penjual es keliling? Aduh, lihat gerobaknya saja sudah kumuh. Mau jual ke siapa, Pak? Orang desa ini pasti bakal sakit perut kalau makan es begini," kata Ustaz Malik dengan suara lantang sambil tertawa. Â
Pak Sunarto terdiam, merasa malu. Anak-anak yang tadi ingin membeli es perlahan mundur. Beberapa warga yang mendengar ucapan itu hanya tertawa kecil, tidak berani menegur Ustaz Malik. Â
Namun, ada seorang pemuda bernama Agus yang diam-diam merekam kejadian itu dengan ponselnya. Ia merasa ada yang tidak adil dalam perlakuan Ustaz Malik terhadap Pak Sunarto. Malam itu, Agus mengunggah video tersebut ke media sosial dengan tulisan: "Seorang tokoh agama terkenal mengolok-olok penjual es sederhana di desa kami. Bukankah seharusnya kita membantu, bukan menghina?" Â
Video itu langsung viral. Banyak netizen yang mengecam perilaku Ustaz Malik. Di sisi lain, mereka juga tergerak untuk membantu Pak Sunarto. Dalam beberapa hari, banyak orang dari luar desa datang untuk membeli es Pak Sunarto. Â
"Pak, saya pesan 50 bungkus es serut untuk anak-anak di panti asuhan," kata seorang ibu dari kota sambil tersenyum. Â
"Pak Sunarto, saya mau bantu memperbaiki gerobak Bapak. Biar lebih bagus dan bersih," ujar seorang pemuda yang datang membawa bahan kayu. Â
Bantuan datang bertubi-tubi. Tidak hanya pembeli, tetapi juga uang donasi yang dikirimkan netizen dari berbagai daerah. Dalam waktu singkat, Pak Sunarto mampu membeli gerobak baru dan meningkatkan kualitas dagangannya. Â
Sementara itu, Ustaz Malik merasa terpojok. Ia dikecam banyak pihak karena ucapan kasarnya. Dalam sebuah wawancara, ia mencoba membela diri. Â
"Saya tidak bermaksud menghina. Saya hanya bercanda," katanya. Â
Namun, publik tidak puas dengan alasannya. Akhirnya, Ustaz Malik datang kembali ke desa itu untuk meminta maaf langsung kepada Pak Sunarto. Â
"Pak Sunarto, saya minta maaf atas kata-kata saya waktu itu. Saya tidak seharusnya berkata begitu," ujarnya dengan nada menyesal. Â
Pak Sunarto tersenyum tulus. "Tidak apa-apa, Pak Ustaz. Gara-gara ucapan Bapak, saya malah jadi lebih dikenal dan dibantu banyak orang. Mungkin ini cara Allah menunjukkan rencana-Nya." Â
Sejak kejadian itu, Pak Sunarto menjadi simbol semangat dan ketulusan. Gerobak barunya dihiasi tulisan besar: "Es Serut Pak Sunarto Dibuat dengan Hati" dan setiap harinya, antrean panjang selalu mengular. Dari hinaan, datanglah keberkahan yang tak terduga.