Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

The Last Vampire [Part 8]

2 Desember 2019   23:46 Diperbarui: 2 Desember 2019   23:49 13 0
" Andwae! Andwae! ANDWAE!!!!!!!!! ", Andrew berteriak akan amarahnya yang memuncak.

" Chagiya... ", Marthia mencoba menenangkan anak keduanya itu.

" Bangsat! ", John memekik diantara tangisnya yang mulai pecah.

Darren hanya memeluk Edgard erat dengan tangisan dalam diamnya, hingga hembusan terakhir sang adik.

Andrew segera bangkit, menghidupkan mata kelelawarnya dan menelisik setiap sudut rumahnya tanpa celah sedikitpun.

Hingga langkahnya terhenti, saat melihat sebuah bayangan yang mulai hilang dari jendela besar dapur.

" Kau! ", teriak Andrew yang bersamaan dengan hilangnya bayangan itu.

-Flashback off-

Duak!

Andrew memukul peti mati itu dengan keras, tanpa melepas iris matanya untuk menatap adiknya.

" Aku pergi ", kata Andrew yang langsung bangkit dari lantai.

" Aku akan berada di belakangmu ", kata Darren.

" Jangan terlalu dekat. Hampiri aku saat aku berada dalam keadaan darurat ", lanjut Andrew yang dibalas anggukkan singkat Darren.

Dengan waktu kurang dari tiga detik, Andrew sudah berada di dalam sebuah kamar gelap.

Ia melihat seorang pria sedang tertidur dengan setengah telanjang di ranjang.

Tanpa basa-basi, Andrew menghampiri pria biadab itu dan menggigit lehernya keras.

" Aaaaahh!!! Tidaaaakk~..... "

Ia melepas gigitan dan hisapan darahnya saat tubuh pria itu membiru dengan cepat.

Sudut bibir kanannya terangkat dengan empat taring masih disana, serta iris mata yang berubah menjadi merah.

" Kau siapa? ", Andrew menoleh dengan cepat.

Ia melihat seorang wanita dengan dress hitam pekat berdiri di sudut kamar gelap itu.

Andrew mendekat dengan cepat, karena ia harus membunuh siapapun orang yang melihat jati diri aslinya.

Sring!

Andrew berhenti saat sebuah samurai berada tepat di depan dadanya.

Ia terkekeh pelan, ia rasa wanita ini mencoba menakuti Andrew dengan pedang seperti ini.

Namun, saat irisnya tidak sengaja melihat pegangan berkilau emas samurai itu, tawanya berhenti.

Ia menatap tajam mata wanita dengan wajah datar itu. Ia tak percaya, akan bertemu dengan malaikat mautnya dalam keadaan seperti ini.

Ah ya, setidaknya ini yang benar-benar Andrew inginkan. Agar wanita ini melihat, betapa kuatnya Andrew jika ingin mengalahkannya.

Andrew berdecih, dan maju mendekat ke arah wanita itu selangkah.

" Hai. I'm Andrew Ann Valdemor, your last vampire. Nice to meet you, Erma Gallienne Hildegard ".

Mata Gallienne terbuka sedikit, ia tak terkejut karena harus bertemu laki-laki ini dengan keadaan mencekam.

Lalu, ia berdecih juga. Merutuki mata gilanya karena tak mengenal bangkai hidup yang segera menjadi miliknya ini sedari tadi.

Ia menurunkan samurainya, dan dengan cepat memasukkan ke dalam bungkusan baja.

" Kau tak ingin membunuhku? ", tanya Andrew dengan suara dinginnya.

" Apa kau sudah tak bisa melihat hari ini? ", Gallienne menuju ke arah tas panjangnya lagi.

" Bukan bulan purnama ", lanjut Gallienne lagi.

" Kenapa kau tak mencoba membunuhku hari ini? "

Gallienne menatap laki-laki itu dari beberapa meter,

" Aku malas mengotori samuraiku dengan darahmu jika saat ini "

" Bagaimana jika kau mencoba membuat bekas darahku saja yang berada di samuraimu? Nona? "

Gallienne dan Andrew menoleh pada sumber suara.

Pria yang tubuhnya sudah membiru dan berteriak tadi, dalam penglihatan Gallie dan Andrew ia sudah berdiri dengan taring yang menjuntai indah.

" Kau? ", lirih Gallienne pelan.

" Kau kakak laki-laki ceroboh itu? Kau mau membunuhku? ", pria itu meloncat turun dari ranjang, dan gelak tawa muncul setelahnya.

" Mau mencoba membunuhku... Sekali lagi? ", pria itu semakin mendekat ke arah Andrew.

" Atau, kau ingin meluruskan rencana gagalmu tadi karena laki-laki berjubah ini, Nona? ", kali ini suara berat mencekamnya ditujukan pada Gallienne, yang masih menggenggam samurai singanya.

" Ah.. ", ia menunjuk samurai Gallie.

" Mainan ini yang akan membunuhmu? "

Ia mendekat ke arah Andrew lagi.

" Bagaimana jika.. Kita sama-sama menghabisi wanita itu, vampir? Aku dan klanku akan terbebas dari wanita gila itu, dan kau.. Kau terbebas dari kutukanmu. Setuju? ", pria itu berbisik dengan mengelilingi tubuh Andrew.

Andrew yang tetap dengan wajah dinginnya, hanya diam dan menatap lurus ke depan.

" Baiklah.. Ku anggap kau tak menyetujuinya ", di detik kemudian, pria itu berlari dan menuju ke arah Gallienne.

Dengan gerakan secepat kilatan petir, Gallienne telah mengeluarkan samurai singanya.

Namun telah ditahan oleh samurai yang lain.

Ya. Pria itu memiliki samurai juga rupanya.

Dengan gerakan yang sudah terbiasa, dan dengan wajah datar yang selalu ia miliki bahkan saat bertempurpun, ia berkali-kali mengarahkan ujung samurainya pada jantung serigala itu.

Jika sebelumnya hanya dengan beberapa gerakan musuhnya tumbang. Pria ini berbeda. Ia mampu terus menghalangi serangan Gallienne.

Hingga saat samurai pria itu mengenai punggung tangan kanan Gallienne, yang membuat samurai singanya hampir terjatuh, sebuah serangan balik yang ditujukan untuk leher putih Gallienne sedang bergerak cepat.

Mata Gallie terbuka lebar, namun lebih dari kecepatan samurai serigala itu, tubuh Gallie telah direngkuh oleh lengan kokoh disana.

Mata Gallie yang telah tertutup rapat itu mulai terbuka, saat ia merasa seperti melayang beberapa detik yang lalu.

Ia melihat sebuah jubah panjang yang mampu menutupi tangan kanan dan samurainya.

Tangan kirinya telah mengenggam erat lengan kekar, yang lengan satunya telah memeluk pinggang Gallienne.

Ia mendongak untuk memastikan argumennya.

Dan, iris matanya bertemu dengan iris mangsa yang ia idam-idamkan sejak ia lahir.

Iris mata berwarna hazel gelap itu, menatap tajam iris lain dengan warna merah darah.

Sejenak, ia melihat sang pembunuh dari kedua orang tuanya. Kebencian yang selalu ada jauh di dalam hatinya makin memuncak.

Dan,

Crat!

Sedetik yang lalu, Gallienne memutar tubuh vampir itu dan menancapkan samurai singanya tepat pada dada serigala tadi.

" K-kau! ", pria itu tumbang dengan memegangi dada berdarahnya.

Dengan wajah datarnya, Gallienne mencabut samurainya yang membuat pria itu jatuh tergeletak tak bernyawa lagi.

" Andrew! ", Darren muncul dengan nafasnya yang terengah-engah.

Gallie melepas lengan kekar itu yang masih bertengger pinggangnya,

" Neo Gwaenchanha? "

Kernyitan di dahi Gallie muncul,

" Ne hyung ", Andrew berkata sambil menatap bangkai pria itu dan Gallienne bergantian.

" Neo? Nuguseyo? "

" Hyung.. Dia bukan- "

" Annyeong, jo-neun Erma Gallienne Hildegard-iyeyo "

" Hangeuk ? ", tanya Andrew tetap dengan wajah dinginnya.

" Kenapa kau menyelamatkanku? ", tanya Gallienne dengan langkah mendekati Andrew.

" Lalu kau, kenapa kau tak membiarkanku mati? ", tanya Andrew kembali, dengan mendekati Gallienne juga.

Mereka berhadapan, dan menatap iris satu sama lain dalam diam, lagi.

" Karena aku ingin menikmati darahmu saat purnama, mungkin? ", kata Gallienne.

Andrew mendekat selangkah lagi,

" Dan mungkin.. Karena aku sedang membiarkan segala kemungkinan bisa terjadi? "

-Hello-

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun