Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Dahsyatnya Kata "Tolol""

12 Juli 2012   01:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:03 535 0
Ketika membuka Kompasiana, kadang terus terang  malu juga. Sebab sudah  lama tidak  menuliskan sesuatu, kecuali sekedar  memberi tanda yang empat (inspiratif, aktual, menarik ....dst). Atau sekedar memberikan komen pada  tulisan kawan yang  lain yang dikenal secara  pribadi.

Malu! Sebab  didalam  profil saya  sebut, "berusaha  menulis setiap hari", lha  buktinya: tidak  menulis setiap hari. Jujur, awal mengikuti kompasiana adalah upaya  melatih menulis, berbagi cerita dan syukur-syukur  saling  memperoleh dukungan (kritikan berupa  konten tulisan baik setuju atau  tidak setuju  juga dukungan). Akan tetapi, sungguh mungkins ecara  pribadi, saya  orang  yang anti terhadap umpatan. Dulu  zaman SMA ke  bawah  kata  umpatan lebih baik   berkelahi. Tentu di zaman HAM semacam ini  bisa  berabe jika diterapkan.

Dalam postingan  pertama, saya  tidak  menduga bahwa  banyak yang melihat  tulisan saya, mungkin karena tentang  Sepak Bola, dan  judulnya  sedikit  provokatif. Tetapi sungguh  saya  tidak  menduga, ada  kata-kata komen yang kemudian menjadikan saat itu  juga  saya   menjadi  malas untuk nulis  di Kompasiana.Kata  itu  adalah TOLOL.

Saya  tidak berusaha  mencari  padanan atau  makna   arti kata itu  di Kamus besar  bahasa Indonesia, sebab kata  itu  itu adalahbahasa  jalanan yang  dipahami sebagai  bahasa  jalanan--termasuk mungkin juga bahasa  kaum politik--bukan  bahasa  kaum penulis, kecuali mungkin dalam tulisan fiksi untuk menggambarkan cerita.

Sesungguhny  ada  beberapa  tulisan yang  saya  siapkan untuk berbagi di Kompasiana, akan tetapi urung  saya postingkan, sebab  Phobia  dengan kata-kata  tolo tersebut.  Dan selama itu saya  hanya  menjadi  penikmat tulisan para  blogger  KOmpasiana yang  lain. JIka  da  yang  menarik dan dirasa  penting  saya  copas dan mohon ijin share copas.

Nah kali  ini, saya  mencoba untuk memposting lagi tulisanke  Kompasiana, mudaha-mudahan menjadi katif  lagi. Semoga  bisa  minimal 1 minggu sekali atau maksimal satu bulan sekali. Ditanggapi positif dan banyak  memberikan manfaat Alhamdulillah. Dikritik dan tidak disetujui juga  Alhamdulillah, itu  tanda  anda  menyempatkan waktu membaca uneg-uneg saya, asal  konten tulisannya yang dikritik. Nah, jika  ada  kata-kata umpatan ini yang bermasalah bagi saya.

Mungkin zaman ini sah-sah saja  orang  mau  bersikap apa saja. Tapi ingat kata-kata umpatan tersebut akan berbalik  seribu kali buat siapa saja yang suka  mengumpat. Ingta  mengumpat  dan mengkritik bisa  dibedakan oleh anak lulusan SD sekalipun.

Ada  baiknya, di zaman yang serba ketat ini membudayakan sikap kritis yang berbudi. Contoh konkritnya, saya  juga mendapati beberapa tulisan teman-teman  di Kompasiana yang bagi saya  menganggu secera  pemikiran, ide  dan agak provokatif dnegan bahasa yang  ilmiah dan  membantahnya dengan gagasan. Padahal terus terang, saya  "eneg" juga  dnegan gagasannya. Alhamdulilah  kata-kata  umpatan  atau sekedar  tulisan misalnya  ungkapan, "tulisan  ini  tidak bermutu", tidak  saya lakukan.

Saya  menyadari bahwa   di forum ini  kita sedang berupaya  belajar  menuliskan ide  dan gagasan serta  sharing  pendapat. BUkankah peradaban yang baik, jika  ada  permasalahan  harus diselesaikan  dnegan dialog. Dan dialog adalah  mempertemukan gagasan-gagasan. Dan, bukankah kekerasan awalnya  adalah dari kata-kata  juga. Dan, kita  juga  perlu  orang  lain  untuk menilai  gagasan kita, bahkan kalau  perlu gagasan kita  dibantah untuk  terjadi dialektika gagasan.Dan ini adalah upaya  saling menguatkan jiwa aga tetap memiliki  harapan kehidupan lebih baik.

Oleh karena  itu, sangat  penting menjaga  etika  dalam berkomentar, karena  kata-kata  komentar  sungguh dahsyat pengaruhnya. Paling tidak bagi diri  saya. Memberikan  komen yang sopan kembalinya  ke  diri  kita sendiri.

Wallahu alam Bishowab

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun