Saya yang baru saja mengambil koran pagi yang dilempar pengantarnya ke teras rumah berpikir sejenak sambil membolak-balikkan lembaran koran. "Sebentar, Ma...lihat nih! harga gas yang 3 Kg naik juga lho....!" Kata saya sembari menunjukkan sebuah berita yang berjudul : "Gas 3 Kg naik 50 Persen".
"Lah, katanya gas 3 kg ini tidak naik, pa. Kan disubsidi?" Tanya istri heran.
"Ya sama aja toh ma. Yang naik itu harga gasnya, bukan tabungnya toh....! Mana mau pengencer merugi. Jadi gimana ma, kita ganti ke kayu bakar saja?' Canda saya.
"Gas dong, pah!" Cibir istri. Beli yang 3 kg aja ya pa? agak irit, yang penting dapur ngepul." Katanya.
"Pa, siang ini beli nasi padang aja yuk pa, hari ini aja. Ya??" Rengek istri sepertinya agak sebel dengan harga gas yang melambung tinggi. Membuat kehilangan gairah untuk masak. Saya pun mengiyakan.
Di rumah makan Padang langganan kembali kami disuguhi berita tak enak. Harga nasi Padang yang sebelumnya hanya Rp. 13 ribu per bungkus dengan Lauk Ayam Goreng, sekarang naik drastis menjadi Rp. 17 ribu/bungkus dengan lauk yang sama. Alasannya karena harga gas naik!
Alamak. Saya ketawa dalam hati liat raut muka istri.
Kado tahun baru dari Pemerintah kali ini memang sangat luar biasa. Mulai dari kenaikan BBM, harga Dollar Amerika yang sudah tembus angka Rp. 12. 210 , - hingga kini, harga gas yang naiknya tidak tanggung-tanggung, langsung "digas" naik 50%.
Malam ini saya membaca alasan Pertamina menaikkan harga gas tersebut karena sejak 2009 - 2013 Pertamina merugi hingga 22 trilyun karena murahnya harga gas dalam negeri. Sementara, menteri ESDM Jero Wacik mengatakan eskpor gas kita keluar negeri akan terus ditambah untuk menambah devisa negara dari gas.
Kalo begini artinya pertamina sebenarnya tidak pernah merugi menjual gas di dalam negeri apalagi ditambah dengan subsidi pemerintah. Pertamina hanya merasa "merugi" karena penghasilan Pertamina dari menjual di dalam negeri jauh lebih kecil dari hasil ekspor.
Akhirnya demi penghasilan lebih banyak rakyat dikorbankan dengan isu yang naik hanya gas 12 Kg, padahal dilapangan gas 3 Kg tetap turut naik.
Pemerintah sepertinya tidak mau tahu bahwa gas 12 Kg dan 3 Kg ini rata-rata dipakai oleh rakyat menengah kebawah. Pemerintah menutup mata dengan hal ini. Padahal dalam amanat Undang-Undang Dasar Negara, seluruh hasil bumi dan kekayaan alam Indonesia harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Tragis.