Mohon tunggu...
KOMENTAR
Hukum

Main Hakim Sendiri (Eigenrichting) dalam Perspektif Hukum Positif di Indonesia

28 April 2024   09:33 Diperbarui: 28 April 2024   09:50 152 6
Dewasa ini fenomena "main hakim sendiri" (eigenrichting) memang menjadi fenomena yang sering kita temui di masyarakat Indonesia. "Main hakim sendiri" (eigenrichting) biasanya kerap terjadi di perkampungan, terminal, pasar, maupun tempat keramaian lainnya yang rawan akan pencurian atau pencopetan. Nah, apakah kalian masih ingat dengan peristiwa yang viral di media sosial beberapa waktu yang lalu, yaitu seorang pengendara mobil (kakek) yang dikejar oleh massa karena mengira kakek tersebut maling dan kemudian dikeroyok hingga tewas? Peristiwa tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa kejadian "main hakim sendiri" masih sering terjadi di Indonesia.

Menurut Budi Rajab, Dosen Studi Antropologi Universitas Padjadjaran (Unpad), beliau menegaskan bahwa dari peristiwa ini kekerasan masih melekat di tubuh masyarakat sehingga masyarakat mudah terprovokasi untuk melakukan aksi "main hakim sendiri" pada seseorang yang dituduh berkelakuan lain (berbuat kriminal). Selain itu, perilaku main hakim sendiri juga termasuk bukti nyata belum adanya kepercayaan dari masyarakat pada aparat penegak hukum. Hal ini terjadi karena masyarakat merasa jika diberikan kepada aparat hukum (polisi) harus melalui proses yang panjang sehingga timbul persepsi bahwa aparat hukum tidak segera menangani kasus kriminal tersebut.

Lantas, bagaimana peraturannya bagi orang yang melakukan tindakan "main hakim sendiri"?

Di dunia akademis, praktik main hakim sendiri biasa disebut "Eigenrichting" yang artinya tindakan individu atau kelompok telah melakukan tindakan di luar jalur hukum. Tindakan main hakim sendiri muncul karena beberapa faktor, di antaranya: adanya hasutan dari masyarakat terhadap terduga pelaku, perasaan kurang percaya terhadap penegak hukum, muncul hasrat untuk membalas perbuatan terduga pelaku hingga merasa jera, dan muncul pemikiran bahwa kepolisian kurang sigap untuk datang ke Tempat Kejadian Perkara (TKP).

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) belum ada aturan pasti mengenai orang yang melakukan tindakan main hakim sendiri. Namun, jika dalam tindakan main hakim sendiri tersebut terdapat kekerasan maka dapat dijerat dengan Pasal 170 KUHP dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun apabila menyebabkan kematian dan jika terdapat penganiayaan para pelaku dapat dikenakan Pasal 351 KUHP dengan ancaman pidana selama 7 tahun apabila menyebabkan kematian. Dalam kasus kakek berusia 89 tahun tersebut para pelaku yang mengira kakek tersebut maling kemudian mengejar dan mengeroyok di daerah Pulogadung, Jakarta Timur dapat dikenai Pasal 170 KUHP atau Pasal 351 KUHP.

Dapat disimpulkan bahwa atas dasar hukum tersebut, para korban atau yang bersangkutan dari main hakim sendiri dapat melaporkan ke pihak kepolisian jika ada masyarakat yang main hakim sendiri karena telah melanggar beberapa pasal dalam KUHP.

Apabila kalian menemui terduga pelaku kriminal, jangan dihakimi sendiri tetapi segera melaporkan ke pihak terkait (polisi) agar mereka yang menangani sehingga terduga pelaku kriminal segera mendapatkan hukuman yang sesuai. Jika kalian melakukan tindakan main hakim sendiri maka kalian yang awalnya menjadi korban bisa menjadi tersangka karena tindakan main hakim sendiri.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun