Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Rudin Hidayat

11 Oktober 2010   07:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:31 96 0
Satu jam lagi tepat tengah malam, tetapi aku dan Rudin masih dalam perjalanan pulang dari mengantar beberapa anak didikku pulang. Di tengah perjalanan, aku melontarkan pertanyaan pada Rudin,"Apa yang kamu rasakan sejak bergabung dengan kami, Rudin?" "Maksud Kakak?" "Perubahan apa yang kau rasakan dari dirimu?" "Ya, entahlah. Aku merasa lebih baik saja, Kak." "Apa harapanmu ke depan?" "Dalam keluargaku, kakakku hanya tamatan SD." "Lalu?" "Aku ingin meningkatkan taraf hidup keluargaku." "Menjadi generasi pemutus kebobrokan?" "Ya, semacam itu." "Barangkali esok aku tidak lagi di sini." "Maksud Kakak apa?" "Entahlah Rudin, beberapa hari lagi mungkin kita tidak bisa bertegur sapa seperti ini lagi. Tapi simpan spiritmu itu lalu jadilah generasi pengubah. Aku akan kembali untuk menagih kenyataannya darimu." "Begitu. Lekas kembali secepatnya, Kak." "Lekas lulus dan segera putuskan tali kemiskinan itu, Rudin. Sekarang tugasmu mengasah pedang pengetahuan setajam mungkin, lalu tebaslah tali kemiskinan yang menjerat hidupmu itu." "Pasti, Kak. Lalu maukah Kakak menjadi perisaiku?" "Bukan aku yang akan menjadi perisaimu, tetapi Tuhanmu yang akan membentengimu, Rudin." Kami tiba di sebuah rumah kontrakan sederhana. Rumah singgah kami. Kami masuk ke dalam, mengucap permisi sebelumnya pada teman-teman yang menunggu kepulanganku. Dan trivial ini kuakhiri sampai di sini. www.facebook.com Cilincing, Agustus 2010

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun