Mohon tunggu...
KOMENTAR
Olahraga Pilihan

Mental, Krusial Tentukan Skor Akhir World Cup 14

17 Juni 2014   17:32 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:22 143 0
Bagi saya, hasil pertandingan dengan skor di luar prediksi adalah Iran 0-0 nigeria, Uruguay 1-3 Costa Rica dan Ghana 1-2 USA.

Brazil sebagai tuan rumah world cup 2014 dikejutkan dengan gol blunder Marcelo yang membuat mereka tertinggal 0-1. Tekanan mental dari sporter tuan rumah nyaris menjadi bumerang, untungnya Neymar menjadi pembeda. Golnya dari sepakan tak terlalu keras tapi terukur dari luar kotak penalti melambungkan mental pemain. Sporter pun kembali riuh saat Brazil dihadiahi penalti, Neymar lagi-lagi berhasil dan membuat jalannya pertandingan semakin cepat dan sporadis. Perlawanan Kroasia untuk berusaha menyamakan skor selesai setelah Oscar berhasil menambah gol dan menjadikan skor 1-3 bagi Brazil.

Pada pertandingan Spanyol melawan Belanda, pemain spanyol yang saya sebut turun dengan format setengah tiki-taka terlihat semakin kebingungan menghadapi pressin ketat dari Belanda. Mendapat hadiah penalti dan sukses dimanfaatkan Alonso menjadi gol pembuka, membuat para pemain asik berputar-putar menguasai bola. Namun tak ada tekanan atau peluang berarti. Sebaliknya Belanda yang memiliki Robben dan Van Persie berhasil menjadi pembeda. Sundulan setengah terbang Van Persie sekilas memang unpredictable dan cukup menyentak mental Spanyol. Robben semakin bergerilya ke semua sisi lapangan, khas permainan total football.

Belanda berhasil bangkit dan mengakhiri pertandingan dengan skor mencolok 1-5, berkat ketenangan mental dan faktor Robben serta Van Persie yang masing-masing mecetak 2 gol hasil skill individu yang luar biasa.

Saat Chile sudah di atas angin dengan keunggulan 2-0, Australia sempat menyentak dengan gol Cahill yang membuat skor menjadi 2-1. Australia kemudian bermain lebih percaya diri untuk bisa menyamakan skor, beruntung Chile tetap bisa meladeni semangat anak-anak kanguru dan berhasil menciptakan gol tambahan (3-1) di ujung laga yang membuat perjuangan Australia menyamakan skor selesai.

Colombia jelas diunggulkan saat melawan Yunani, tapi banyak orang yang masih terpesona dengan mantan juara euro itu saat mengalahkan tuan rumah Portugal di partai final. Tak diunggulkan, namun juara. Di world cup 14 semangat Yunani selesai di menit ke-5, Armero menciptakan gol yang membuat konsentrasi mereka buyar. Setelah itu tak ada lagi yang menarik dari Yunani yang biasanya selalu mengejutkan. (3-0).

Jepang memang saya prediksi akan menciptakan gol lebih dulu. Maklum, semangat mereka luar biasa samurainya. Ditambah persiapan matang 4 tahun dengan pelatih Italy yang cukup mentereng. Namun mental mereka tak terlalu kuat untuk melawan pemain berpengalaman dari Pantai Gading. Masuknya Drogba seperti memberi shock teraphy. Baru 2 menit Drogba masuk menggantikan Serey Die sudah berhasil membuat Bony ciptakan gol penyama. 2 menit kemudian Gervinho membuat negaranya unggul 2-1 atas Jepang.

Menarik untuk melihat Uruguay yang seharusnya mendominasi dengan pemain bintang, kemudian gigit jari dengan 3 gol balasan setelah Cavani dihadiahi penalti. Uruguay seolah tak berdaya melawan Costa Rica. Faktor apa yang membuat mereka tak bernyali? Cuaca dan mental. Tim dari eropa dinilai kurang srek untuk bermain di Brazil, apalagi kalau harus melawan tim negara tetangga (benua amerika). Namun kunci dari kemenangan Costa Rica tetaplah mental dan optimisme tinggi saat tertinggal, apalagi gol Cavani adalah penalti. Sangat tidak menyenangkan bagi pemain dan pelatih.

Inggris dan Italy tampil dengan ciri khas masing-masing. Bisa dilihat dari nuansa liga kedua negara ini, inggris dengah kick and rush yang sangat atraktif. Sementara Italy penuh 'diplomasi'. Pelan-pelan yang penting menang. Gol Marchisio menit 35 berhasil dibalas oleh Sturidge 2 menit setelahnya. Pertandinganpun kembali seperti semula, antara sporadis dan kalem tapi mematikan. 5 menit usai turun minum, Balotelli mendapat umpan lambung akurat dan berhasil menyundul bola masuk ke gawang Inggris. Setelah skor 2-1 Italy kemudian menggunakan strategi cattenacio, mengandalkan serangan balik. Bisa disimpulkan Italy lebih terkonsep dalam menyerang dan bertahan. Sementara Inggris masih seperti biasa, offensive dan mudah dipatahkan.

Ekuador melawan Swiss mirip pertandingan Jepang melawan Pantai gading. Ekuador yang sempat unggul lebih dulu di babak pertama, dikejutkan oleh gol penyeimbang 3 menit pertama babak kedua. Pemain sekelas Inler, Shakiri, Leinsteiner dan Behrami menunjukkan mental juaranya. Terus menekan dengan sabar menunggu gol kemenangan di menit akhir pertandingan. Sementara mental pemain Ekuador berkurang setengah saat skor menjadi 1-1.

Lionel Messi yang turun sejak awal melawan Bosnia seperti tak ada bedanya Argentina tanpa dirinya. Unggul di babak pertama hanya hasil gol bunuh diri. Tak ada yang istimewa. Tapi aksinya di menit 65 berhasil menciptakan gol dari luar kotak penalti. Messi meluapkan emosinya seolah itu pertandingan final dan melawan tim besar. Ini menjadi modal penting mengingat nama top seperti higuain, aguero, rodreguez, dan di maria seolah bukan mereka. Strategi permainan yang menurut saya sangat biasa untuk diisi pemain top dunia. Dan semuanya harus berterima kasih pada Messi mengingar Bosnia sempat menciptakan gol di ujung laga.

Iran di luar dugaan mampu mengimbangi dominasi Nigeria. Bermain tenang, meski hasilnya hanya 0-0, jelas sudah merupakan kebanggaan bagi mereka. Mental pemain Iran tidak silau dengan nama besar Mikel, Moses, Amoebi dan Emenike dari Nigeria, jika terus bermain seperti pagi tadi, bukan tak mungkin Argentina pun akan kewalahan untuk mencetak 1 gol.

Amerika cukup mengejutkan dengan meladeni Ghana dan berhasil menang 2-1. Selain agresifitas dan skill individu Amerika seperti Dempsey, Ghana juga tak terlihat seperti Ghana yang seharusnya. Mereka kehilangan fokusnya saat Dempsey berhasil ciptakan gol sebelum menit pertama. Kemudian Ghana bermain sangat teburu-buru dengan umpang cepat dan langsung. Asa untuk balik unggul sempat memuncak saat Ghana berhasil ciptakan gol dari skema menyerang yang sangat bagus pada menit 82. Namun mental USA tetap kokoh hingga akhirnya kembali unggul lewat sundulan hasil sepak pojok menjelang pluit panjang dibunyikan.

Dan yang paling lucu adalah Ronaldo yang dibuat frustasi oleh pemain Jerman. Saya sempat berharap Ronaldo dan Nani bisa menjelma seperti Robben dan Van Persie menaklukan tim dengan kualitas merata seperti Jerman. Namun Jerman bermain sangat berbeda, matang, cepat dan umpan akurat. Seakan ga ada bedanya dengan atau tanpa Ronaldo serta Nani di lapangan. Penalti di awal pertandingan jelas menurunkan mental Portugal, namun Ronaldo dan Nani masih bergerak. Portugal sebenarnya sudah menyerah saat gol sundulan Hummels dari sepak pojok membuat skor menjadi 2-0 baru pada menit 30. Malapetaka berlanjut saat Pepe yang memang emosional diganjar kartu merah, maka pertandingan setelahnya menjadi ga menarik. Skor akhir 4-0.

Dari sekian pertandingan, kita benar-benar disuguhi pelajaran betapa pentingnya mental pemain. Mengendalikan emosi yang kita sebut manusiawi. Kurang bagus apa Spanyol kalau hanya untuk meladeni Robben dan Van Persie? Di mana Forlan dan Cavani saat negaranya hanya mampu cetak gol dari titik putih melawan tim sekelas Costa Rica? Respon saat sebuah tim tertinggal, ada yang tetap semangat sampai bisa balik unggul, ada yang kecewa dan terus tertinggal.

Saat mental turun, maka kualitas dan skill individu menjadi tidak berarti lagi untuk bisa membuat perubahan. Ronaldo sang pemain terbaik dunia, Nani yang biasanya sangat cepat merusak pertahanan lawan, mendadak tak terlihat lagi aksinya.

Melihat Australia berlaga sangat percaya diri meladeni tim sekelas Chile dengan nama bintang seperti A.Sanchez, Isla, Vidal, dan Vargas, rasanya pemain Indonesia ga beda jauh dengan mereka. Namun mentalnya harus diakui bagai sumur dan langit, jauh. Selain fisik dan fokus timnas senior memang hanya kuat sampai menit 30, faktor minder dan biasa kalah membuat mental timnas senior ambruk jika sudah tertinggal lebih dulu. Setelah itu buyar dan dijamin ga bisa ciptakan gol. Berbanding terbalik dengan timnas U19 yang ga pernah minder melawan negara segudang prestasi seperti Korsel dan UEA. Apa mungkin karena mereka masih lugu? Dan masih agak kuper dengan info lawan? Atau memang mental mereka jauh lebih baik dari sesepuhnya? Yang jelas timnas U19 punya fisik yang bisa bermain lebih dari 90 menit. Hehe

Buat timnas U19, cepatlah besar dan tetap fokus. Berharap mental, skill dan fisik kalian terus meningkat dan kita ga usah lagi minder menghadapi negara langganan juara piala dunia. Saya ingin sekali melihat merah putih berkibar. Bangga rasanya saat mendengar Indonesia kalahkan Italy di final Milan Championship beberapa tahun lalu. Saat timnas U12 danone nations cup finis di urutan 6 dunia, mengungguli beberapa negara eropa. Pemain kita tak jauh beda bahkan lebih baik, hanya mental dan skill harus terus diperhatikan agar terus menanjak. Atau kita hanya akan bisa berlaga di AFF selamanya.

Salam emansipasi mental, haha.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun