Film ini mengisahkan bagaimana seorang bos mafia (diperankan oleh John Travolta) yang merekrut paksa seorang mantan hacker (diperankan oleh Hugh Jackman) guna membobol jaringan keuangan internasional melalui aksi peretasan secara online menggunakan beberapa unit super komputer secara bersamaan.
Kisah sukses tokoh Gabriel Shier (John Travolta) memindahkan uang tersebut ke rekening pribadinya di Monte Carlo, mengingatkan kembali kepada penulis mengenai pentingnya sistem keamanan finansial dalam institusi keuangan baik secara sistematis maupun elektronis.
Hal tersebut bahkan terbukti dari peristiwa yang baru-baru ini terjadi di mana sistem keuangan salah satu bank internasional dibobol oleh hacker yang mengakibatkan bocornya data nasabah mereka, dan bahkan kabarnya sistem lembaga keuangan dunia sekelas IMF pun telah berhasil ditembus oleh aksi para peretas online ini. Konon World Bank sampai harus memadamkan jaringan online nya yang terhubung dengan IMF agar tidak ikut dibobol.
Lantas bagaimana dengan di Indonesia? Setelah aksi carder kartu kredit yang marak beberapa waktu yang lalu di Indonesia, awal tahun 2010 lalu pun perbankan Indonesia mengalami kehebohan dengan maraknya aksi fraud dan pembobolan jaringan ATM di beberapa bank di tanah air. Salah satu bank bahkan sampai mengalami kerugian milyaran rupiah akibat aksi penjahat pembobol jaringan ATM ini. Hal ini belum termasuk dibobolnya jaringan internet banking salah satu bank swasta yang agak lumayan besar yang konon sistem keamanannya sangat lemah, namun hal tersebut tidak diakui oleh salah satu bank swasta tersebut.
Padahal aksi hacking baik melalui jaringan internet maupun atm dan transaksi kartu kredit melalui merchant ataupun secara online adalah kejahatan serius yang tidak bisa dianggap remeh ataupun dipandang sebelah mata. Sistem keuangan di Indonesia baik perbankan, sekuritas, asset management maupun asuransi harus bersatu membahas standar kemananan elektronis yang baku dan sangat aman. Karena biaya untuk implementasi dan pengembangan sistem keamanan jaringan sangat mahal, baik dari segi biaya maupun risiko kegagalan jika sampai terjadi pembobolan.
Otoritas moneter dan bursa tidak bisa tinggal diam hanya menyaksikan pembobolan demi pembobolan terjadi, sekarang mungkin masih di luar negeri, namun cepat atau lambat aksi tersebut akan semakin marak di negara lain termasuk kemungkinan marak terjadi di Indonesia. Jika sebelumnya cara pembobolan masih tradisional dengan mengintip password dan scanning kartu atm, beberapa waktu kemudian akan lebih dahsyat lagi jika tidak segera dilakukan antisipasi sejak awal.
Hal ini perlu diingat dan ditekankan berulangkali, karena dunia semakin lapar dan ketimpangan sosial semakin tinggi, sehingga tingkat kejahatan akan semakin tinggi, karena akan lebih banyak lagi orang yang putus asa dan mengambil jalan pintas melalui cara-cara tindak kejahatan termasuk aksi pembobolan sistem keuangan. Semoga kita siap menghadapi tindak kejahatan online yang semakin merajalela ini.