Hassan, seorang bocah kecil berusia sepuluh tahun, terbangun dan buru-buru mencari tempat persembunyian. Ia takut, namun juga penuh dengan tekad untuk melindungi keluarganya. Di sisi lain, Fatima, ibunya, berusaha keras menenangkan anak-anaknya sambil bergegas menyiapkan perlengkapan untuk mengungsi ke tempat persembunyian yang sudah lama mereka siapkan.
Saat fajar mulai menyingsing, desa mereka telah menjadi medan pertempuran. Bangunan-bangunan hancur, debu dan asap menutupi langit, dan teriakan-teriakan penuh ketakutan memecah keheningan. Hassan meraih tangan ibunya dan mereka berlari menuju tempat persembunyian di lereng bukit.
Namun, di tengah jalan, sebuah serpihan pecahan bom menghantam kaki Hassan. Ia jatuh bersamaan dengan suara dentuman yang menggema di sekitar mereka. Fatima menahan nafasnya ketika melihat putranya terbaring di tanah, lengannya sudah terluka parah. Dengan kekuatan terakhir, mereka mencapai tempat persembunyian dan bersembunyi di sana bersama para tetangga yang lain.
Di sela-sela kehancuran, mereka merasakan betapa rapuhnya hidup mereka di bawah ancaman penyergapan dan penindasan. Namun, di antara reruntuhan dan keputusasaan, tetap ada nyala harapan untuk bertahan, melawan, dan menuntut hak mereka sebagai manusia. Hingga saatnya tiba untuk bangkit kembali, di tengah ruang kosong di tengah-tengah kehancuran, mereka bertekad untuk menatap masa depan dengan penuh keyakinan.
Tragedi di Palestina adalah luka yang amat dalam, namun kisah-kisah keberanian dan keteguhan hati seperti ini tetap membangkitkan semangat dan perlawanan. Semoga suatu hari nanti, keadilan akan mengalir di tanah yang telah lama terluka ini.