Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money Artikel Utama

Pak Jonan Ga Bodoh! LCC Tetap Bisa Eksis

11 Januari 2015   22:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:21 5008 22
Alasan AirAsia promosi pasti sama saja dengan perusahaan yang beriklan di televisi. Sudah ada kalkulasi logis tentang itu. Harga Tiket AirAsia Sesuai Kalkulasi Bisnis Saya memiliki penelitian nonformal soal harga tiket ini. Pada jam-jam tertentu tiket AirAsia akan cenderung lebih murah. But im sorry i wont tell you, sebab takut nanti ketika kalian coba cek ternyata tidak sesuai. Tapi selama beberapa tahun saya memang mendapati kenyataan tersebut. Selain itu, harga tiket AirAsia cenderung lebih fluktuatif. Pembeli tiket on the spot selalu lebih mahal dibanding jika kita memesan jauh-jauh hari (meskipun ini juga terjadi pada maskapai lain, namun range-nya berbeda). Tiket perjalanan Surabaya-Kuala Lumpur bisa saja lebih murah ketimbang penerbangan domestik seperti Surabaya-Yogyakarta. Mungkin masih banyak lagi 'keunikan' harga tiket AirAsia. Namun yang harus kita pahami adalah: semua sudah sesuai kalkulasi bisnis mereka. Kebijakan Pemerintah Terkait kebijakan penetapan tarif minimal 40% dari harga batas atas tadi saya rasa tidak ada hubunganya sama sekali dengan tiket promo. AirAsia bisa terus melakukan promosi dan menetapkan tiket 100,000 rupiah setiap Idul Fitri untuk Kuala Lumpur-Surabaya. AirAsia bisa tetap memberi harga 50,000 untuk penerbangan Jakarta-Bali setiap tahun baru, dan seterusnya. Hal tersebut tidak bisa diganggu gugat oleh adanya penerapan tarif minimal 40% dari harga batas atas. Everyone can promote their company! Lalu bagaimana dengan kebijakan tarif minimal 40% dari batas atas? Dari sini kita perlu meluruskan bahwa kebijakan Menteri Jonan tidak hanya untuk AirAsia, tapi seluruh maskapai penerbangan. Tujuan dari keputusan ini adalah untuk memastikan bahwa keuangan maskapai stabil agar tidak perlu mengambil 'jalur pintas aturan'. Jika ada yang berpendapat bahwa tidak ada hubunganya kecelakaan dan tiket murah, memang benar. Sebagus apa pun sebuah sistem tidak akan menjamin selamat. Namun kita sebagai manusia harus berusaha meminimalisasi hal tersebut. Kita juga harus menerima kenyataan bahwa ada MASALAH BESAR dalam dunia penerbangan kita, dan ini harus segera diselesaikan. Tentu saja menteri tidak bodoh dan tidak akan sembarangan mencabut izin rute penerbangan jika maskapai tidak bersalah. Memang sangat disayangkan masalah penerbangan ini baru diketahui setelah pemerintah yang baru bekerja kurang dari dua bulan, dan kebetulan terungkap setelah adanya insiden hilang kontak AirAsia QZ8501. Jadi mari berpikir waras untuk bisa mengerti sebuah kebijakan secara keseluruhan. Jangan hanya karena tidak suka pemerintahan saat ini karena belum bisa move on, lantas mengatakan bahwa pemerintah tidak prorakyat, menyengsarakan, mengaitkan dengan inflasi dan sebagainya. Kalau memang layak dikritik, mari kritik dengan jalur yang benar, jangan seperti mahasiswa yang hanya tau berdemo dan membakar ban di tengah jalan tanpa tau alasan detail mengapa mereka turun ke jalan. Strategi Bisnis AirAsia dan LCC Harga tiket Surabaya-Kuala Lumpur kadang lebih murah dari Surabaya-Yogyakarta bisa dikarenakan banyak faktor. Misal: karena Surabaya-Kuala Lumpur peminatnya lebih banyak sehingga tak perlu menetapkan tarif tinggi. Dalam bisnis apa pun ini biasa terjadi. AirAsia dan maskapai LCC lainnya juga bisa menerapkan harga subsidi silang. Misal: penerbangan Surabaya-Kuala Lumpur sedikit dimahalkan pada suatu hari agar Surabaya-Yogyakarta tetap bisa beroperasi meski penumpangnya selalu tidak mencapai jumlah minimal. Bisa juga penerbangan rute tertentu dinaikkan agar rute lainya bisa dimurahkan. Hal ini juga biasa terjadi dalam bisnis apa pun. Lalu Bagaimana Penerapan Tarif Mininal 40% dari Batas Atas? Perusahaan tetap punya harga standar untuk satu kali penerbangan. Saya berasumsi bahwa nantinya harga inilah yang akan dinaikkan. Namun kenyataannya harga tiket di lapangan akan tetap fluktuatif, tetap ada promo dan perusahaan tetap bisa kreatif mencari profit. Saya juga tidak bisa memastikan berapa harga standar ini. Tapi prediksi saya, harga normal tiket LCC seperti AirAsia bisa dilihat lima hari sebelum penerbangan. Sementara harga tiket non LCC saya rasa tidak sulit diprediksi karena harga tiket sebulan sebelumnya atau seminggu sebelum flight tidak jauh berbeda. Jika pengamatan ini benar, maka kesimpulan saya tarif minimal 40% batas atas ini tidak akan terlalu berdampak mahal. Mungkin hanya kisaran 100-200 ribu lebih mahal dari sebelumnya. Jadi jangan terlalu lebay dengan embel-embel pemerintah tidak prorakyat kecil. Toh yang benar-benar rakyat kecil tidak punya urusan untuk naik pesawat secara rutin. Saya yakin Menteri Ignasius Jonan tidak bodoh dan sudah lebih mengerti dibanding saya soal maskapai LCC. Beliau tidak bisa mengatur harga tiket pesawat secara fixed price seperti bus dan kereta. Harga tetap bisa berlangsung secara kalkulasi bisnis, tetap ada harga promo terbang 50,000 rupiah, terserah bagaimana maskapai menanganinya tapi harga normalnya ditetapkan minimal 40% dari batas atas sebagai bagian dari rencana Menhub menertibkan aturan penerbangan agar tidak ada lagi pelanggaran. Jika kebijakan ini hanya soal 100-200 ribu, mengapa kita begitu lebay? Saya tidak yakin Anda-Anda yang menggunakan pesawat secara rutin begitu mempermasalahkan selisih tersebut. Sementara bagi rakyat miskin asli, saya juga tidak yakin kenaikan tersebut begitu mempengaruhi karena mereka jarang menggunakan pesawat. Mereka justru akan lebih keberatan angkot di daerahnya naik 1,000-2,000 rupiah dibanding kebijakan Menhub soal tarif minimal 40% harga batas atas. Lalu kita ini sedang mempersoalkan apa? Membela rakyat kaya yang tidak sadar dirinya kaya? Dan teriak-teriak dengan argumentasi langitnya? Entahlah. Buat Pak Jonan yang saya kagumi sejak masih ngurusin kereta, semoga saya tidak salah menilai Bapak. Nah bagaimana? Tambah bingung? Hehe kalau bingung berlanjut, lanjutkan saja!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun