Setelah Petrus, Yakobus, dan Yohanes menyaksikan Yesus berubah rupa di depan mata mereka, Petrus meminta mendirikan tiga kemah untuk Yesus, Elia, dan Musa. Dengan meminta mendirikan kemah, Petrus berniat mengabadikan peristiwa yang mengembirakan itu. Alih-alih mengijinkannya, Yesus bersama para murid-Nya turun dari gunung itu dan melarang ketiganya menceritakan peristiwa itu kepada siapa pun sebelum Putra Manusia bangkit dari antara orang mati. Yesus tidak ingin mereka larut dalam kegembiraan karena masih ada salib yang menanti. Banyak orang akan sulit menerima kenyataan bahwa Yesus harus menderita dan mati sebelum bangkit dari kematian. Untuk sampai pada kebangkitan, tidak ada jalan lain kecuali salib. Tapi Allah tidak selamanya memberi kita salib. Ditengah-tengah perjalanan hidup ini, Allah memberikan kita percikan kebahagiaan seperti dialami para rasul. Hal itu penting untuk menyadarkan orang beriman bahwa peristiwa hidup ini senantiasa silih berganti. Kebahagiaan dan kesedihan bagaikan dua wajah mata koin yang senantiasa berganti. Untuk itu kita tidak boleh larut dan tinggal dalam kebahagiaan maupun kesedihan. Menjadi beriman tidak berarti segalanya menjadi mudah dan baik-baik saja, tapi ada salib yang harus dilalui. Barangsiapa yang setia pada salib akan ada baginya paskah yang mulia. Salib adalah lambang pengurbanan dan kesetiaan. Demi kesetiaanNya pada manusia Allah mengorbankan Yesus Putra-Nya. Demikian juga, demi kesetiaanya kepada Allah, Abraham rela dan tidak takut mengorbankan putra terkasihnya, Ishak kepada Allah. Demikian juga, dalam jalan salib kita masing-masing, kita harus mengorbankan dan membagikan hal-hal yang berharga yang kita miliki. Masa prapaskah yang kita jalani saat ini menjadi kesempatan besar bagi kita untuk berbagi sukacita. SEMOGA.
KEMBALI KE ARTIKEL