Jikalau pembobolan bank-bank BUMN dilakukan oleh para nasabah debitur bekerjasama dengan orang dalam, ataupun melibatkan non nasabah dengan orang dalam. Sementara kasus yang menimpa bank asing merupakan murni pembobolan account para nasabah prioritas oleh Relationship Manager-nya sendiri.
Selama ini demi mengejar target penambahan dana pihak ketiga dalam jumlah besar, bank-bank di tanah air baik Bank Swasta Asing dan Non Asing maupun Bank BUMN telah terjebak dalam euforia Perbankan Prioritas tanpa mengerti dan memahami konsep Perbankan Prioritas.
Mereka beramai-ramai mencontek style Private Banking ala Bank - Bank Swiss tanpa memahami konsep dasar dalam membangun sistem perbankan prioritas yang aman, terpercaya, bersahabat dan baik. Seringkali para Relationship Manager bekerja tidak sebagaimana fungsi semestinya. Ada yang mirip seperti pesuruh pribadi ataupun asisten pribadi, ada yang bekerja mirip seperti sales di toko, ada juga yang bekerja mirip seperti akuntan pribadi.
Padahal seharusnya para Relationship Manager bekerja sebagaimana layaknya fungsi utamanya, yakni menjaga relasi hubungan baik antara perbankan dan nasabah dan membantu nasabah mengelola dananya agar mencapai hasil investasi yang optimal.
Para relationship manager seharusnya juga tidak diberikan kewenangan yang terlalu besar apalagi tanpa kontrol dalam melakukan segala kegiatan yang berhubungan dengan transaksi keuangan. Karena hal ini dapat memicu munculnya kasus fraud terhadap dana nasabah.
Besarnya pengelolaan dana nasabah, juga seharusnya membuat bank membangun sistem audit baik keuangan maupun audit terhadap gaya hidup para relationship managernya secara maksimal. Terutama di tahap-tahap awal seleksi calon pegawai, harus benar-benar dilakukan pemeriksaan psikologis secara menyeluruh, karena biasanya bibit-bibit perilaku menyimpang dari calon pegawai bisa terbaca dan terdeteksi sejak dini pada tahapan seleksi wawancara dan pemeriksaan psikologis kepribadian.
Adalah salah jika tujuan bank hanya mengejar profit semata seperti yang terjadi belakangan ini, di mana penerimaan pegawai atas landasan orientasi target semata, tanpa mempertimbangkan faktor kejujuran dan loyalitas bekerja karyawan.
Sebab pengawasan yang lemah dan seleksi karyawan secara serampangan justru akan menjadi bumerang yang kelak menyerang bank itu sendiri di kemudian hari.
Begitu pula dengan sistem operasional di dalam perbankan prioritas, seharusnya tetap memperhatikan konsep kehati-hatian perbankan, dan tetap melibatkan nasabah, tidak seluruhnya dibebankan tugas tersebut kepada para relationship manager. Lagipula para relationship manager tetaplah manusia, mereka juga punya faktor kelelahan, godaan gaya hidup, dan terutama emosi.
Akhir kata, semoga kasus MD ini menjadi pelajaran berharga yang sangat mahal bagi industri perbankan prioritas dalam mengevaluasi kembali sistem prosedur kerja mereka, terutama juga sistem audit mereka. Salam.