Bulan November 2022, Bank Indonesia merilis White Paper Proyek Garuda Digital Rupiah dan dilanjutkan dengan perilisan Consultative Paper pada Januari 2023. Bank Indonesia membuka fokus diskusi dan menerima masukan dari berbagai kalangan (ekonom, dunia perbankan, industri, lembaga keuangan, dan lembaga keuangan non-bank) terkait kesiapan Indonesia mendigitalisasikan Rupiah-nya. Setidaknya, BI merangkum pertanyaan yang masuk sebanyak 35 yang berfokus pada 5 point utama : akses CBDC, penerbitan dan pemusnahan token Rupiah Digital, transfer dana atau mobilitas CBDC, kapabilitas teknis dan aspek 3i (integrasi, interoperabilitas, dan interkoneksi), teknologi yang digunakan dalam ekosistem CBDC, dan terakhir berkaitan dengan implikasi kebijakan jika Rupiah Digital diimplementasikan. Gagasan Rupiah Digital ini, hadir bukan tanpa sebab. Banyak negara tengah melakukan hal yang sama untuk mendigitalkan mata uangnya. Ini sebagai bentuk membendung dan merespon perkembangan revolusi blockchain seperti cryptocurrency dan stablecoin. Era perkembangan blockchain ini dianggap mengancam stabilitas moneter dan sistem pembayaran internasional karena tidak ada lembaga resmi yang mengawasi, mengendalikan, dan peredarannya diserahkan ke pihak swasta secara bebas. Ini jelas mengancam kedaulatan mata uang masing-masing negara. Bahkan China dan India yang saat ini dalam tahap pilot CBDC-nya, masih terus berupaya mematangkan ekosistem untuk implementasi di samping misi China dalam gerakan dedolarisasinya.
KEMBALI KE ARTIKEL