Selasa kemarin, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menelepon Penjabat Gubernur Aceh Tarmizi A Karim menanyakan kondisi terakhir Aceh. SBY berpesan kepada Tarmizi agar upaya perdamaian di Aceh tetap dijaga.Dalam pembicaraan itu, Tarmizi melaporkan bahwa kondisi Aceh sangat kondusif. Selanjutnya, SBY mengharapkan supaya Pj Gubernur Aceh Tarmizi bekerja keras agar perdamaian di Aceh dijaga dengan bagus dan harus diteruskan apa yang sudah diaspirasikan oleh rakyat Aceh.
Di tengah carut marut situasi politik nasional pasca penangkapan beberapa petinggi Partai Demokrat disertai berbagai tuduhan korupsi dan adanya dugaan korupsi dalam proyek Hambalang yang tengah menjadi tanggung jawab Kemenpora, saya bertanya-tanya ada apa dengan SBY hingga (boleh saya katakan begitu tiba-tiba) menelepon Pj. Gubernur Aceh Tarmidzi Karim untuk menanyakan kondisi Aceh terkini. Memang sih, bisa dikatakan wajar bagi seorang Presiden dalam menjalankan perannya untuk melakukan check and balance terhadap pimpinan daerah, namun pertanyaannya kenapa Aceh?
Menurut pendapat saya pribadi, hal itu adalah suatu perhatian yang begitu besar bagi Presiden terhadap Serambi Mekah yang semenjak berakhirnya konflik puluhan tahun dianggap memiliki "hubungan jauh" dengan Jakarta. Sejarah berbicara bahwa Presiden Pertama Indonesia, Soekarno dapat dikatakan gagal dalam menjalin komunikasi tersebut. Saat itu, Aceh dijadikan salah satu Provinsi dalam Sumatera Utara sehingga menimbulkan perlawanan daerah yang dipimpin oleh Daud Bereureh.
Dari kacamata saya memandang, Aceh sungguhlah sangat istimewa, tidak saja karena kekayaan alamnya yang luar biasa, namun juga posisinya yang sangat strategis secara geografis sehingga sangat memungkinkan untuk dijadikan pelabuhan laut yang sangat ramai di masa mendatang. Prospek keunggulan strategis seografis Aceh inilah yang bisa djadikan asset masa depan Aceh maupun Indonesia.
Keistimewaan Aceh lainnya adalah syariat Islam yang menjadi landasan hukum sosial budaya yang berlaku di seluruh wilayah Aceh. Hal ini sangat istimewa karena hanya Aceh lah satu-satunya daerah di Indonesia yang menjalankan syariat Islam sebagai pedoman akhlak dan tingkah laku masyarakatnya. Yang lebih hebatnya lagi, syariat Islam yang berlaku juga tidak membatasi agama dan kepercayaan lain dalam menjalankan ibadahnya masing-masing. Toleransi beragama di Aceh tetap berjalan dengan baik, meskipun bekas daerah konflik, belum pernah terdengar adanya pertentangan maupun perselisihan yang berlandaskan agama atau agama dijadikan topeng untuk "merasa" paling benar. Ini yang luar biasa. Syariat islam yang dijalankan tetap berpedoman pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai falsafah bangsa.
Berikutnya, Aceh juga merupakan daerah yang diberikan hak otonomi khusus oleh pemerintah Indonesia melalui kesepahaman Helsinki Agustus 2005 silam. Ini adalah kesempatan sekaligus peluang emas bagi Aceh untuk menjalankan pemerintahan yang demokratis secara mandiri. Setidaknya terdapat 4 kewenangan yang dapat diimplementasikan oleh pemerintahan Aceh demi kesejahteraan dan kebanggaan rakyat Aceh di antaranya adalah, simbol-simbol kedaerahan, bendera, Partai lokal, semua sektor lokal yang diatur dengan undang-undang kecuali, bidang Luar negeri, keamanan dan pertahanan, keuangan dan fiskal, kebebasan beragama. Ini adalah kesempatan emas bagi Aceh untuk mewujudkan kesejahteraan yang hakiki bagi rakyat Aceh.
Mungkin masih banyak alasan lainnya yang tidak terpikirkan oleh saya, namun perhatian Presiden yang begitu besar kepada Aceh tersebut menunjukkan bahwa setidaknya Presiden SBY memiliki itikad baik untuk membina hubungan dan komunikasi yang konstruktif bagi perkembangan Aceh di masa-masa yang akan datang sekaligus membuka "keran" komunikasi yang mungkin tersumbat oleh para pendahulunya. Ini adalah sinyalemen yang cukup baik bagi perkembangan politik lokal di Aceh maupun nasional. Semoga dapat berkelanjutan dan dilakukan kepada daerah-daerah lain di seluruh Indonesia, seperti Papua, Kalimantan, Sulawesi dan daerah-darah lain. Pembangunan dan pemeliharaan komunikasi politik antara pusat dan daerah adalah pilar penting persatuan dan kesatuan Indonesia.
Wassalam,
Saif Al Adel