Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Artikel Utama

(Episode Hukuman Mati) Mantan Presiden Seusil Mantan Pacar

29 April 2015   20:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:33 814 4
Selamat malam para mantan, salam move on untuk kita semua dan selamat datang di "mantan presiden seusil mantan pacar" episode ke dua, hukuman mati.

Seperti biasa, sebelum menuju bahasan abusrd, mari mengheningkan hati untuk mengingat nama-nama mantan kita semua, baik yang unyu sampai yang menyebalkan sekalipun.

Oke selesai.

Jika di episode sebelumnya saya terhenyak lebay, malam ini saya prihatin sambil memegang dada sebelah kiri dengan tangan kanan. Ini dikarenakan sang mantan batal 'jalan-jalan' ke Australia karena pemerintah Indonesia baru saja menembak duo bali nine semalam. Hukuman mati ini rupanya berdampak langsung kepada aktifitas mantan.

Melalui akun twitternya, sang mantan mencurahkan isi hatinya yang paling dalam dengan menggunakan bahasa indonesia. Mungkin beliau berpikir sebagian followernya adalah orang yang sangat mengharapkan kedatangannya di Australia. Entahlah, silahkan kalian pikirkan sendiri. Berikut ini saya kutipkan kalimatnya dari akun resmi SBY:

"Rencananya saya akan ke Perth sebagai visitig professor di University of Western Australia dan senior fellow di US-Asia centre. Dalam 5 hari kunjungan saya juga dijadwalkan untuk berikan pidato kunci si international forum in the zone tentang kerjasama Asia Pasifik. Namun situasi sosial, politik dan "keamanan" tidak kondusif untuk kunjungan saya, berkaitan dengan protes keras Australia terhadap Indonesia. Masyarakat Australia amat emosional dan lakukan unjuk rasa di sejumlah kota, terkait eksekusi terpidana mati warga negaranya. Tuan rumah dan kedutaan Indonesia mengindikasikan selama di Perth akan terjadi hal-hal yang bisa mengganggu. Setelah berkonsultasi denga kedutaan besar RI untuk Australia dan pejabat utama di Jakarta, saya putuskan untuk membatalkan kunjungan saya"

Itulah kalimat sambutan klarifikasi dari si mantan yang batal terbang ke Australia. Maka dari itu kita sepatutnya prihatin dengan kondisi yang sekarang terjadi. Sudah jadi mantan, batal jalan-jalan pula gara-gara Presiden baru yang suka bikin rame.

Namun selain prihatin, saya juga jadi berpikir. Sekritis itukah kondisi di Australia? Jangan-jangan ini hanya kelebayan sang mantan yang sudah menjadi sifat natural ssjak dulu. Baiklah sayapun langsung menghidupkan pemancar kepo.

Pagi tadi pada jam 10:33 WIB seorang kompasianer senior Tjiptadinata Effendi sudah menuliskan kondisi terkini di Australia. Sebagai peraih kompasianer of the year 2014 dan sedang berada di Australia, beliau cukup sering menuliskan berita tentang negara kanguru tersebut. Berikut saya kutipkan:

"Tak tampak ada suasana mencengkam ataupun was-was di sini. Kehidupan berjalan seperti biasa saja. Bahkan tak ada seorang pun yang membahas eksekusi ini, baik di mall-mall ataupun di kafe-kafe."

Merasa tak cukup puas, pemancar kepo masih tetap nyala. Rupanya Pak Tjip juga menuliskan kondisi terkini menjelang eksekusi semalam. Dalam artikel yang dipublish pada jam 16:38 WIB (28/04/15) itupun sudah dijelaskan bahwa tidak ada sama sekali kegaduhan atau semacamnya. Bahkan salah seorang temannya warga Australia sempat berkomentar "Effendi, the problem is not our bussiness, but between our government." Kalau bahasanya Jokowi di media bisa jadi "bukan urusan saya."

Kondisi inipun dibenarkan dari pantauan saya di forum pelajar Indonesia di Australia. Mereka santai-santai saja tanda tak ada perubahan berarti.

Sampai di sini saya jadi berpikir, si mantan dapat berita dari mana yang menyebutkan terjadi demo di sejumlah kota? Karena menurut Pak Tjip, bahkan majalah dan tabloid pun TIDAK mengangkat berita duo bali nine ini. Saya jadi ingat Anggun C Sasmi yang sempat menghebohkan karena membela terpidana mati narkoba. Dengan lirik lagunya "melambung jauh terbang tinggi bersama mimpi." Jangan-jangan si mantan sedang bermimpi dan berimajinasi? Ehem.

Untuk itu sayapun mematikan pemancar kepo dan duduk menuliskan ini. Tentu saja selanjutnya kita akan masuk pada bahasan analisa-analisaan untuk menyimpulkan sesuatu yang sebenarnya amat sangat tidak penting ini. Baiklah kita mulai.

Kita lanjut pada kalimat selanjutnya agar otak kita bisa sedikit lebih baik dari spongebob. Berikut ini saya kutipkan:

"Ketika menghadapi protes dan gempuran pertanyaan pers, tidak mungkin saya berseberangan dengan negara, pemerintah dan presiden kita. Memang saya tak selalu setuju dengan cara-cara pemerintah menangani hubungan internasional, tetapi kita punya kedaulatan. Sebagaimana Indonesia menghormati kedaulatan negara lain, negara lain juga mesti menghormati kedaulatan dan dan sistem hukum kita"

Jika kita perhatikan sebenarnya tidak ada yang salah. Namun cukup menggelitik karena si mantan nampak galau dengan mengatakan "tidak mungkin saya berseberangan" namun di kalimat selanjutnya "memang saya tak selalu setuju dengan cara-cara pemerintah menangani hubungan internasional." Sudah terasa galaunya? Sebaiknya kalian minum Aqua dulu supaya bisa lebih fokus membaca. Ehem.

Si mantan mengatakan tak selalu setuju dengan cara pemerintah menangani hubungan internasional. Sejauh ini, sejauh perhatian saya pada negeri ini, ada dua moment hubungan internasional Indonesia yang cukup booming, yakni kapal ikan dan hukuman mati narkoba. Lalu manakah yang dimaksud si mantan? Ikan apa narkoba? Mari kita tanyakan pada mantan karena alat pemancar kepo saya tidak dapat menjangkau berita si mantan pernah tidak setuju dengan pemerintah dalam hal menangani hubungan internasional.

Sebenarnya kalau si mantan bicara berputar-putar, labil, tidak jelas maksudnya apa, menggunakan bahasa langit, yang intinya agar masyarakat tidak #rame, bukanlah perkara baru. Tapi di 2015 ini menjadi penting karena kesensiannya (bukan keseksiannya) menjadi berlipat-lipat. Kenangan 'KESUKSESAN' masa lalunya terus diobral sana-sini yang justru semakin membuat kita bahagia. Tentu saja pada kesempatan kali ini pun si mantan menyertakan data tidak valid kesuksesannya di masa yang antah berantah. Berikut saya kutip lagi:

"Selama 10 tahun pimpin Indonesia, saya berusaha keras tingkatkan persahabatan dan kerjasama, sambil atasi masalah yang ada. Hasilnya nyata, Australia dukung penuh kedaulatan dan keutuhan wilayah kita, termasuk Papua. Kerjasama saling menguntungkan dan meningkat."

Mari tepuk tangan prok prok prok ala Pak Tarno. Kira-kira kalimat tersebut jadi apa? Tentu saja jadi absurd. Entah sahabat seperti apa yang menyadap ponsel presiden dan menteri sahabatnya? Beruntung si sahabat ini tau sahabatnya hanyalah politisi jalan tengah yang akan diam saja di tempat tersebut karena takut ditabrak mobil jika bergerak. Jadilah si sahabat semena-mena dengan menyadap dan sebagainya.

Andai saya punya sahabat yang membaca SMS atau lihat-lihat gadget saya tanpa izin, tentu saja bakalan saya marahi. Saya punya harga diri, punya privasi. Bagaimana dengan kalian? Minimal kita pelototin. Tidak hanya memanggil dubesnya. Ini kan jadi mirip Australia yang saat ini memanggil dubesnya di Jakarta? Jadi ketika dua warga negara Australia ditembak mati karena kasus narkoba, dubesnya ditarik. Indonesia di era si mantan, dirinya berikut menteri dan istrinya sendiri disadap, juga cuma memanggil dubesnya? Apa hubungannya Australia dan istri si mantan? Tanyakan saja pada Rhoma.

Kesimpulan di episode ini adalah: si mantan kembali lebay. Entah membaca berita dari mana bahwa kondusi di Australia tidak kondusif dan terjadi demo di beberapa kota. Jangan-jangan si mantan membaca koran kanguru? Dan melihat sekumpulan kanguru lagi makan bersama namun dikira berdemo? Entahlah. Tanyakan saja pada kanguru yang suka goyang-goyang.

Lagipula kalaupun si mantan datang, beliau kan sudah bukan presiden, masa iya mau didemo? Tapi lucu juga kesannya takut didemo dan terjadi kerusuhan, kalah nyali sama WNI di Malaysia yang tetap datang ke stadion meski sehari sebelumnya diserbu sporter Malaysia. Karena mereka tau kalaupun terjadi kerusuhan, pastilah negara setempat akan mengamankan, sama seperti pemain timnas Malaysia yang pulang tanpa lecet sedikitpun meski 'diseruduk' sporter di GBK. Tapi sekali lagi itu hanya kalau, karena kenyataanya tidak ada keributan sedikit banyak pun di Australia. Ihik ihik.

Selain itu, kita jadi belajar arti sahabat. Oke ini sedikit serius. Silahkan minum Aqua lagi supaya bisa bedain mana Narji dan Sandy. Dalam bersahabat, posisi tawar kita harus kuat. Meski lebih miskin dan sebagainya harus tetap punya harga diri. Jangan mentang-mentang kita miskin, lebih muda, lebih kurang, bisa diperlakukan dengan semena-mena. Lagipula sahabat yang baik itu adalah yang jelas dalam bersikap. Bisa marah dan bisa ramah sesuai kondisi. Bukan yang cuma bisa senyum-senyum meski istrinya diganggu-ganggu.

Begitulah kesimpulannya. Soal apakah si mantan sebenarnya tidak setuju dengan hukuman mati, kita tanyakan saja pada beliau. Kalau aku sih YES, setelah membaca kalimat kegalauan dari ujung ke ujung. YES lah, ga tau mas Dhani.

Berhubung temanya malam ini adalah prihatin, ya sudah mari kita prihatin saja. Tak perlu ada sesi memberi lagu penutup untuk si mantan sebab dia sedang tidur dan tak sadarkan diri dalam alam imaji kanguru.

Alan Budiman

Pakar Mantan

Buat yang belum baca episode satu, silahkan mampir dulu http://politik.kompasiana.com/2015/04/28/mantan-presiden-seusil-mantan-pacar-episode-hutang-721145.html

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun