Hal ini berdasarkan apa yang saksikan pada mereka pada saat-saat tertentu misalnya selama mengajar atau bertemu mereka dalam beberapa momen, misalnya Ayu Zakinah, santri kelas XI asal Sengkang yang telah melakukan tasmi' 30 juz sekali duduk, saya menilainya sebagai sosok santri yang tak banyak tingkah dan tak banyak bicara. Nyaris saya tak mendengar suaranya kecuali saat ia bertanya atau hal lain yang memaksa ia berbicara.
Pernah suatu ketika saya mengadakan game bahasa Arab di kelas XI gabungan Saintek dan Tarbiyah. Ia menjawab semua pertanyaan kuis sehingga membuat seorang temannya spontan berteriak "masya Allah cerdasnya." Saya pun menjawabnya "ini karena berkah Al-Qur'an".
Sementara itu Mughni (kelas XII), dan Nabiha (kelas X) meski tak pernah mengajar mereka di kelas, tapi dari beberapa momen, saya sangat terkesan pada mereka.
Mughni misalnya, pernah saya menanyainya akan kuliah di mana. Ia menjawab : "kalau bukan di Timur Tengah, minimal di LIPIA, Albirr, atau STIBA. Yang jelas bisa kuliah di kampus yang tak bercampur pria dengan wanita." Tentu jawaban seperti ini adalah merupakan refleksi dari pribadi wanita yang berusaha menjaga kemuliaan dirinya.
Ada pun Nabiha, saya sering kali melihatnya menyendiri. Baik itu di pojok masjid atau di gazebo. Bibirnya komat-kamit sambil menutup mata. Saya tahu ia sedang serius menghafal atau mengulang-ulangi hafalannya.
Suatu ketika dalam kondisinya seperti itu, saya mendatangi Nabiha dan bertanya tentang hafalannya. Ia hanya tersipu malu tak menjawab sepatah kata pun. Jujur, saya pribadi bahkan tak punya gambaran tentang suaranya. Saya sampai menjulukinya santri yang lebih banyak menggunakan lisannya untuk menghafal dibanding berbicara.