Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

[MPK] Tiga Tentara Lucifer

11 Juni 2011   12:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:37 346 14

Oleh : Loganue Saputra Jr & Indra

Dedaunan yang berserakan seakan terkikis oleh terpaan angin, membuat mereka menari di dalam keterbatasan gerak, menari di dalam jiwa yang tidak bernyawa. Sosok sendu yang tersisa berbalutkan jas panjang hitam dengan sejuta kepiluan. Hingga akhirnya langkah itu mulai menjauh dengan kepiluan yang tidak pernah hilang. Perasaan cinta itu selalu ada, tapi cinta itu terlanjur telah tiada. Dan pekuburan itu hening tanpa kata-kata.

Alunan musik opera dari suara emas Luciano Pavaroti dan Andrea Bocceli dalam lagu Ave Maria menghanyutkan asap rokok yang terus mengepul di antara kedua bibir yang bergetar. Jo berdiri di teras apartemennya lantai 13, memandang kearah ujung cakrawala bagian barat, di mana matahari segera menghilang dan malam mencekam akan segera datang.

Aku akan menemukanmu. Aku akan pergi menemuimu. Jo berbaring di atas tempat tidur memandangi langit-langit yang menggelap. Segelap hatinya yang tak lagi punya tujuan hidup. Pengakhiran hidup menjadi pilihan yang gelap untuk menemui sebuah kepalsuan.

Senyap mata Jo perlahan menutup, memasuki alam mimpi membalik kesadaran menuju titik lain dari kehidupan.

Wilayah gurun pasir yang gersang berubah menjadi ladang lahar panas yang memerahkan wajah Jo. Teriakan, penderitaan, menghiasi setiap penjuru dari tempat yang lebih di kuasai oleh api panas itu. para iblis bersayap gelap menari dengan derita yang mengunci jiwa mereka dengan rantai panas dan tombak yang menembus tubuh.

Dan semua itu menghilang, menjadi kebisingan gerbong-gerbong kereta api yang melintas. Jo berdiri di seberang. Menatap kearah kerumunan orang yang berlarian memasuki gerbong kereta. Semua terlihat jelas dan transparan. Lalu sesosok lelaki bermata menyala menyelip di atara orang-orang yang berdesakan.

Kereta bergerak lalu menghilang di ujung lorong yang gelap, sunyi dan muncul lagi dalam hitungan waktu yang terasa cepat. Gerbong itu terbuka, kesunyian mengantarkan langkah Jo untuk maju memasuki gerbong. Pintu menggeser tertutup. Tak ada satu orang pun di sana, yang ada hanyalah serpihan kulit dan tulang belulang, darah dan bau-bau tidak sedap yang membuat Jo menutup indra penciumannya. Dia melangkah maju, menuju gerbong berikutnya, tak sempat sampai kesebelah langkah itu terhenti. Dari kaca bundar di pintu gerbong Jo melihat tiga sosok gelap, bermata merah bersayap tulang mengais setiap bagian dari tubuh seorang perempuan, memakan, mencabik dengan sangat berutal.

Jo mundur, kakinya bergetar. Dia berlari menuju pintu keluar, tapi kereta sudah bergerak lagi. Kepanikan itu semakin memuncak ketika pintu bergeser memperlihatkan tiga sosok iblis itu mendekat kearahnya.

Jo semakin panik, dia mundur hingga menyentuh ruang terakhir. Lalu cahaya datang dan membisikkan sesuatu di telinganya. Lukas 10:18, Yohanes 13:2,” berulang-ulang kata-kata itu menggema hingga akhirnya membawa Jo kembali ke dalam raganya.

Keringat membanjiri jiwanya, nafas tak karuan. Yang terucap di mulutnya adalah. “Lukas 10:18, Yohanes 13:2,” dia tertegun sejenak.

Bergegas menarik laci mengambil sebuah alkitab, membuka lembar demi lembar dengan sangat gelisah. Lalu terhenti di sebuah halaman : Lukas 10:18 – Lalu kata Yesus kepada mereka. “Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit”. Petir menggelegar, memancarkan kilatan yang menggetarkan bumi. Lembar di buka lagi dan berhenti pada halaman yang berbeda : Yohanes 13:2 - Mereka sedang makan bersama, dan Iblis telah membisikkan rencana dalam hati Yudas Iskariot, anak Simon, untuk mengkhianati Dia.

Jo berlari ke teras, menatap kearah jauh yang gelap. Lalu kilat menyambar lagi. Memperlihatkan sebuah cahaya jatuh dari langit di balik bangunan tinggi yang tak jauh dari apartemenya. Jo bergegas memasang jaket dan berlari menuju lantai dasar. Dia mengejar cahaya yang tadi dilihatnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun