Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat Pilihan

Agama Itu Masalah Atau Solusi?

12 November 2014   23:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:57 547 2
Pada sebuah kesempatan seorang teman tiba-tiba bertanya, "menurutmu agama itu masalah apa solusi?". Pertanyaan berani dan sempat membuat saya kaget. Namun setelah beberapa detik, saya berhasil menangkap kegundahanya.

Akhir-akhir ini setidaknya ada beberapa konflik yang berkaitan dengan agama. FPI yang menyatakan bahwa Ahok musuh islam dan kemudian membuat gubernur tandingan, lalu Ahok yang juga tidak terima dengan aksi anarkis dan merusak fasilitas umum sampai masyarakat secara personal juga berseloroh akan membuat FPI tandingan. Ahok lantas melanjutkan protesnya lewat jalur hukum dengan merekomendasi pembubaran FPI. Selain itu ada juga isu penghapusan kolom agama yang dipelintir oleh beberapa media.

Jujur saja untuk menjawab apakah agama adalah masalah atau solusi bagi kehidupan kita, tentu selama kita memiliki agama, apapun agamanya akan sepakat bahwa agama adalah solusi. Dan yang menganggap agama adalah masalah, tentulah mereka yang memilih tidak beragama.

Berhubung FPI mengatasnamakan Islam dan saya kebetulan terlahir di keluarga muslim, mungkin selanjutnya saya akan membahas dari sisi agama islam terkait apakah agama itu masalah atau solusi?
Sudah jelas Tuhan menyatakan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lilalamien, atau rahmat bagi seluruh alam. Sehingga mereka yang mengaku beragama islam wajib bersikap baik kepada tumbuhan, hewan apalagi kepada sesama manusia. Tidak boleh membunuh atau menebang sembarangan dan tanpa alasan, juga harus bersikap baik serta sopan kepada sesama manusia.

Hal ini menjadi lucu karena kemudian FPI berbuat onar, dengan demo provokatif serta merusak, juga kotoran-kotoran hewan yang digunakan sebagai 'senjata' manual mereka sama sekali tidak mencerminkan sebagai islam yang rahmatan lil'alamien. Kekonyolan berlanjut ketika mereka menyatakan akan membuat gubernur DKI versi mereka sendiri. Jelas ini sudah di luar batas kewajaran.

Yang membuat saya heran adalah, mengapa mereka yang mengaku mewakili islam yang seharusnya lebih tau dan arif kemudian bersikap lebih buruk dari yang diwakili? Apakah kecenderungan yang mewakili selalu lebih arogan dan bodoh selayaknya Dewan Perwakilan Rakyat yang katanya terhormat itu?

Sungguh miris sekali karena ini tidak hanya terjadi pada FPI, tapi beberapa ormas serta media yang sudah menjadi rahasia umum adalah jaringan dari salah satu partai politik yang katanya juga mengatasnamakan partai islam.

Banyak hal yang sudah mereka sampaikan kepada publik dengan berita-berita propaganda, menebar kebencian dan bahkan tidak segan memfitnah. Yang teraktual adalah isu akan dihapusnya kolom agama pada KTP kita.
Berhubung media-media ini memiliki politisi yang cukup bisa menggaet banyak pengikut, isu bergulir sangat cepat sehingga sebagian masyarakat menangkap memang betul akan ada penghapusan kolom agama pada KTP kita. Ketakutan, respon negatif terus menyebar, saya menyebutnya ini pembodohan massal.

Politisi yang katanya ustad, partai yang katanya partai islam dan media yang juga berembel embel islam berhasil membuat saya muak. Entah apa maksud dan tujuan mereka, yang jelas saya mulai memaklumi jika ada orang yang bertanya apakah agama ini masalah atau solusi bagi kehidupan manusia? Karena jika agama adalah masalah, maka sebaiknya kita tidak beragama lagi dan membuat aturan-aturan sendiri. Berhenti menyembah pada Tuhan dan segala ritual keagamaan.

Namun setelah merenungi hingga saya menuliskan ini, mungkin ini adalah dampak atau ego kaum mayoritas. Yang bersikap seolah memiliki negeri ini dan agama minoritas hanya menumpang di sini.

Berkaca pada Malaysia dengan persentase muslim non muslim nyaris 50-50, serta perbedaan etnis yang sangat kental dari segi kehidupan sosial dan budaya membuat mereka lebih dewasa dalam menyikapi perbedaan. Meski tidak bisa dipungkiri masih ada semacam ego vertikal, dimana warga Melayu merasa adalah tuan rumah di Malaysia.
Hari-hari besar warga India, China dan Melayu berlangsung secara nasional dan merata di seluruh tempat. Tidak ada superioritas seperti perayaan ummat islam di Indonesia. Semuanya berjalan setara.

Sebagai pendatang dari kampung, tentu saja sedikit shock saat awal-awal berada di Malaysia. Namun seiring waktu saya bisa menikmati dan benar-benar menjadi bagian dari masyarakat Malaysia.

Saat hari raya China saya tak segan ikut 'berpesta' lewat acara makan malam bersama dan bermain kembang api sampai larut malam. Bahagia dan bahkan kemaruk menerima ampao atau amplop berisi uang yang diberikan kepada siapa saja yang dikenal, terserah beragama apa mereka tak peduli. Jeruk-jeruk manis juga saya nikmati penuh suka cita.

Pelajaran penting dari contoh perayaan seperti itu adalah, mereka menyiapkan makanan-makanan yang memang halal. Sehingga semua orang bisa bergabung tanpa khawatir ada daging babi dan semacamnya.

Toleransi semacam ini jelas sekali mahal dan tidak ada di Indonesia. Lihat saja saat ada komunitas kristen yang membagi-bagikan biskuit dan susu pada sebuah acara car free day Jakarta, yang sekarang sedang diperbincangkan di youtube dan sosial media. Apa tanggapan sebagian orang? Kristenisasi. Lalu terjadi penggiringan oponi dan berkembang isu bahwa susu dan biskuit yang dibagikan ada zat babinya.
Jujur saja, awal saya sampai di Malaysia juga enggan untuk membaur dengan etnis China, India dan semua mereka yang beragama lain. Enggan dalam arti tidak mau menerima barang-barang dari perayaan atau aksi sosial mereka. Tapi kemudian saya tersadar saat teman perempuan China (amoi) datang ke apartemen mengenakan busana muslimah dan berkerudung saat saya baru pulang shalat idul fitri. Mereka tanpa canggung mengucapkan selamat hari raya dan ikut makan-makan. Anda harus membayangkan bagaimana terharunya saat melihat mereka yang biasa menggunakan celana pendek dan kaos tipis, kemudian berpakaian serba tertutup. Mungkin hal tersebut jarang terjadi tapi kejadian ini nyata dan saya yakin ada juga yang seheboh mereka.

Di Indonesia, kita terbiasa menjadi kaum mayoritas. Sehingga merasa seolah menjadi pemilik negeri ini. Maka tak heran kalau ada sedikit aksi sosial dari ummat kristen, lantas disebut krisenisasi. Entah apa yang membuat sebagian orang merasa ketakutan? seolah pengetahuan mereka tentang agama jauh lebih buruk dari MLM.

Jika FPI beralasan tidak menerima pemimpin non muslim, apa perlu para mentri, DPR, Gubernur, Walikota dan Bupati kemudian harus dari orang-orang beragama islam? Bukankah semua mereka juga adalah pemimpin kita?

Dan kalau jeli memperhatikan cuplikan orasi FPI, ada pembodohan publik yang menyatakan Ahok menghalangi ibadah ummat muslim. Sehingga mereka tidak segan mengecap Ahok sebagai musuh islam. Apa yang membuat mereka berkata seperti itu? Tentu saja ada peran media yang mengatasnamakan islam tadi. Mereka berhasil menyebar fitnah dan propaganda, sehingga pengikut yang selama ini cenderung menganggap benar pimpinanya akan ikut meyakini. Sehingga terjadilah demo sebanyak itu.

Mungkin mulai sekarang kita perlu belajar lagi tentang toleransi beragama. Tidak berpikiran sempit bahwa negeri ini milik ummat islam sehingga jika sedikit saja ada aksi sosial dari ummat kristen, lantas dikecam sebagai kristenisasi. Betul bahwa kita adalah negara dengan penduduk islam terbesar di dunia, sehingga tidak mudah bersikap berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan agama minoritas. Tapi jika kita meyakini bahwa islam adalah rahmat bagi semua penghuni di bumi, dari hewan, tumbuhan dan manusia, maka seharusnya tidak ada lagi ego dan merasa superior. Izinkan agama lain melakukan haknya sebagai warga negara, karena bagaimanapun mereka adalah saudara sebangsa dan setanah air.

Ormas, media dan partai politik yang katanya islami, mari kembali menjadi manusia yang tidak hanya beragama islam, tapi juga sebagai manusia Indonesia yang bisa hidup rukun dan saling menghormati.

Jadi apakah agama adalah masalah atau solusi bagi manusia? Jawabnya adalah solusi. Jika agama hanya akan menghasilkan konflik-konflik dan kerusuhan, pasti ada yang salah dengan pengetahuan dan pemahaman kalian tentang agama. Karena jika agama hanya menimbulkan masalah, mungkin sebaiknya kita menanggalkan saja agama kita agar tidak terjadi masalah. Logikanya kan begitu?

Dan yang terakhir, demi Allah jika masih mengaku muslim, tolong jangan ada lagi propaganda yang dicampur aduk dengan kepentingan politis. Kalaupun mau menghasut atau memfitnah, tolong jangan tentang islam atau hal-hal yang berkenaan denganya. Biarkan Ahok memimpin sesuai konstitusi, jangan lagi ada penyesatan informasi kolom agama aka dihapus, karena yang benar adalah jika ada warga yang beragama selain 6 agama yang diakui oleh undang-undang, bisa dikosongkan sampai agama tersebut diakui oleh negara. Demi Allah islam adalah rahmatan lil'alamien yang tidak pantas dilecehkan dan dijual sedemikian murahnya hanya untuk mendukung kepentingan kalian.

Salam damai Indonesia

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun