Ia mondar mandir seperti hilang kewarasan mungkin otaknya terjungkir
Melihat punggawa yang acap mangkir saat sidang paripurna
Kursi kursi sunyi saksi bisu akan malasnya petinggi istana
Tak kenal jelata, tak kenal iba
Wajah angkuh membungkam kebenaran dalam lubuk rawa kepalsuan
Saat jelata berkeringat darah, mencumbui panas matahari
Mereka menyulam mimpi, sebagian mentatap layar kaca mengumbar birahi.
Mereka lupa jati dirinya, mereka lupa tugas sejatinya
Aku bingung melihat hati punggawa seperti suwung, lalu bertingkah seperti orang linglung.
Aku terpana melihat langit menitikkan air mata, kala para penjaga raja penggal kepala jelata
Mereka gila sama seperti tuannya
Aku muak lihat punggawa berkoar seolah paling benar.
Wahai tuan punggawa pada detak jantungmu bergema suara jelata.
Pada deru arus ruas darahmu ada titah yang maha kuasa.
Apa kau lupa ?
Ah aku yang lupa, aku hanya jelata, yang berkawan dengan sang surya.
Saat senja menguning, suara suara terbalut hening.
Senyum punggawa dan tuan raja tersungging, mungkin mereka sudah sinting.
Atau mungkin takut terguling, ah mungkin mereka takut miskin.
Hingga mereka tak takut dosa, dan ingkar pada Tuhannya.