Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Menanggapi Klaim 70% Mahasiswi UIN SK Sudah Ga Perawan

15 Oktober 2014   13:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:57 889 0
Salah seorang kompasianer pendatang baru langsung menggebrak jagad maya. Sebuah tulisan perdananya di-share oleh lebih dari 2,000 pengguna Facebook. Apalagi kalau bukan karena judulnya yang sangat bombastis "70% Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Sudah Tidak Perawan"

Sebagai generasi masa kini yang hidup sebagai mahasiswa di beberapa tahun terakhir, saya ingin menanggapinya seobjektif yang saya bisa.

Tulisan Kompasianer Dharma Putra ini terkesan ingin menjatuhkan nama UIN Sunan Kalijaga. Berkali-kali nama universitas ini disebut dan hanya menyerang pada satu kampus. Meski begitu, saya berasumsi bahwa mungkin yang kebetulan dia tau adalah satu kampus tersebut.

Selain itu, penyebutan kata fakultas dakwah, ushuludin, adab, berkerudung adalah suatu pesan jelas bahwa ada motif tersembunyi untuk menjelekkan islam. Walaupun hal ini juga bisa dimaklumi, karena kenyataanya mungkin memang seperti itu.

Mungkin itulah kesan saat saya membaca tulisan yang sudah dibaca lebih dari 25,000 orang tersebut. Namun menjadi menarik jika harus menanggapi benar tidaknya klaim 70% Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Sudah Tidak Perawan. Berhubung saya tidak ingin mengulangi 2 point cacat seperti yang dituliskan Dharma Putra, maka saya akan membahas kampus secara keseluruhan. Tidak harus yang berlogo islami, swasta, negeri dan semua institusi perguruan tinggi yang ada di Indonesia.

Pertama kita harus sepakat soal kata perawan. Apakah perempuan yang pernah berciuman, saling remas dan sebagainya akan disebut tidak perawan? Atau hanya perempuan yang sudah ML saja yang bisa disebut tidak perawan? Untuk memudahkan dan menyamakan pemahaman kita, maka tentu perlu dibedakan 2 kategori tidak perawan tersebut.

1. Tidak perawan karena berciuman, dll

2. Tidak perawan karena ML

Kategori 1

Jika perempuan yang sudah berciuman, berpelukan dan sebagainya namun tidak sampai melakukan aktifitas seks yang berpotensi hamil mau disebut tidak perawan, sepertinya klaim 70% tersebut adalah angka yang tak berlebihan.

Kita lihat saja berapa persentase mahasiwa/i yang berpacaran? Sepertinya lebih dari 80%. Ketika seseorang memiliki pacar, maka potensi untuk berpelukan dan mencoba hal-hal yang dapat merangsang dirinya menjadi sangat besar dibanding mereka yang jomblo. Buruknya, hasrat tersebut tidak hanya dirasakan oleh lelaki, tapi juga perempuan.

Pada tulisan Dharma Putra, ada banyak komentar nyinyir yang membantahnya. Dengan segala argumen menyudutkan penulisnya. Tapi di sini mari kita membuka mata. Mohon maaf kalau harus saya katakan, bahwa kehidupan mahasiswa 10 tahun yang lalu pastilah jauh berbeda dengan tahun diatas 2010, saat sosial media mewabah, smartphone murah dan koneksi internet dari mana saja tanpa perlu ke warnet. Beberapa faktor ini sangat mendukung untuk meningkatkan potensi berpacaran.

Tapi untuk menghindari prasangka buruk, saya tidak akan menuduh bahwa semua yang berpacaran pasti pernah berciuman dan sebagainya. Coba pembaca tanyakan secara pribadi kepada teman-teman mahasiswa, adek-adek, saudara atau anak-anak kalian yang saat ini sedang belajar di universitas. Ajak mereka berbicara dari hati ke hati, apa yang sudah dilakukanya selama berpacaran? Pernahkah kissing, petting dan yang lainya? Sebaiknya kalian tanyakan sendiri. Karena kalau saya menceritakan kondisi teman-teman saya, kalian bisa saja menuduh bahwa saya orang bejat dan teman-temanya generasi rusak seperti di kolom komentar tulisan Dharma Putra.

Kategori 2

Perempuan yang sudah tidak perawan karena pernah ML, mungkin angka persentasenya lebih kecil dari kategori 1 tadi. Namun sebenarnya ini hanyalah tingkatan, step atau tindak lanjut dari kategori 1. Meskipun perlu diingat bahwa yang pernah menjadi kategori 1, tidak semuanya berproses ke kategori 2. Tapi potensinya jauh lebih besar ketimbang mereka yang memegang tangan perempuan saja sudah panas dingin.

Mereka yang sudah berpacaran lebih dari 1 tahun, satu kampus atau satu kota dan sering bertemu, kita bayangkan saja apa yang mereka lakukan setelah bosan dengan ciuman atau pelukan? Namun sekali lagi saya tidak ingin menuduh, kalian bisa tanyakan kepada teman, saudara, adek-adek dan anak-anak kalian nanti. Buatlah mereka mencurakan hati senyaman mungkin, maka kalian bisa tau apa yang sebenarnya terjadi.

Selanjutnya mari kita bahas apa sebenarnya yang membuat hal ini terjadi?

1. Jauh dari orang tua: rata-rata mahasiswa ini tinggal jauh dari orang tua mereka. Rasa takut ketahuan atau kontrol tentu sudah tidak ada lagi. Mereka bisa bebas bereksperimen sesuka hati.

2. Sosmed dan internet: remaja masa kini bisa hunting pacar via sosmed. Liat-liat foto, kenalan lalu ketemuan. Jika dulu yang bisa mengakses film porno adalah mereka yang benar-benar niat dan nakal, maka di era digital ini semua orang memiliki kesempatan yang sama. Bisa sambil tidur-tiduran dengan smartphonya tanpa perlu menonton via DVD.

3. Lingkungan: saat melihat teman berpacaran dan kita tidak, sering digoda oleh teman-teman sekitar. Menjadi jomblo seolah adalah kesalahan.

4. Kesempatan: jika dulu lelaki yang menyatakan cinta pada perempuan, maka di era 2010+ setiap perempuan sudah memiliki keberanian untuk menyatakanya lebih dulu. Bukan lagi tentang sinyal atau godaan tersembunyi, sudah sampai pada 'serangan terbuka'.

Saya bisa memahami kenapa Dharma Putra menyasar UIN Jogja. Selain karena Jogja sebelumnya dikenal sebagai kota pelajar yang mungkin lebih waras dari kota lainya, juga karena ada simbol islam dari kampus tersebut. Namun kini Jogja memang mulai terlihat berbeda. Kita tentu tak bisa menyalahkan angkringan, warung kopi, warnet, kos-kosan, kampus dan sebagainya yang membuat para remaja tersebut bertemu. Namun memang ada beberapa tempat yang kemudian disalahgunakan. Kalian bisa lihat ada berapa warnet esek-esek di sana.

Kondisi ini memang cukup meresahkan. Dan tentu saja yang bisa menghambatnya adalah pemahaman agama yang baik, pengertian seks serta perhatian orang tua. Lantas bagaimana dengan penulis sendiri? Hehe saya termasuk mahasiswa yang lebih sering memikirkan cara agar tetap punya beras, dibandingkan hal-hal lain seperti ujian, tugas dan pacaran.

Semoga dengan tulisan ini kita bisa sama-sama menyadari bahwa klaim angka-angka persentase perawan tidak perawan bisa kita terima sebagai kenyataan yang harus dihadapi. Bukan untuk dibantah yang pada akhirnya tidak bisa kita carikan solusinya. Sebelum dituduh tulisan ini membuka aib saudara dan melebih-lebihkan, saya akan lebih dulu memberikan jawaban bahwa sekali lagi ini tentang seks bebas dan masalah kita bersama. Inilah kenyataan yang harus kita hadapi, bukan untuk ditutup-tutupi. Bukan lagi soal menyebarkan aib seperti yang tertulis dalam kitab suci, bukan juga soal kerudung vs tidak berkerudug atau jurusan agama vs umum.

Semoga kita semua bisa lebih bijak menyikapi

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun