Ibunya yang hanya buruh cuci, tak bisa mencukupi kebutuhan 2 orang anaknya yang masih kecil-kecil. Ayahnya sudah meninggal 2 tahun yang lalu karena sakit ginjal. Titin masih kelas 2 SMA sedangkan adiknya masih duduk dikelas 1 SMP.
Belakangan ini ibunya sering mengeluh pusing dan sakit perut. Titin sebenarnya ingin membawa ibunya kerumah sakit, tapi apa daya dia tidak memiliki uang untuk biaya pemeriksaan dan menebus obat.
Dia hanya membelikan obat diwarung terdekat yang harganya dapat dijangkau. Kini semenjak ibunya sakit-sakitan dia sebelum berangkat kesekolah mencuci pakaian tetangga dan jika ada bahan yang dimasak dia memasak dulu untuk sarapan. Adiknya membantu menyapu dan mencuci piring.
“Ibu…Titin berangkat kesekolah dulu ya?”pamit Titin kepada ibunya sambil mencium tangan ibunya.
“Bagas juga bu..”
“hati-hati dijalan ya nak,”jawab ibunya dengan suara lirih
“Assalamu’alaikum”ucap mereka
“Wa’alaikumsalam”jawab ibunya
Ibu Lastri bangga mempunyai anak seperti mereka. Yang selalu nurut dan rajin. Hampir setiap malam saat ia melakukan sholat sunnah lail, ia meneteskan air matanya. Dalam hening sepi dan gelapnya malam, ia berdoa “Ya Allah, terimakasih Engkau telah menganugrahkan Titin dan Bagas kepadaku. Sungguh itu merupakan harta terindah dalam hidup hamba. Ya Allah kabulkanlah cita-cita mereka. Tuntunlah mereka agar selalu melangkah dijalan-MU. Amin “
@ @ @
“Ibu, tabungan Titin buat ibu berobat saja.”
“Gak usah Nak, itukan buat bayar SPP kamu sama adik kamu.”
“gak papa Bu, Titin ikhlas kok, asalkan ibu bisa sembuh.”
“enggak, ibu gak sakit kok Nak.” Ucap bu Lastri sambil memeluk anaknya.
Tidak terasa tetes demi tetes butiran bening jatuh membasahi pipi mereka. Sampai rasa kantuk menyerang mereka dan akhirnya mereka tidur berdua.
Tengah malam bu Lastri terbangun karena ia merasakan pusing. Diambilnya minyak kayu putih lalu dioleskan ke keningnya. Tapi rasa pusing itu masih saja menggerogti kepalanya. Bu Lastri hanya memandangi Bagas dan Titin sambil tersenyum. Dia tidak membangunkan mereka yang lagi asyik merangkai mimpi-mimpi indah. Karena dia tidak ingin anaknya melihat dia kesakitan. Sampai pagi datang bu Lastri tidak bisa tidur, ia hanya rebahan di ranjang yang sudah reot dimakan usia.
Tak lama kemudian Bagas dan Titin bangun. Setelah mereka menjalankan sholat subuh, lalu mereka melaksanakan tugas masing-masing. Dan kemudian mereka berangkat kesekolah.
@ @ @
Pagi jelang siang, rasa sakit dikepala masih saja menyiksa. Dengan langkah tertatih-tatih bu Lastri berjalan kebelakang untuk mengambil air wudlu dan sholat dhuha. “Barangkali aja dengan aku sholat, rasa sakitku ini sedikit berkurang”, gumam Bu Lastri dalam hati. Sholat sunnah 2 rokaat itupun ia lakukan dengan duduk. Karena ia tidak mampu berdiri terlalu lama. Sholat telah ia lakukan tapi rasa sakit masih menghinggapi wanita separuh baya itu. Tak henti-hentinya Bu Lastri mengucapkan istigfar. Sampai ketukan pintu menghentikannya.
“Bu Lastri..”panggil mbok Yem tetangga sebelah
“ya, sebentar.” Sambil melepas mukena ia berjalan dengan tertatih-tatih. Namun pusing dikepalanya semakin bertambah sakit.
“Ini bu, tadi saya habis masak soto.”ucap mbok Yem
“Oh ya makasih ya mbok, repot-repot segala.” Sambil menaruh mangkok dimeja dengan tangan yang bergemetar.
“gimana bu, udah baikan belum”?tanya mbok Yem
Baru saja Bu lastri mau menjawab pertanyaan mbok Yem, rasa sakit dikepala kembali menyerang, dan Bu Lastri akhirnya jatuh pingsan.
Mbok Yem yang panik kemudian memanggil Pak Karta yang kebetulan lewat.
“Pak…Pak…tolongin Bu Lastri pingsaan”.
Dengan gesit Pak Karta berlari masuk kedalam.
“Mbok, ini harus dibawa ke Rumah Sakit” kata Pak karta
“ya”. tanpa ba bi bu Mbok Yem kemudian berlari tergopoh-gopoh menuju rumah Pak Edi untuk dimintai tolong mengantarkan Bu Lastri ke Rumah Sakit.
Dengan sigap Pak Edi langsung membawa Bu Lastri ke Rumah sakit. Dan tetangga-tetangga pada datang.
Tetapi sampai di Rumah Sakit, nyawa Bu Lastri tidak tertolong lagi. Kemudian Pak Edi mengabari warga bahwa Bu Lastri meninggal dunia.
Ternyata Titin dan Bagas sudah pulang dari sekolah. Mereka berniat akan menengok ibunya ke Rumah sakit. Tetapi dilarang oleh mbak Betti. “Gak sah ke Rumah Sakit aja, ibu kamu bentar lagi pulang kok”, ucap Betti
“Alhamdulillah..”ucap Titin dan Bagas hampir bersamaan.
Tetapi Titin mencium ketidakberesan dengan ini semua. Rasa gelisah tiba-tiba menghantui gadis malang tersebut. “Ya Allah…semoga tidak terjadi apa-apa dengan ibu”,doa Titin dalam hati.
Tak lama kemudian jenazah Bu Lastri datang.
Betapa terkejutnya Bagas dan Titin, saat melihat ibunya sudah terbujur kaku.
“ibuuuuu….jangan tinggalkan kami”, teriak Titin sambil menghoyak-hoyak tubuh kaku ibunya.
Warga yang melihatnya juga menitikkan air mata.
“Sabar ya Le…Nduk…ini ujian dari Allah, kalian harus terima dengan ikhlas. Biar ibumu dimudahkan jalannya dan dilapangkan kuburnya.”nasehat Mbok Yem yang juga ikut menangis.
Akhirnya jenazah Bu Lastri dimakamkan di samping kuburan suaminya.
Usai pemakaman, saudara dan sebagian warga masih berkumpul di rumah duka. Membahas nasib Bagas dan Titin setelah ditinggalkan ibunya.
Setelah musyawarah hampir 30 menit akhirnya sepakat bahwa Titin dan bagas akan ikut tantenya yang dari Yogyakarta. Mereka akan disekolahkan disana.