Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Cerpen: Harapan

18 Februari 2022   19:16 Diperbarui: 18 Februari 2022   19:22 117 3
Siang ini cuaca begitu terik, cahaya masuk lewat dinding berlubang. Kediaman Orang tua Johan dari bilik bambu sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini.

"Aku ingin keluar dari pekerjaan," kata Johan kepada Riana.

Sontak mata Riana menatap tajam kepada Johan sang suami. Tak suka dengan keputusan yang sangat mendadak. 

"Keluar, katamu lalu kau akan menganggur." 

"Dengar, Ri. Kamu tak perlu khawatir. Aku akan berusaha mencari pekerjaan lain selain ini."

Pekerjaan Johan sebagai sopir truk membuatnya sering jauh dari keluarga. dia merasa tak cukup dari seminggu hanya hari Minggu saja dia berada di rumah. Setelahnya dia akan terjebak dalam kemacetan lalu lintas dan pemandangan jalan raya, roda dua dan empat.

Harapan Johan hanya satu, setiap kali dia membuka matanya di sisi kanan hanya ada Riana bukan bangku kosong di dekat kemudinya.

Riana duduk termangu, terdiam lama. Perasaan sang istri tak karuan memikirkan utang.

Kedua tangan terhimpit diujung lengan, dipeluk Riana namun wanita bermata sipit itu berpaling. Ada butiran kecil yang akan jatuh dari pelupuk mata.

"Seandainya aku masih kerja, Jo. Kehidupan kita akan jauh berbeda."

Setelah menikah Johan melarang Riana untuk bekerja. Biar Johan yang menjadi tulang punggung keluarga. Pada kenyataannya gaji Johan selalu kurang untuk biaya kebutuhan sehari-hari. Meskipun sekarang dia menumpang di rumah orangtuanya. Tetap saja membayar tagihan listrik dan air harus dibayar setiap bulan.

Malam hari Johan terus berusaha mencari informasi pekerjaan lewat kawan dan kerabat dekat. Karena tak ada jawaban Johan memilih keluar.

Saat itu Johan melihat ada wanita cantik di pinggir jalan hendak dibegal oleh dua pria berbadan besar.

Johan tak bisa tinggal diam, dengan kecerdikan merauk tanah dari pot bunga. Kemudian mendatangi mereka lalu menghempaskan tanah itu ke wajah dua pria begal. Yang kini menahan perih. Johan dan wanita tadi melarikan diri dengan sepeda motor.

Hingga sampai di perempatan rumah penduduk. Johan berhenti, "Lain kali hati-hati, Neng. Kalau keluar malam mending jangan sendirian." Tutur Johan.

 "Iya, emas. terima kasih, ini buat emas." Wanita dengan kedua lesung Pipit itu tersenyum ketika menyodorkan selembar kertas berwarna merah. Johan menolaknya.

"Kalau begitu sebagai ucapan terima kasih kita mampir dahulu di situ," sang wanita menunjuk sebuah lesehan tenda nasi goreng. 

Setelah dibujuk lama Johan akhirnya bersedia. 

"Saya Nisa."

"Johan." 

Mereka berjabat tangan.

"Tadinya saya sedang mencari rumah sopir saya tetapi malah lupa alamatnya. sopir saya berhenti dengan alasan istrinya sakit. Saya ingin memaksanya untuk bekerja lagi. Kamu sendiri mau ke mana?"

Johan berpikir mungkin ini kesempatannya mendapatkan pekerjaan baru sebagai sopir pribadi Nisa.

"Sebenarnya saya juga sedang butuh pekerjaan," ujar Johan.

"Kamu bisa nyetir?"

"Tentu saja bisa."

"Kalau begitu besok bisa langsung kerja sebagai sopir saya, bagaimana?" 

Nisa memberikan kartu nama kepada Johan. dia mengangguk setuju. Pesanan dua piring nasi goreng pun telah diantarkan. Keduanya saling bertukar nomor ponsel. Sembari menyuap nasi Nisa enggan berpaling menatap kedua bola mata Johan yang tampaknya begitu senang.
Pemalang, 18 Februari 2022

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun