Namun, tingginya konsumsi pupuk sintetik membawa konsekuensi lingkungan, seperti pencemaran air tanah dan emisi gas rumah kaca. Untuk mengatasi masalah ini, mikroorganisme penambat nitrogen seperti bakteri Rhizobium menjadi alternatif unggulan. Rhizobium membentuk simbiosis dengan tanaman kacang-kacangan, mengikat nitrogen atmosfer, dan mengubahnya menjadi senyawa yang dapat dimanfaatkan tanaman. Hubungan ini saling menguntungkan: tanaman menyediakan energi bagi bakteri, sementara bakteri meningkatkan kadar nitrogen tanah.
Selain Rhizobium, mikroorganisme bebas-simbiosis seperti Azotobacter, Azospirillum, dan Bacillus juga mampu menambat nitrogen secara mandiri. Penelitian bioteknologi bahkan telah memungkinkan rekayasa genetik, termasuk transfer gen nitrogenase (gen nif) dari Rhizobium ke mikroorganisme lain seperti Escherichia coli, yang memperluas cakupan pemanfaatannya.
Keunggulan mikroorganisme penambat nitrogen meliputi efisiensi tinggi, risiko minimal terhadap lingkungan, dan biaya implementasi yang relatif rendah. Di berbagai negara maju dan berkembang, penerapan mikroorganisme ini telah menunjukkan peningkatan hasil pertanian sekaligus mengurangi ketergantungan pada pupuk sintetik.
Dengan berbagai manfaat, termasuk peningkatan kesuburan tanah, pengurangan dampak lingkungan, dan efisiensi sumber daya, mikroorganisme penambat nitrogen diyakini akan menjadi pilar penting dalam transformasi sektor pertanian menuju keberlanjutan.