Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Indonesia Butuh Manusia Pakar

16 Maret 2013   05:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:41 173 0
Sekitar tahun 2004 silam, saya bertemu Prof. Yusril di Hotel Aston Palembang, beliau hadir dalam acara Munas PBB dan temu kader. Saya sempat melakukan wawancara singkat dan memberikan skripsi saya setebal 123 halaman tentang pemikiran beliau (Konsepsi Parpol dan Pemilu dalam Islam; Tela'ah Pemikiran Politik Yusril Ihza Mahendra). Rupanya beliau sangat antusias dan responsif, meskipun dari sisi metodologi dan substansi skripsi itu masih banyak kekurangan, apalagi untuk dibaca oleh seorang Profesor hukum tata negara kawakan sekelas Yusril. Tentunya, jauh dari harapan. Namun, situasi berkata lain, justru beliau memberikan apresiasi tentang substansi skripsi itu dan sangat penuh harap untuk dijadikan buku. Maklum saja, sebagai seorang Menteri, Yusril tidak tinggal diam dan menuliskan 'surat sakti' pada secarik memo yang beliau siapkan sebelumnya. Isinya memberikan peluang bagi saya untuk mengambil beasiswa S2 dalam dan luar negeri melalui dana Sekretariat Negara.

Waktu berlalu, saya sempat menjadi wartawan media cetak salah satu perusahaan pers terkemuka di ibukota. Melakukan kegiatan jurnalistik, dan meriset pelbagai informasi publik. Arena liputan saya seputar hukum dan politik, sempat pula meliput di lembaga peradilan (MA dan MK). Dalam kancah perpolitikan nasional, saya sempat terlibat langsung meliput kegiatan Partai Bulan Bintang di kawasan pasar Minggu Jaksel. Ketika itu, pak Kaban dan Hamdan Zoelva masih aktif menjabat. Pada setiap akhir pekan, kami (wartawan) diundang untuk diskusi mingguan dan membedah aneka ragam kasus yang hangat di tanah air. Termasuk kebijakan Presiden dan Yusril Ihza Mahendra.

Selain di PBB, saya juga pernah meliput di Partai Kebangkitan Bangsa, pimpinan Muhaimin Iskandar. Partai Bintang Reformasi pimpinan Bursah Zarnubi, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Golkar. Tetapi, yang berkesan hanya di PBB pimpinan MS Kaban. Mengapa? tidak perlu dijawab.

Terakhir bertemu Profesor Yusril, dua pekan ketika beliau dilengserkan oleh Presiden SBY sebagai Menteri Sekretaris Negara kemudian digantikan oleh Mensesneg Hatta Radjasa. Ketika itu beliau menuturkan rencana ke depan setelah pensiun dari jabatan Menteri. Termasuk terlibat langsung mengelola Kantor Hukum Ihza dan Ihza di bilangan Kuningan Jakarta.

Sebagai seorang guru besar, beliau adalah ilmuwan sejati, paham seluk-beluk hukum dan spesialisasi pada bidang kajiannya serta konsisten. Tidak mencari-cari ilmu lain untuk dikaji dan mengaku kalah bila memang tidak memahami suatu ilmu tertentu. Bagi saya, itulah yang dinamakan profesional. Memahami satu disiplin ilmu pengetahuan sampai ke akar-akarnya. Dewasa ini, kita menemukan para pakar yang memahami semua disiplin ilmu sehingga kita kebingungan memilih dan meyakini sejauhmana kepakaran seorang pakar tersebut.

Sesungguhnya, Indonesia harus mendidik dan menciptakan manusia yang memang pakar dalam satu bidang ilmu tertentu, hingga manusia itu dapat bermanfaat untuk pembangunan dan kemajuan Indonesia. Tidak zamannya lagi kita memahami semua disiplin kelilmuan yang berakibat pada ketidak pakaran kita terhadap pelbagai ilmu pengetahuan itu. Untuk disiplin ilmu hukum saja, Indonesia jauh tertinggal dengan negara lain. Hukum jauh lebih berkembang daripada perkembangan Negara Indonesia sendiri, dan disiplin ilmu hukum sudah banyak mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Sebut saja, hukum dunia maya (cyber), hukum perdagangan elektronik, hukum media digital,  hukum ekonomi syariah, hukum dunia ghaib (santet, teluh) dsb...

Terhadap disiplin ilmu hukum tersebut, masih minim para pakar yang memang memahami bidang hukum itu. Alhasil, pakar yang tidak memahami hukum tersebut, dengan sendirinya bertindak dan mengaku sebagai pakar dalam bidang kajian ilmu hukum itu. Akibatnya, kepakaran itu tidak dapat dipertanggung jawabkan dunia dan akhirat sehingga mendatangkan mudharat bagi seluruh manusia.

Kepakaran Prof. Yusril patut diancungi jempol, bidang hukum tata negara. Kepakaran beliau mewarisi kepakaran Prof. M. Yamin dan Prof. M. Natsir yang juga ngetop pada zamannya. Hal itu dikarenakan Yusril langsung belajar pada sumbernya bukan melalui perantara orang lain. Indonesia membutuhkan manusia-manusia yang pakar dalam bidang keilmuan secara mendalam dan mumpuni. Untuk menuju era tinggal landas, Indonesia harus spesifik merekrut para pakar dalam setiap bidang pembangunan, entah bidang ekonomi, teknologi, hukum, lingkungan, agama, pendidikan, dsb..

Selamat Profesor Yusril, sebagai penegak hukum, Anda sudah membuktikan kepakaran, dan sebagai ilmuwan Anda sudah menunjukkan kepakaran. Namun, sebagai negarawan, Anda belum menunjukkan kepakaran..Mudah-mudahan dengan 'lolosnya' PBB menjadi salah satu partai peserta pemilu 2014 menjadikan Anda pakar dalam bidang tata negara.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun