Â
Arab-Latin: Wa i akhaa rabbuka mim ban dama min uhrihim urriyyatahum wa asy-hadahum 'al anfusihim, a lastu birabbikum, ql bal syahidn, an taql yaumal-qiymati inn kunn 'an h gfiln
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)". (Q.S. Al-A'raf/7 172).
Dari ayat di atas sudah dijelaskan bahwa sejak dalam alam rahim, bahkan sebelum ruh ditiupkan ke dalam tubuh, manusia sudah mengakui bahwasannya Allah adalah Tuhannya. Jadi, dapat dikatakan bahwa memang tidak ada manusia yang tidak bertuhan secara esensi. Yang ada hanyalah mereka mentuhankan sesuatu yang bukan Tuhan sebagaimana sebenar-benarnya Tuhan yaitu Allah SWT. Disinilah kita dapat menempatkan bahwa seorang atheis yang memiliki faham atau ideologi anti Tuhan pun bertuhan karena mereka mentuhankan kepercayaannya yang memegang prinsip ideologi anti Tuhan tersebut.
Dan juga allah telah menciptakan manusia dengan fitrah mengakui keesaan allah SWT. Fitrah bertuhan yang dibawa manusia sejak sebelum lahir itu merupakan potensi dasar yang harus dipelihara dan dikembangkan. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw mengatakan bahwa peran orangtua sangatlah penting untuk memelihara dan mengarahkan fitrah tersebut agar tetap dalam keislamannya. Tanpa bimbingan para Rasul-Nya, fitrah bertuhan itu akan disalurkan oleh manusia sesuai dengan pengalaman dan perkembangan akal pikirannya.