Yang jelas begini... Di TPS itukan ada saksi caleg, ada saksi capres-cawapres atau minimal saksi partai. Â Kemudian ada juga pengawas TPS, ada linmas dan ada juga polisi. Mereka diberi kewenangan istimewa yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pemungutan suara.
Contohnya saat pengambilan logistik dari kantor desa menuju TPS, mereka selalu dilibatkan dan harus berada di lokasi. Kemudian saat membuka kotak suara, tanpa para saksi dan pengawas TPS panitia tidak bisa melakukannya sendiri. Bahkan ini dianggap sebagai pelanggaran.
Kemudian selama proses pemungutan suara berlangsung mereka juga wajib standby di lokasi, mulai dari pagi sampai malam. Saat proses penghitungan suara dimulai, masyarakat juga boleh menyaksikan. Dalam prosesnya panitia juga selalu meminta pendapat dari saksi dan pengawas TPS, apakah surat suara tersebut sah atau tidak.
Sebab banyak sekali surat suara yang tidak tercoblos sesuai dengan ketentuan. Ada surat suara yang dicoblos sampai beberapa titik. Ada surat suara yang koyak. Bahkan ada juga yang tidak dicoblos. Jika salah satu saksi mengatakan tidak sah maka panitia tidak bisa mengambil keputusan sepihak.
Nah setelah proses penghitungan surat suara selesai, proses selanjutnya adalah rekapitulasi, pencocokan teli dengan surat suara. Apakah ada selisih atau tidak. Jika ada selisih, dimana selisihnya, bagaimana cara mencocokkannya. Apakah hitung ulang atau cukup mencari masalah yang ada. Itu semua tergantung kesepakatan panitia, para saksi dan pengawas TPS. Jika keputusannya harus hitung ulang panitia wajib mengulangnya.
Setelah semuanya selesai hasilnya dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh panitia dan saksi-saksi. Ini sebagai bukti bahwa mereka menerima hasil pemungutan suara yang dilangsungkan.
Lalu muncul pernyataan bahwa pemilu curang. Curangnya di mana coba kalau semua proses sudah dilalui dan disaksikan oleh orang-orang yang memang diberikan kewenangan untuk menyelenggarakannya. Tarohlah terjadi kecurangan, berarti bukan hanya panitianya saja yang curang, tapi mereka semua juga ikut curang. Lantas kenapa kecurangan ini hanya dialamatkan kepada yang menang?.. Bukankah semuanya curang. Apakah tidak menutup kemungkinan yang kalah juga curang. Atau berani menjamin bahwa yang kalah jujur?
Sebenarnya stetmen pemilu curang ini bukan hanya pada pemilu kali ini saja terjadi. Dalam pemilu sebelum-sebelumnya juga sama.
Prof Mahmud MD pernah berkata, isu yang akan mencuat satu hari pasca pemilu pasti soal kecurangan. Video soal kecurangan akan beredar di sosial media dan WhatsApp. Dan umumnya yang menyebarkannya adalah pendukung calon yang kalah. Kalau yang menang sih tidak mungkin. Kemudian stetmen berikut dari calon atau pendukung yang kalah adalah  quick count yang disiarkan oleh media tersebut tidak benar adanya. Hanya menggiring opini, itu hanya setingan, hanya bayaran. Bahkan ada yang mengatakan, masak dari sekian juta TPS hanya beberapa ribu saja yang dijadikan sampel dan itu dijadikan dasar.
Namanya juga quick count. Kan sudah ada teorinya. Yang akurasinya sekitar 97 persen. Kalau mau 100 persen yang nunggu reel count. Meskipun nantinya hasil reel count dari KPU juga tidak jauh beda.
Berada di posisi kalah itu memang berat. Bukan hanya di dunia politik. Dalam pertandingan sepak bola atau volley juga sama. Tim yang kalah akan selalu mencari kambing hitam atas kekalahannya. Dengan mengatakan wasit berat sebelah, pemain lawan curang dan lain sebagainya. Namun mereka lupa bahwa ternyata mereka juga berusaha curang, dengan memasukan pemain bayaran, memalsukan identitas pemain bayaran dan lain sebagainya.
Jadi saran saya, supaya pemilihan presiden dan wakil presiden berlangsung jujur tanpa kecurangan. Sebaiknya para capres-cawapres menggunakan metode hompimpa atau pakai suwit saja, kertas, batu, gunting. Yang menang jadi presiden. Hehehe. Lucu gak sih?
Yok sikapi pemilu kali ini dengan hati yang dingin. Pikiran yang jernih. Yakin saja semua capres dan cawapres adalah orang-orang baik yang mempunyai niat baik membangun negaranya. Mereka yang terpilih itu sudah ketentuan Allah. Mari kita dukung dan kita doakan. Semoga mereka bisa amanah dan menjadi pemimpin yang perduli dengan rakyatnya.
Doa adalah perkataan yang baik ketika diucapkan oleh orang yang jahat sekalipun doa tetap sesuatu yang baik. Tapi fitnah, mencela dan mencaci adalah sesuatu yang kotor. Ketika diucapkan oleh orang Soleh sekalipun dia tetap kotor. Maka pilihlah sesuatu yang baik.