Temuan ini membuat BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas APBD DKI 2013, turun satu peringkat dari APBD 2012 yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). WTP merupakan peringkat pertama dari empat opini yang dikeluarkan BPK RI, diikuti oleh WDP, Disclaimer (tidak beropini) dan Adverse (tidak wajar).
Sekretaris Tim Kampanye Nasional Prabowo – Hatta, Fadli Zon mengatakan bahwa hal ini merupakan bukti bagaimana gagalnya kinerja pengawasan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta. Karena di bawah Jokowi, DKI bukannya mempertahankan hasil audit BPK malah turun prestasinya. Ketua Fraksi Partai Gerindra Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Mohammad Sanusi bahkan meminta Jokowi untuk segera mundur dari Jabatannya. “Dia sudah terbukti tidak mampu mengurus Jakarta. Buktinya, banyak program unggulannya malah dijadikan ajang korupsi. Jokowi harus gentleman, dong. Kalau tidak mau mundur, berarti dia bukan negarawan,” ucapnya. Ia melanjutkan, “Mending dia lepasin baju, copot logo Jaya Raya (seragam dinas) dan minta maaf ke seluruh warga Jakarta kalau dia telah gagal ngurus Jakarta. Itu baru sikap negarawan sejati,” katanya.
Temuan ini, sebenarnya bukan sebuah hal yang baru bagi Pemda DKI. Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjelaskan ada beberapa temuan yang sama dalam APBD 2012 saat Gubernur Fauzi Bowo. Temuan itu yakni kasus BOP (Biaya Operasional Pendidikan), kasus Dinas Pekerjaan Umum, masalah aset, kasus Bantar Gebang yang tidak dibuka, dan kasus Transjakarta. Bedanya, Ahok melanjutkan, pada zaman Fauzi Bowo ada beberapa temuan yang tidak atau belum ketemu pada 2012. Tahun 2012 lalu, Ahok bahkan mengaku bingung karena DKI bisa mendapatkan opini WTP.
Lebih lanjut, Ahok menjelaskan bahwa tata cara pengelolaan keuangan era pemerintahan Gubernur Jokowi tetap lebih baik dari era sebelumnya karena semua transaksi keuangan dilakukan secara transparan. Pada 2013, DKI Jakarta mulai menerapkan peraturan agar seluruh transaksi keuangan dilakukan melalui transfer lewat rekening bank. Kalaupun ada transaksi tunai, nilainya pun tak boleh lebih dari Rp 100 juta. “Makanya saya tanya, kalau sekarang saja BPK kasih WDP, kenapa waktu zaman Fauzi Bowo kasih WTP? Fauzi Bowo pernah enggak bikin transparansi transaksi semua uang lewat Bank DKI dan semua transaksi harus transfer dan dimonitor langsung dengan BPK,” ujarnya.
Jika memang sistem transparansi keuangan baru yang digunakan oleh Pemda DKI era Jokowi inilah yang membuat APBD DKI mendapatkan raport merah, maka mungkin kasus ini memang gara-gara Jokowi. Karena jika Jokowi dan Ahok tidak menggunakan sistem transparansi keungan tersebut, BPK mungkin tidak akan menemukan temuan-temuan tersebut.
Meskipun kecewa, menurut Ahok temuan seperti ini merupakan sebuah hal yang sudah sepantasnya karena memang masih banyak oknum nakal dalam Pemda DKI. “Memang harus turun. Masih ada aset enggak beres dan nyolong-nyolong duit, Kalau BPK masih baik hati cuma turun satu tingkat. Kalau saya yang periksa, Tidak Menyatakan Pendapat,” tandasnya. Terkait dengan ramainya pemberitaan media terkait dengan permasalahan ini, menurut ahok dikarenakan Jokowi sedang maju dalam Pilpres. “Enggak ada salah dengan Pak Jokowi kok. Justru kalau kita bicara jujur, kamu punya perusahaan, kamu mempekerjakan profesional, kamu menyewa akuntan publik enggak untuk audit? Pakai kan? Ini untuk mengetahui, anak buah anda nyolong apa enggak. Ramainya ini karena ada pilpres aja, pak Jokowi (Gubernur DKI Jakarta) kan ikut pilpres. Makanya jadi ramai,” ujar Ahok.