Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe

19 Tahun Jadi Pembunuh, Masa Muda yang Berapi-Api?

11 Maret 2014   09:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:04 158 1


Berita tentang pembunuhan berencana yang dilakukan oleh sepasang kekasih ini menyisakkan tangis dan penyesalan. Betapa sedih hati orang tua korban melihat anaknya kini telah tiada dengan ending begitu tragis. Dibunuh dengan sebelumnya disiksa; disetrum, disumpal mulutnya dengan koran, dipukuli hingga meninggal dunia.


Mereka para pemeran dalam tragedi ini adalah para pemuda. Baik korban maupun pelaku pembunuhnya sama-sama berusia 19 tahun. Bahkan ketiganya adalah teman sekelas sewaktu duduk di bangku SMA dulu.


Jika membunuh bisa dikatakan sebagai prestasi, maka sungguh buruk prestasi yang dihasilkan oleh pemuda berusia 19 tahun itu.


Kasus ini adalah contoh, bahwa pemuda kita masih gampang galau dengan masalah-masalah sederhana namun mencari solusi dengan cara yang sangat mencerminkan kalau ia belum kunjung dewasa meski sudah duduk di bangku kuliyah menyandang gelar mahasiswa.


Di Mesir, Sebuah seminar tentang problematika remaja digelar. Pematerinya adalah seorang dokter tapi juga pemerhati sejarah. Beliau adalah Dr. Raghib As Sirjani.


Sebelum memulai presentasi, Beliau meminta kepada semua peserta untuk menuliskan di selembar kertas masalah terbesar yang mereka hadapi yang mana jika masalah tersebut bisa diatasi maka mereka akan menjadi manusia yang sangat bahagia.


Dokter ini terkejut. Ternyata masalah terbesar yang dihadapi oleh kebanyakan peserta seminar tersebut adalah masalah-masalah remeh yang seharusnya tidak masuk dalam katagori masalah serius. Diantara masalaha yang ditulis oleh mereka adalah,


- Masalah asmara dengan pacarnya

- Ingin mempunyai hape keluaran terbaru namun orang tua tidak membelikannya

-Bingung setelah lulus kuliah (lumayan berbobot)


Dan masalah-masalah remeh lainnya yang seharusnya tidak mendapat porsi besar sampai menguras kondisi kejiwaan. Yang ingin disampaian beliau adalah betapa para pemuda yang duduk di bangku kuliah ini ternyata mudah galau dengan permasalahan-permasalahan pribadi yang seharusnya itu adalah masalah kecil. Mereka telah dewasa memang, tapi jiwa mereka masih anak-anak.


Sangat berbahaya jika para pemuda dibiarkan tanpa arahan dan teladan. Alih-alih kita titipkan masa depan bangsa kepada mereka justru kita ikut urun rempug menghancurkan bangsa dengan membiarkan mereka mengikuti gaya hidup yang tidak jelas. Apa yang terjadi pada kasus pembunuhan yang dilakukan oleh remaja berusia 19 tahun itu dalah contoh nyata bahwa dia belum kunjung dewasa.


Pemuda kita perlu teladan. Sementara teladan yang begitu melimpah dan banyak tak mampu mereka jangkau dikarenakan para orang tuwa yang juga sama-sama tidak tahu siapa yang harus diteladani.


Berikut ini adalah beberapa contoh nyata dari peran pemuda berprestasi di zaman awal-awal islam.
Zubair bin ‘Awwam


Beliau adalah sahabat Nabi dan salah satu pahlawa islam. Berapa umurnya ketika dia masuk islam? 15 tahun! Artinya, jika dia ada di zaman kita, dia masih duduk dibangku SMP atau SMA. Sekarang remaja kita yang duduk di bangku SMP atau SMA ini, apa yang ada di dalam pikiran mereka? Kebanyakan dari mereka menghabiskan waktu di depan layar kaca, bermain PS berjam-jam. Tiada waktu kecuali selau di tangannya ada internet, bermain biliyard dll. Sementara Zubair, di usia 15nya memutuskan masuk islam dengan segala konsekwensi ikut menjadi salah satu pimpinan pasukan berkuda dalam pertempuran dengan kaum Quraisy. Membaca sirah Zubair akan ditemukan banyak teladan untuk para pemuda.


Ali bin Abi Thalib.


Siapakah remaja kita yang mengenal beliau dengan baik? Kebanyakan dari mereka hanya mengenal sebatas nama. Iya, beliau adalah khalifah muslimin keempat. Tahukah remaja kita kapan dia masuk islam? Dia masuk islam ketika umurnya baru 10 tahun. Itu artinya dia adalah anak kecil dan masih bocah. Namun, keputusannya untuk mengikuti ajaran yang dibawa oleh sang Rasul membuktikan jiwa besar yang dia milikinya.


Zaid bin Tsabit


Dia berusia 13 tahun. Tubuhnya kecil dan kurus. Namun ketika dia mendengar bahwa pasukan muslimin akan berangkat perang di Badar, dia berhasrat untuk ikut dan masuk dalam barisan tentara kaum muslimin. Iya, tubuh boleh kecil dan kurus namun ambisi dan jiwanya melebihi tubuh dan usianya yang masih kecil. Bahkan pedang lebih panjang dari ukurang tinggi tubuhnya.


Dia mendatangi Rasulullah. Namun beliau menolaknya untuk ikut berperang. Zaid kecil sedih dan dia pulang ke ibunya dan menangis karena tidak diizinkan ikut bertempur.


Sang ibu menasehatinya, “Jika kamu tak diizinkan untuk ikut berperang maka ada cara lain dalam membela islam selain dengan pedang. Kamu sudah hafal beberapa surat di alqur’an dan bisa baca tulis. Maka gunakan kemampuanmu ini untuk membela islam.”


Dia bersama ibunya mendatangi Rasulullah dan beliau menyambutnya. Singkat cerita dia disuruh untuk mempelajari bahasa orang yahudi dan bahasa lainya. Kemampuannya betul-betul teruji dan terbukti. Dia mampu menguasai bahasa yahudi seperti orang yahudi asli. Dan waktu itu usianya baru 13 tahun.


Itu adalah sedikit dari contoh remaja berprestasi yang menggunakan masa mudanya dengan benar. Masa muda yang berapi-api yang digunakan untuk membela agamanya, untuk kebahagiaan dunia dan akheratnya. Begitulah serunya menjadi pemuda dan remaja. Bukan karena cemuburu lantas membunuh dijdaikan solusi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun