Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan Pilihan

Jokowi: Salahkan Siapa Lagi, Ya?

22 Januari 2014   16:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:34 12 0
Banjir memang menjadi langganan bagi warga DKI, mungkin sudah tak diherankan lagi jika disaat curah hujan seperti sekarang ini yang mengguyur dari pagi hingga pagi lagi membuat volume air di aliran sungai di DKI meningkat, hingga meluap kepermukaan. Hal ini mendapat reaksi dari Joko Widodo (Jokowi) sebagai pemimpin Ibu Kota yang baru merasakan banjirnya Jakarta.

Maklum, mungkin karena anak baru Jakarta membuat Jokowi kaget dengan kondisi yang dialami oleh Ibu Kota sekarang ini. Akhirnya banyak yang disalahkan olehnya, dari mulai pemimpin terdahulu samapai cuaca yang menjadi faktor alam pun dinilai negatif. Entah, apakah itu untuk meminta pertanggung jawaban kepada pihak yang dianggapnya salah atau benar-benar hanya ingin menutupi seluruh janji-janjinya pada masa kampanye? Semua masih menjadi samar.

Berikut beberapa penjelasan Jokowi yang diambil dari berbagai media.

"Saya baru setahun, yang 20 tahun yang 30 tahun memimpin Jakarta sudah apa?" ujar Jokowi, Minggu (12/1) ada Indopos.

Jokowi merasa, usia memimpinnya masih terlampau muda dibanding para pendahulunya yang seharusnya bisa lebih tahu bagaimana menata Jakarta. Lho Mas, bukannya sampean dikirim ke Jakarta untuk memperbaiki itu semua ya?

Disisi lain, Jokowi pun menyalahkan Pemerintah Pusat. Ia menilai, dalam pembangunan tanggul  Latuharhary dan pengerukan Waduk Pluit harusnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, bukan Pemprov DKI. Padahal awalnya ia menegaskan bahwa itu akan bisa terselesaikan dalam beberapa hari saja.

"Pembangunan tanggul itu jangan ditanya ke Saya, itu tugas Kementerian PU" katanya saat ditanya persiapan tanggul Latuharhary mengahadapi banjir.

Ini Karena Hujan

Selain itu, mantan Walikota Solo ini memantau kondisi kawasan elite yang juga terkena banjir di daerah Kelapa Gading, Jakarta Utara. Jalan yang biasa bebas dilalui pengendara bermotor, kini hanya bisa dilalui oleh delman saja. Kenapa daerah ini bisa banjir, ternyata karena masyarakat sekitar tidak ingin mengaliri genangan dan banjir ke waduk yang sudah disediakan Dinas Tata Air Jakut.

Dalam kondisi banjir seperti ini, Jokowi menyalahkan "hujan" dan air rob yang meningkat. Nggak takut kualat ya menyalahkan hujan? Padahal hidup matinya ditentukan oleh sang pembuat hujan.

"Memang terjadi hujan deras disekitar Pulogadung dan robnya naik. Problemnya ada disitu." ujar Jokowi di lokasi, Sabtu (18/1).

Intensitas cuaca pun menjadi faktor utama yang dianggapnya sebagai penyebab volume air meningkat, akhirnya banjir.

"Ini murni karena curah hujan tinggi. Karena semua air dari wilayah atas (Kawasan Puncak/Bogor, Jawa Barat) masuk ke Jakarta" tuturnya pada Sindonews saat memantau Kampung Pulo, Senin (13/1).

Walhi, Manajer Penanganan Bencana menyebutkan bahwa orang yang menyalahkan hujan atas terjadinya banjir itu musyrik.

"Yang namanya volume air tetap segitu, enggak bisa berubah, tapi gentongnya ini yang dikurangi. Kalo lama-lama hanya menyalahkan curah hujan, nantinya masyarakat ini takutnya musyrik, bilang banjir karena Tuhan, padahal hujan itu berkah." tegas sosok yang memiliki nama lengkap Walhi Nasional Murki Friatna, dalam diskusi polemik Sindo Radio.

Nah, memang cerdas Mas Walhi ini, memang sebetulnya tidak seharusnya mengomentari hujan sebagai yang disalahkan. Agak lucu statement dari si politisi PDIP ini, mungkin karena sibuk mengurusi DKI yang jauh berbeda dengan ketentraman kondisi di Solo yang tak banyak tuntutan kebutuhan, membuat ia agak lupa tentang pelajaran terjadinya hujan.

Selain itu, kabar yang mencuat bahwa banjir disebabkan kiriman dari "atas" (baca: dari Bogor, Jabar), akhirnya mengundang reaksi Gubernur Jawa Barat, Aher,  untuk memberikan klarifikasinya secara tegas dalam wawancaranya di Radio Sindo Trijaya.

"Yang di Grogol, Jakbar, Jakut itu bukan karena Jabar. Tolong diluruskan. Kemudian di DKI itu ada 13 aliran sungai dan hanya 1 sungai saja yang dari Jabar, yaitu aliran Ciliwung." tuturnya, Senin (20/1).

Aher juga menambahkan, bahwa banjir yang terjadi di DKI bukan hanya tahun 2014 saja. Selain itu ia pun berharap ini sebagai tahun terakhir membicarakan banjir ketika banjir, kedepan harus bicara banjir ketika tidak banjir. Reaksi ini membuat Aher menemui Jokowi selepas ia dari Sindo Trijaya. Menyalahkan itu memang mudah, namun dampaknya membuat yang lain merasa dirugikan. Apalagi dengan tersebarnya statement tersebut di media televisi yang kebanyakan penerimanya itu instan untuk meng-iya-kan, karena sudah dirasa akurat.

Ahok pun Sama

Tak mau kalah dengan pimpinannya, Ahok pun mulai ikut-ikutan hobi menyalahkan. Depok menjadi sasaran empuk, ia beranggapan bahwa Depok yang menjadi salah satu faktor penyebab banjir. Menurutnya, ini karena Pemerintah Kota Depok memberikan izin untuk membuat perumahan didaerah berkontur rendah.

"Kita tidak bisa paksa mereka. Sama kaya Depok, banyak daerah yang kontur tanahnya rendah terutama kawasan yang dilintasi Ciliwung. Harusnya tidak boleh diuruk, karena volume air naik, masuknya ke daerah rendah tadi. Tapi di Depok apa? Yang terjadi malah kasih izin untuk bikin perumahan. Makanya sekarang kita cari lahan pemilik yang mau jual di Depok, kami mau beli" ujar Ahok.

Tapi sepertinya kita sudah biasa mendengar kata-kata orang nomor 2 di Jakarta ini, sudah banyak yang ia nyatakan salah, seolah ia adalah manusia yang paling benar.

Selain itu, Banjir di Jakarta Utara menurut Ahok adalah kesalahan penjaga pintu air yang tidak mengerti SOP buka tutup pintu air.

"Sekarang kalau itu tergenang, pasti Waduk Pluit penuh dong. Tapi kurang dari 1,5 jam kok bisa. Eh ternyata benar pintunya enggak dibuka sama tukang buka pintu airnya. Ya harusnya kamu buka dong kalau lihat pintu air kaya gitu. Orang kita tuh begitu, enggak disiplin SOP-nya" jelas Ahok di Balai Kota, Jum'at (17/1), via okezone.

Ketidak percayaan Ahok sampai sikapnya yang agak arogan sepertinya sudah biasa dilontarkan pada media, dalam menanggapi suatu isu maupun masalah yang sedang dialaminya. Mungkin begitulah caranya. Maklum, saya salah satu pengamat 2 sejoli ini sejak awal mereka menjadi calon Gubernur dan Wakil, karena cara kampanye yang unik.

Jokowi: DPRD Juga Salah

Terakhir, mungkin. Jokowi pun merasa terganggu dengan lambannya DPRD dalam mengesahkan APBD 2014 sebesar 72,7 triliun. Menurutnya, ini menghambat penanganan banjir. Selain itu juga menghambat pembayaran gaji pegawai di lingkungan Pemprov DKI yang akhirnya molor.

Melihat kondisi seperti ini, mengundang tanya yang mungkin menggelitik bagi sebagian orang. Lalu, apa atau siapa lagi yang nantinya akan disalahkan oleh pemimpin nomor wahid di DKI ini? Terkait bencana banjir yang sedang melanda sebagian besar kawasan DKI Jakarta, memang banyak yang harus dipelajari oleh pasangan serasi Jokowi-Ahok. Tapi apakah harus dengan menyalahkan berbagai pihak?

Setiap kejadian seharusnya bisa ditanggapi secara dewasa, karena akan ada yang merasa tidak nyaman dengan penjelasan yang selalu menyalahkan pihak-pihak diluar internal Pemprov DKI. Akhirnya kata-kata manis yang dahulu dijanjikan akhirnya menjadi pahit saat kenyataan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Jakarta butuh pemimpin yang benar-benar siap menjadi pelayan masyarakat, bukan pemimpin yang senang menyalahkan berbagai pihak.

Pengambilan keputusan juga bisa diukur dengan kondisi yang ada, apakah harus diputuskan segera dengan keputusan sepihak atau membicarakan masalah dengan pihak yang bersangkutan lalu mempercayakan tugas tersebut untuk segera diselesaikan. Dan sikap menyalahkan tidak akan menyelesaikan masalah. Kia semua tahu, pada awalnya Jokowi adalah sosok yang terlihat sangat semangat ingin mengurusi ini itu, saat urusan itu mulai mengalami masalah, barulah menyerahkan hal tersebut ke pihak yang "harusnya" menangani hal tersebut. Jadi tidak tuntas.

Semoga banjir ini ada hikmahnya untuk membuat yang tidak terkuak menjadi lebih terlihat, dan masyarakat lebih bisa pintar menilai siapa sosok yang telah mereka pilih kemarin.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun