Terhampar permadani hijau sejauh mata memandang
Pohon menjulang tinggi sejauh kaki melangkah
Embun menetes dari daun segar
Dibiarkannya tanah meresapnya
Riak sungai dan sepoi angin menjelma jadi alunan musikmu
Ilalang menari rayakan suka cita
Dibalik kabut, jingga muncul pancarkan sinarnya
Sungguh, pagi yang syahdu
Kini, tak ada lagi bentangan permadani hijau
Kotaku menjelma jadi wahana dan istana megah
Obsesimu melangit tuk jadi primadona
Deru dan bising mengiringi hari-harimu
Sore itu, hujan mengadu pada langit
Ditumpahkannya keluh kesahnya
Marah pada tangan-tangan tak bertanggung jawab
Malam makin mencekam, hujan di luar makin menderas
Lumpur, batu, dan kayu bergejolak
Hanya jeritan dan hiruk pikuk manusia yang terdengar
Istana dan menara berbaur dengan tanah
Alam telah murka
Karena rimba telah kau jamah
Hutan belukar telah kau bakar
Pohon telah kau tebang
Kini dia enggan bersahabat denganmu