Ia yang mencari keadilan tanpa peta
Mencaci dengan seribu jancuk pada mimpi yang kandas
Memaki petaka yang menggelepar di mulut kota
~
Di jantung sunyi ia pernah berumah
Terperangkap dalam buram jendela kota
Lantas mengetuk pintu kefanaan
Dan waktu nyaris berhenti pada titik penantian
~
Sungguh ia pernah berduel dengan derita bergelut dengan maut
Berjalan dan mencari sampai batas paling nyeri
Hingga lupa pada perih air mata
Sampai suatu senja matanya berkaca kaca ketika di palung sunyi ia temukan nama-Nya