Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Akad Ijarah Dalam Skema Islam (Syari'ah)

2 Maret 2019   19:41 Diperbarui: 2 Maret 2019   19:40 4993 1
Yang artinya : "Dari abdullah RA. Berkata: Rasulullah SAW memberikan tanah di Khaibar Untuk digarap dan ditamanami oleh para sahabatnya dan mereka mendapatkan bagian dari hasil tanaman yang tumbuh disana (HR. Bukhari). Wirdyaningsih (2005:42) berpendapat bahwa Sewa menyewa dalam transaksi ijarah itu sendiri dalam skema islam (syari'ah) terjadi antara sesorang yang menyewakan dan nasabah sebagai penyewa, dengan mengacu pada objek yang disewakan. Namun demikian, dalam transaksi ijarah, sewa menyewa tersebut dapat digunakan sebagai mekanisme pembiayaan dengan skema syariah (ningsih,2005:42).

Secara islam (Kresna,2005:25) "Akad ijarah merupakan akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dan jasa dalam waktu tertentu dengan melalui pembayaran upah sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri".

Rukun ijarah seperti halnya akad ataupun perjanjian lainnya, ada beberapa rukun atau pondasi yang harus dilengkapi. Adapun rukun akad ijarah antara lain :
1.Adanya 'Aqid (orang yang akad).
Orang yang akad terdiri dari Mu'ajir (pengupah/menyewakan) dan Mustajir (upah/penyewa). Kedua pihak yang akan melakukan akad harus memiliki syarat yaitu : Baligh, berakal, cakap dalam mengendalikan harta dan saling meridhoi.
2.Sighat akad atau ijab qobul.
Dalam melakukan ijab dan qobul ini haruslah menggunakan kalimat yang jelas dan terbuka, sehingga dimengerti dan dipahami oleh pihak penyewa.
3.Ujrah (upah).
Besar upah yang dikeluarkan haruslah diketahui oleh kedua belah pihak.
4.Manfaat.
Selalu perhatikan manfaat yang akan didapat ketika akan melakukan akad ijarah ataupun akad perjanjian lainnya.

Syarat akad ijarah setelah mengetahui rukun ijarah, maka selanjutnya yang harus diketahui adalah syarat akad ijarah, yang diantaranya meliputi :
1. Syarat terjadinya akad.
Syarat terjadinya akad ini berkaitan dengan 'Aqid, zat dan tempat akad. Ketiga hal ini harus diketahui oleh pihak yang akan melakukan akad. Seperti untuk 'Aqid (telah dijelaskan pada bagian rukun ijarah) dimana yaitu baligh, berakal, cakap dalam mengendalikan harta dan saling meridhoi. Akan tetapi menurut pendapat ulama' Hanafiah, seorang 'Aqid haruslah berusia minimal 7 tahun dan tidak harus baligh.
2. Syarat pelaksanaan akad.
Barang yang dimiliki oleh penyewa haruslah dimiliki sepenuhnya atau memiliki kekeuasaan atas barang tersebut. Jadi, apabila barang yang akan disewakan tidak memiliki kekuasaan penuh atau mendapatkan idzin dari pemilik barang oleh penyewa maka perjanjian atau akad ijarah tidak akan sah.
3. Syarat sah ijarah
Sahnya akad ijarah berkaitan dengan adanya orang yang akad, keridhaan dari kedua belah pihak yang melakukan akad dan barang yang menjadi objek akad memiliki manfaat yang jelas. Selain itu, dalam melakukan akad ini, barang yang akan di akad harus dijelaskan kepada pihak penyewa. Baik manfaat, pembatasan waktu atau juga menjelaskan jenis pekerjaan dan lingkup pekerjaan apabila yang akan diakad adalah pekerjaan atau jasa seseorang.
4. Syarat kelaziman.
Syarat yang terakhir adalah syarat kelaziman. Syarat ini meliputi :
1. Mauquf 'Alaihi (barang sewaan) terhindar dari cacat.
2. Tidak ada udzur yang dapat membatalkan akad. Udzur yang dimaksud adalah sesuatu yang baru yang akan menyebabkan kemudharatan bagi yang akad.
Itu tadi sedikit informasi terkait akad rukun ijarah dan syarat akad ijarah.

Setelah mengertahui apa itu yang dimaksud dengan akad ijarah dan juga rukun-rukun ijarah serta syarat-syarat ijarah, selanjutnya adalah tentang pembagian ijarah yang terdiri atas :
1. Ijarah Murni (Sewa menyewa murni)
Dalam ijarah murni yang berlaku adalah petjanjian sewa menyewa biasa. Dimana pihak tetap memiliki kedudukan sebagaimana awal perjanjian, yaitu anata pihak yang menyewakan dan pihak yang menyewa barang. Setelah masa sewa berakhir, para pihak kembali pada kedudukannya masing-masing. Dalam konsep ijarah murni tersebut, yang disewakan tidak hanya berupa manfaat atas suatu barang saja, melainkan juga manfaat atas suatu jasa tertentu. Misalnya: jasa borongan pembangunan gedung bertingkat, jasa borongan penjahitan dan lain-lain sebagainya.

Jadi, titik beratnya adalah pada jasa pemborongan pada suatu pekerjaan, yang konsepnya sangat berbeda dengan jasa pemburuhan. Karena dalam jasa pemburuhan, yang terjadi adalah hubungan kerja antara majikan dengan pekerjanya. Sedangkan dalam skema ijarah atas suatu pekerjaan tertentu, yang di borongkan adalah hasil pekerjaan tersebut. Oleh karena itu, tidak ada hubungan hukum dalam bentuk majikan dengan pekerja sebagaimana halnya dalam jasa pemburuhan.
2. Al- ijarah Wal Iqtina atau Mutahiyah bi tamlik (IMBT)
Sewa menyewa dengan hak opsi pada akhir masa sewa, untuk membeli barang yang disewakan. Dalam sewa menyewa tersebut, uang pembayaran sewanya sudah termasuk cicilan atas harga pokok barang. Pihak yang menyewakan (dalam hal ini bank misalnya) berjanji (Wa'ad) kepada penyewa untuk memindahkan kepemilikan objek setelah masa sewa berakhir. Janji tersebut harus dinyatakan dalam akad IMBT tersebut.

Jadi, kedudukan multifinance dan customer akan berubah pada akhir masa sewa. Pihak multifinance yang semula adalah pemilik barang selaku pihak yang menyewakan, akan berubah menjadi penjual pada akhir masa sewa. Demikian pula customer, yang tadinya bertindak selaku penyewa, akan berubah menjadi pembeli pada akhir masa sewa (Perwataatamadja,1990:130).
Dalam praktik perbankan syari'ah, skema IMBT ini dapat digunakan untuk pembeliaan rumah dengan menggunakan sistem KPR, dimana barang IMBT-kan tersebut secara prinsip sudah merupakan milik nasabah yang bersangkutan.

Akad Ijarah dalam skema islam (syari'ah) ini kebanyakan warga  masyakat sudah mempraktikan sesuai dengan rukun dan syarat akad ijarah. Melihat dari judul dan tema yang saya bahas berdasarkan hadits yang saya ambil di atas itu menunjukkan bahwa akad ijarah atau sewa menyewa akan mendapatkan nisbah, yang mana Nisbah itu adalah bagi hasil dan tentunya berbeda dengan bunga. Zainul Arifin (2002:49) berpendapat bahwa Ajaran islam mendorong kepada warga masyarakat untuk melakukan praktik bagi hasil serta mengharamkan bunga (riba). Keduanya memberikan keuntungan, tetapi memiliki perbedaan mendasar sebagai akibat adanya perbedaan antara investasi dan pembungaan uang (Arifin,2002:49). Dalam investasi, usaha yang dilakukan mendapatkan resiko dan karenanya mengandung unsur ketidakpastian. Sebaliknya, pembungaan uang adalah aktivitas yang tidak memiliki resiko, karena adanya persentase suku bunga tertentu yang ditetapkan berdasarkan besarnya modal.  

Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di bank islam termasuk kategori investasi. Besar kecilnya perolehan kembalian itu tergantung pada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai pengelola dana. Dengan demikian, bank islam tidak dapat hanya sekedar menyalurkan uang. Bank islam harus terus menerus berusaha meningkatkan return on investment sehingga lebih menarik dan lebih memberikan kepercayaan bagi pemilik dana.

Disimpulkan (Ali,2010:112) Perbedaan antara bunga dan bagi hasil akan saya perjelas berikut.
Penentuan Keuntungan

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun