Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Dakwah dan Kebijakan Publik

13 Desember 2024   14:55 Diperbarui: 13 Desember 2024   14:54 24 0

A. Pengaruh Dakwah Terhadap Kebijakan Publik dan Sebaliknya

a) Urgensi Politik dan Hubungannya dengan Dakwah

Urgensi Politik dalam Dakwah Mayoritas orang menganggap politik hanyalah sebuah 'permainan' menang atau kalah agar mendapatkan kekuasaan, membangun pengaruh serta kekuatan, menghancurkan pesaing dengan segala cara, dan tidak mengindahkan nilai-nilai moralitas universal, yaitu agama. Seharusnya. politik adalah suatu amanah untuk membangun kemaslahatan semua orang. Maka dari itu, berpolitik menurut perintah Allah Swt. merupakan bagian dan tindakan dari ibadah yang cara serta tujuannya adalah untuk menegakkan nilai kebenaran.

Salah satu esensi dalam berpolitik adalah menegakkan hukum. Namun, jika kita lihat lebih perinci, akan terlihat betapa kuatnya energi politik terhadap hukum sehingga masih banyak ditemukan kelemahan-kelemahan di dalam hukum. Akibatnya, masyarakat banyak yang tidak merasakan keten teraman, kenyamanan, dan kesejahteraan apalagi keadilan. Hal tersebut menyebabkan para hakim dan pengacara tidak berdaya dalam membenahi benang kusut masalah hukum.

Berikut adalah beberapa contoh mengenai lemahnya hukum terhadap politik, di antaranya:

1. Tergesa-gesa dalam menetapkan hukum dan undang-undang serta tidak melakukan studi yang mendalam mengenai kondisi masyarakat yang bersangkutan.

2. Lahirnya hukum dan perundang-undangan yang hanya merespons kepentingan sesaat dari pemerintah yang berkuasa, dan pemerintah memperoleh keuntungan sementara rakyat menjadi buntung. 

3. Hukum yang dibuat untuk membongkar kesalahan dan pelanggaran pemerintah sebelumnya oleh pemerintahan sekarang demi kepentingan mereka. Namun, pelanggaran tersebut tidak pernah terbongkar.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan tersebut, telah memberi kan gambaran secara jelas bahwa politik mempunyai tempat yang istimewa dalam Islam. Islam sebagai ajaran universal dengan jelas dan tegas tidak memisahkan masalah keduniaan serta keagamaan dengan politik. Bahkan politik dianggap sebagai wasilah atau jalan untuk meninggikan agama dan dakwah di Tengah tengah masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ibn Taimiyyah dan Al-Mawardi bahwa politik harus digunakan untuk tujuan dan kepentingan agama atau dakwah.

Menjadikan dakwah sebagai alat politik adalah sesuatu yang tidak dibenarkan. Dakwah harus diposisikan pada dimensi yang bebas dan tidak monopoli atau subsosial daripada lembaga atau kekuatan politik tertentu. Sebaliknya, dakwah harus menjadi bagian berbagai pihak, yaitu negara, organisasi, lembaga, dan partai politik dalam menegakkan amar ma'ruf nahy munkar. Hal tersebut didasarkan pada pemikiran sejarah bahwa dakwah lebih tua usianya daripada politik dan bersifat universal.

b) Hakikat Hubungan Dakwah dan Politik

Dakwah Islam yang telah berlangsung sejak lama, pada intinya adalah sebuah proses dan upaya tablig dalam menyampaikan kebenaran ajaran agama untuk membangun tatanan kehidupan yang penuh kedamaian serta jauh dari dendam masa lalu dan berusaha menatap masa depan yang lebih baik. Dalam bahasa fikih, dakwah membawa manusia dari jahiliah menuju ilmiah, dari keadaan terpuruk menjadi penuh kemaslahatan, dan keadaan yang tidak mengindahkan aturan menuju keadaan yang memahami serta menaati peraturan.

Berpolitik adalah bagian dari dakwah dan dakwah merupakan tujuan dari berpolitik karena Islam tidak hanya hadir di wilayah kematian, formalitas pertemuan, dan wilayah kaku lainnya. Itu semua tidak membutuhkan ijtihad yang berat untuk mengusungnya. Semua sepakat dan siap melakukan ajaran Islam pada tataran simbolis. Akan tetapi, ketika yang diusung adalah ide kesatuan Islam yang terdiri atas persoalan akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah, baik individu, keluarga, bermasyarakat, maupun bernegara, sangat wajar jika mengundang polemik serta pertanyaan yang berkelanjutan.

Secara aplikatif, politik dalam dakwah memberikan ruang tersendiri untuk menerobos tidak terjangkau oleh dakwah lain. Mungkin kita dapat menganalogikan dakwah politik merupakan tahapan dakwah integral terhadap elemen pe mangku kekuasaan dengan iringan dakwah shabi (masyarakat) sebagai pendukungnya. Dbaratkan sumbu-Y sebagai dakwah politik yang perlahan bergerak secara vertikal dan sumbu-X sebagai dakwah ke masyarakat yang bergerak secara horizontal. Kedua, dakwah dalam Siysah (politik). Adalah bagian dari tugas. tugas dakwah pada seluruh sisi kehidupan. Pada tahap ini, dakwah harus berurusan dan beririsan dengan negara. Dakwah dalam siysah berarti komitmen moral dan etika dalam politik sehingga menempatkan dakwah sebagai panglimanya. Dilema yang terjadi pada masyarakat adalah mereka menganggap bahwa poltik penuh dengan kecurangan, politisasi uang, dan sebagainya.

c) Politik sebagai Instrumen Dakwah atau Sebaliknya

Kekuasaan bukanlah tujuan dakwah, meski dapat menjadi alat untuk mencapainya. Dakwah Islam bertujuan mengajak manusia kepada amar ma'ruf nahi munkar, sedangkan politik sering dianggap berkaitan dengan kekuasaan. M. Natsir, tokoh dakwah pada era Soekarno, mengembangkan konsep Modernitas Politik Islam, yakni upaya menerapkan ajaran Islam sesuai perkembangan zaman. Ia mewajibkan politik sebagai media dakwah, sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad SAW, yang menggabungkan dakwah dengan kekuasaan.

Dakwah politik menekankan perbaikan undang-undang agar sesuai dengan syariat Islam, menjadikan politik sebagai alat dakwah. Politik harus paralel dengan prinsip dakwah, yaitu jujur, bertanggung jawab, terbuka, serta menyatakan yang benar sebagai benar dan yang bathil sebagai bathil. Politik semacam ini mendukung tujuan dakwah, berbeda dengan politik yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam, yang justru menghambat dakwah.

Bagi seorang Muslim, politik sebagai alat dakwah berkomitmen kepada Allah, bukan untuk kepentingan kekuasaan semata, melainkan sebagai sarana mencapai tujuan pengabdian kepada-Nya.

Agama dan politik saling berkaitan karena kehidupan dunia bertujuan untuk mencapai kebahagiaan akhirat. Islam memandang dunia sebagai sarana menuju akhirat, dan ajarannya yang bersifat politik menekankan pentingnya imamah untuk menegakkan hukum Allah demi kemaslahatan dunia dan akhirat.

Oleh karena itu, aktivitas politik sejatinya berdasarkan agama yang bersumberkan Al-Quran dan Hadis. Politik tidak berjalan sendiri tanpa dikawal oleh agama dan tidak memisahkannya dengan dakwah. Realitas saat ini adalah dakwah dilakukan oleh ulama dan dai, sementara kekuasaan politik oleh sultan, raja, atau presiden. Hal tersebut menyebabkan terjadi nya pemisahan antara pelaksanaan politik dan dakwah. Padahal, Nabi Muhammad Saw, dan para Khulafa al-Rashidin tidak pernah memisahkan antara praktik politik dan aktivitas dakwah. Nabi Muhammad Saw. Dalam menjalankan dakwahnya tidak terlepas dari praktik-praktik politik untuk melaksanakan yang makruf dan mencegah yang mungkar." Hal tersebut menunjukkan bahwa fungsi politik dalam penyebaran agama menjadi relevan dan penting untuk dipraktikkan. Agama dan politik mempunyai kaitan yang sukar dipisahkan sebab hidup di dunia tidak hanya untuk kepentingan dunia, tetapi harus mampu membawa setiap muslim untuk kebahagiaan di akhirat.

B. Hubungan Antara Dakwah dan Kebijakan Sosial, Politik, dan Ekonomi

a) Dakwah Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi

Secara  makro,  sistem  dakwah  merupakan  sub  system  sosio  kultural dalam  arti  luas,  sehingga  analisanya  tidak  dapat dilepaskan  dengan  sub sistem  ideologi,  politik,  pendidikan,  ekonomi, ilmu,  teknologi  dan  budaya dalam  arti  sempit. Ini berarti  dakwah  Islam  sebagai  agen  perubahan sosial   harus   mampu   menjangkau   setiap   persoalan   yang   terjadi   dalam kehidupan masyarakat, termasuk dalam tatanan kehidupan ekonomi.

Selain   tujuan   dakwah   Islam   itu   adalah   menjadikan   orang   dan masyarakat    itu    beriman    kepada    Allah,    jiwa    bersih, diikuti    dengan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan ucapan batinnya, dan juga untuk kepentingan    bangsa,    negara dan   umat    manusia    dalam    memenuhi kewajiban  berbakti  kepada  Allah.  Dakwah  yang  berarti  menerapkan  dan melaksanakan ajaran  Islam  dalam  berbagai  aspek  hidup  dan  kehidupan menuntut   kita   umat   Islam   umumnya   untuk   memahami   dan   menggali wahyu  sebagai  petunjuk  untuk  diaplikasikan,  menjawab  tantangan  situasi dan  kondisi  dalam  kehidupan  sehari-hari.  Atas  dasar  inilah  maka  hasil dakwah   Islam  ialah   terbinanya   umat   yang   sadar,   terhadap   agamanya, bangsa dan negara diarahkan kepada transformasi yang lebih positif.

Dengan  mempergunakan  cara  pandang  di  atas,  menurutnya  dakwah tidak  hanya  dipandang  sebagai  proses  komunikasi saja  melainkan  juga proses  perubahan  sosial.  Dakwah  merupakan  suatu  proses  perubahan sosial apabila perubahan nilai juga terjadi pada tingkat masyarakat dimana sebagian besar anggota masyarakat bertindak berdasarkan kebenaran dan kebaikan  tersebut.  Pada  tingkat  komunitas  ini,  proses  perubahan  nilai dimungkinkan  akibat  interaksi  sosial  antar  individu anggota  masyarakat baik sebagai objek maupun subyek dakwah.

Esensi  dakwah   dalam  sistem  sosio  kultural  adalah  mengadakan  dan  memberikan  arah  perubahan,  mengubah  struktur  masyarakat  dan budaya dari kedhaliman ke arah keadilan, kebodohan, ke arah kepandaian, atau  kecerdasan,  kemiskinan  ke  arah  kemakmuran,  keterbelakangan  ke arah   kemajuan   yang   semuanya   dalam   rangka   meningkatkanderajat manusia  dan  masyarakat  ke  arah  puncak  kemanusiaan  (taqwa).

b) Dakwah dalam Kebijakan Ekonomi

Secara umum ada tiga posisi tentang hubungan agama dan negara. Pertama, mereka yang memandang bahwa Islam adalah agama dan negara (din wa daulah) yang menghendaki adanya negara Islam dan pemerintahan Islam (an-nizam al-islami). Kedua, mereka yang menyatakan bahwa Islam adalah agama saja, bukan negara. Karena itu, antara urusan agama dan negara harus dipisahkan, negara tidak boleh mencampuri urusan agama. Kemudian muncul kelompok ketiga yang memandang Islam sebagai hakikat, yaitu nilai-nilai dasar dan universal yang dimiliki Islam. Bagi mereka hubungan Islam dan negara berada pada wilayah nilai-nilai universal yang dapat diterima oleh semua warga negara dari berbagai latar belakang, suku, agama,dan ras. Islam dapat berperan dalam mendukung, memberi dan mewujudkan nilai-nilai seperti keadilan, kesamaan, kebebasan dalam kehidupan bernegara. Islam juga dapat merumuskan perannya dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme.

Hubungan dakwah dan politik di Indonesia, sebelum maraknya fenomena terorisme, dapat dipahami melalui klasifikasi gerakan Islam di Indonesia menjadi "Islam Politik", "Islam Struktural" dan "Islam Kultural"(Abdillah 1999, 13-17). Intelektual Muslim seperti Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid menekankan pentingya Islam kultural. Sementara Deliar Noer menekankan pentingya Islam politik dan perlunya partai politik Islam (Assyaukanie 2009, 186).

Gerakan islam politik memperjuangkan aspirasi umat Islam melalui partai politik Islam, yang bisa diidentifikasikan melalui penggunaan nama, asas, tujuan ataupun simbol Islam (Abdillah 1999). Menurut sebagian kalangan, partai politik, termasuk partai Islam, di Indonesia lebih banyak melakukan politisasi Islam daripada memperjuangkan Islam.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun