Konstitusi negara Indonesia yakni UUD NRI Tahun 1945 telah mengatur bahwa negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang berdasarkan pada hukum. Negara republik berarti bahwa negara Indonesia menyelenggarakan pemerintahan sesuai dengan prinsip-prinsip negara kesatuan. Sementara sebagai negara hukum, maka negara Indonesia menjalankan pemerintahan sesuai dengan perundang-undangan yang diberlakukan saat ini. Negara Indonesia juga menganut kedaulatan rakyat yang dilaksanakan sesuai dengan konstitusi negara. Oleh karena itulah, hukum yang berlaku di Indonesia tidak semata-mata hanya untuk melanggengkan kekuasaan yang ada, melainkan untuk melaksanakan amanat rakyat. Penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dilaksanakan untuk melindungi dan menjamin hak-hak rakyat. Sementara hingga saat ini jaminan atas hak-hak kosntitusional belum sepenuhnya bisa diwujudkan. Penyelenggaraan pemerintahan yang terpusat atau praktik pemerintahan sentralisasi diakhir sebagai upaya untuk menjamin hak konstitusional tersebut. Hal ini dikarenakan, sentralisasi pemerintahan dinilai menyebabkan terjadinya kesenjangan pambangunan di daerah. selain itu, sentralisasi pemerintahan dianggap telah menyebabkan potensi daerah yang berbeda-beda tidak dapat meningkatkan daya saingnya. Hal ini berkaitan dengan pengaturan pusat yang menyeragamkan kebijakan, sehingga perhatian akan potensi daerah yang berbeda-beda banyak terabaikan. Dengan demikian, ketatanegaraan Indonesia pasca reformasi memilih penyelenggaraan pemerintahan berbentuk desentralisasi. Joeniarto (dalam Santoso, 2015:31) mendefinisikan asas desentralisasi sebagai prinsip yang menekankan mengenai pemberian wewenangan dari pemerintahan pusat ke pemerintahan lokal untuk mengurus pemerintahannya sendiri dalam beberapa urusan tertentu, yang umumnya disebut sebagai otonomi atau swatantra. Sementara definisi sedikit berbeda dinyatakan oleh Amrah Muslimin (Santoso, 2015:31) yang menyatakan bahwa desentralisasi merupakan bentuk pelimpahan wewenang atau kekuasaan sesuai dengan teori kewenangan oleh pemerintah negara kepada swantara (badan-badan otonomi di tingkat daerah). Desentralisasi di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan prinsip negara kesatuan yakni pelimpahan kewenangan dari pemerintahan pusat ke pemerintahan daerah dengan kedaulatan tetap berada pada pemerintahan pusat itu sendiri. Penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan karena adanya pelimpahan kewenangan dari pemerintahan pusat berdasarkan atribusi dan delegasi pada kewenangan yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah tersebut (Mahdi, 2017). Penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah ini disebut sebagai ''swatantra'' atau lebih dikenal sebagai ''otonomi daerah.'' Secara praktis otonomi daerah dapat dikatakan sebagai adanya pemberian kewenangan daerah untuk melakukan pengelolaan terhadap potensi daerahnya seoptimal mungkin. Otonomi di Indonesia menitikberatkan pada pemerintahan di tingkat Provinsi dan pada tingkat Kabupaten/Kota. Padahal hakikatnya otonomi daerah dimulai dari tingkat pemerintahan terendah, yakni pemerintahan Desa. Hal ini didasarkan pada pemerintahan desa yang jika dilihat secara historis merupakan awal dari masyarakat politik dan pemerintahan. Struktur sosial yang mirip dengan pemerintahan desa, seperti masyarakat adat, dan institusi sosial lain telah terbentuk sejak awal, bahkan pembentukan ini telah terjadi sebelum pemerintahan Indonesia terbentuk. Instutisi sosial mirip desa ini menduduki posisi yang sangat penting dalam mengatur kehidupan bangsa Indonesia sejak dahulu. Desa sebagai institusi sosial dan pemerintahan memiliki keunikannya sendiri, baik pada tradisinya, adat istiadat, dan juga hukumnya sendiri. Hukum yang berlaku pada tingkatan masyarakat desa tersebut merupakan hukum tidak tertulis, namun lebih ditaati oleh masyarakat. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa negara Indonesia merupakan negara hukum. Dengan demikian, keseluruhan penyelenggaran pemerintahan dan kehidupan bangsa dilaksanakan berdasarkan peraturan yang berlaku, begitu juga dengan penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan di tingkat daerah. peraturan perundang-undangan yang berlaku merupakan hukum tertulis dan belum mengatur mengenai keseluruhan hal, sehingga perbedaan adat istiadat, budaya, dan lain sebagainya dalam kehidupan belum termasuk di dalamnya. Sementara Indonesia merupakan negara hukum, sehingga peraturan perundang-undangan merupakan instrumen yang sangat penting. Sinaga (2019) dalam penelitiannya yang berjudul ''Politik Legislasi Hukum Tidak Tertulis Dalam Pembangunan Hukum Nasional'' menyatakan bahwa hukum positif memang tidak dapat merangkum dan mengakomodir semua sistem hukum tidak tertulis ini, namun masyarakat masih mempergunakan hukum tidak tertulis tersebut dalam kehidupannya, sehingga kedudukan hukum tersebut harus lebih diperjelas dalam sistem hukum nasional. Pemerintah Indonesia menyadari hukum yang berlaku di masyarakat tersebut dan berusaha untuk menjamin hukum yang berlaku di masyarakat tersebut. Hal ini terlihat dalam UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa yang mengatur bahwa pemerintahan desa yang dalam hal ini menjadi wewenang kepala desa berwenang untuk membentuk peraturan Desa. Pemerintahan desa dapat membentuk peraturan desa akan tetapi perlu diketahui lebih lanjut mengenai kedudukan peraturan desa tersebut dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, sehingga dapat diketahui mengenai kekuatan mengikat peraturan desa tersebut. dengan mengetahui mengenai kekuatan mengikat peraturan desa tersebut, maka dapat diketahui pula mengenai pemberdayaan keberagaman dan perlindungan atas hak tradisional Desa. Selain itu, perlu diketahui pula mengenai kewenangan desa dalam membentuk peraturan perundang-undangan tersebut.
KEMBALI KE ARTIKEL