Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ramadan

Tak Ada Kata Telat Menghafal Al-Qur'an

6 April 2024   09:26 Diperbarui: 6 April 2024   09:31 438 0

Malam semakin larut. Hampir pukul dua dini hari. Tapi orang-orang yang beri'tikaf di masjid Andi Murni Badiu, Sekolah Putri Darul Istiqamah (SPIDI) memilih tidak tidur. Mereka larut dalam ibadah shalat, dzikir, doa, atau tilawah demi mengejar kemuliaan lailatul qadr di malam ke 27 Ramadhan ini.

Selepas shalat, saya melihat ustadz Abdul Rahim sedang khusyuk mengaji di dekat tiang masjid. Saya langsung terpikir untuk mengobrol dengannya untuk mengambil faidah tentang Al-Qur'an padanya.

Ustadz Abdul Rahim bukanlah sembarang orang. Ia penghafal Al-Qur'an 30 juz lancar. Tajwid Al-Qur'annya sangat baik. Ditunjang suaranya yang sangat merdu. Tak heran jika ia didaulat menjadi imam rawatib pada sebuah masjid besar di Maccopa. Juga diamanahkan menjadi kepala jurusan tahfidz SPIDI.

Beberapa hari lalu pada Ramadhan ini ia melakukan tasmi' hafalan 30 juz dalam satu majelis di masjid Andi Murni ini di hadapan para santri dan guru.

"Saya menghafal Al-Qur'an setamat SMK Dimasukkan ke sebuah pesantren tahfidz di Jawa oleh orang tua." Jawab penyuka oleh badminton ini ketika ditanya kapan mulai menghafal Al-Qur'an.

Menjelang tamat SMK, ia mengajak beberapa sahabatnya untuk sama-sama kuliah di sebuah universitas ternama di kota kelahirannya, Riau. Tapi takdir Allah berkata lain. Ia yang mengajak sahabat-sahabatnya untuk kuliah, malah harus masuk pesantren untuk menghafal Al-Qur'an.

"Jadi bisa dibilang saya dipaksa awalnya. Saya kan sudah tamat SMA, maunya kuliah, tapi harus masuk pesantren oleh orang tua. Tapi lama kelamaan saya kok merasa betah. Lalu saya mulai memotivasi diri menghafal, dari yang sebelum masuk hanya hafal beberapa surah pendek hingga akhirnya bisa hafal 30 juz." Ujarnya tersenyum.

Alhamdulillah, hanya dalam jangka waktu satu tahun setengah, ia sudah bisa menghafal 30 juz.

"Selain faktor lingkungan pendidikan, tentu motivasi dari dalam diri sendiri hal yang paling menentukan dalam menghafal." Jawab penyuka buah durian ini saat ditanya tips untuk menghafal.

"Jika mengganggap menghafal Al-Qur'an adalah beban, maka agak sulit untuk dapat menghafal 30 juz. Dan itulah yang selalu saya tanamkan pada para santri." Tambahnya.

Di SPIDI, ia bisa membedakan mana santri yang punya motivasi besar untuk menghafal dengan tidak. Itu terlihat dari output hafalannya. Santri yang punya motivasi besar punya hafalan lebih banyak. Dan mau menghafal secara mandiri meski tak disuruh.

"Ada anak jurusan lain yang lebih banyak hafalannya dibanding anak jurusan tahfidz. Karena motivasi menghafalnya lebih baik." Tuturnya.

Selama pria suka senyum ini diamanahkan menjadi pembina jurusan tahfidz, sudah puluhan santri yang menamatkan hafalannya. Sisa murajaahnya saja agar mereka bisa mengikuti jejaknya dalam tasmi 30 juz sekali duduk.

Namun, bagi unit yang ia kepalai ini, target utama bukanlah banyaknya hafalan santri, tapi bagaimana tahsin dan tajwid santri bisa baik. Sebab kalau sudah baik, maka menghafal pun bisa dilakukan tanpa guru.

Tak terasa kami mengobrol panjang. Meski awalnya saya merasa tak enak karena telah mengganggunya bertilawah. Tapi mendengarkan ia bersemangat bercerita membuat rasa tak enak saya hilang. Apalagi saat Ibu Muzkiyah datang membawa sepiring kue untuk kami.

Saya pribadi sempat kaget saat ia memberitahu bahwa dirinya baru menghafal Al-Qur'an setamat SMA. Padahal apa yang saya lihat darinya adalah Al-Qur'an yang telah mendarah daging.

Dari ustadz Abdul Rahim mengajarkan pada kita semua bahwa tak ada kata telat dalam menghafal Al-Qur'an asal ada kemauan dan tekad.

Sudah benar mendidik anak dengan Al-Qur'an sejak dini. Tapi jika punya anak dewasa yang belum tahu mengaji dengan baik, jangan sungkan memintanya untuk belajar. Atau pun kita yang sudah tua ini. Masih tetap bisa belajar dan menghafal Al-Qur'an. Siapa tahu Allah memudahkan untuk menjadi seperti ustadz Abdul Rahim.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun