Mohon tunggu...
KOMENTAR
Horor

Sopir Taksi dan Perempuan Sunyi

13 Agustus 2024   13:16 Diperbarui: 19 Agustus 2024   12:28 368 54
Oleh: Akhmadi Swadesa

SUATU malam yang dingin dan basah bergerimis di Ibukota.

Seorang sopir taksi yang sudah banyak tahun kerja mengemudi, berumur sekira lima puluh tahun lebih, Ramson namanya, tengah menunggu penumpang di pinggir jalan sambil merokok kepus-kepus. Dan sesekali juga Ramson melepaskan 'gas beracun'nya karena tadi barusan makan nasi Padang dengan lauk telor bulat rebus bumbu balado.

Malam itu berbeda dari biasanya, sepi dan hujan rintik-rintik membuat suasana menjadi sendu dan muram. Sambil menikmati kopi dari termos kecilnya, Ramson melihat seorang perempuan muda berdiri di bawah lampu merkuri jalanan. Perempuan itu tampak kebingungan, basah kuyup, dan seakan tengah mencari sesuatu.

Ramson segera membuka jendela dan bertanya, "Malam basah dan dingin begini mau ke mana, Neng? Saya bisa antar kalau mau."

Perempuan itu menoleh perlahan, dengan wajah yang agak pucat, lalu tersenyum tipis. "Apakah bisa antar saya ke suatu tempat?" tanyanya dengan suara lirih. Seperti ada rasa khawatir Ramson tidak bersedia mengantarnya.

Ramson yang hidungnya bengkok mirip paruh burung hantu itu, mengangguk, "Tentu saja bisa, Neng, silakan masuk," jawabnya.

Perempuan itu segera masuk ke dalam taksi, duduk di bangku belakang, dan mengarahkan pandangannya keluar jendela dengan bibir yang terkatup rapat. Ramson merasakan ada sesuatu yang aneh, tapi dia tetap menjalankan mobilnya. "Ke mana, Neng?" tanyanya lagi.

Perempuan itu terdiam sejenak, lalu menyahut dengan suara pelan. "Ke Jalan Bunga Kamboja, Pak."

Tentu saja. Jalan Bunga Kamboja, sebuah tempat yang tak asing bagi Ramson. Tapi malam ini, jalan itu tampak lebih sepi dan sunyi dari biasanya. Tak ada kendaraan lain, dan lampu jalan yang redup menambah kesan mencekam.

Sepanjang perjalanan, perempuan itu hanya diam, sesekali menarik napas panjang, seolah sedang memikirkan sesuatu yang sangat berat dan membebani batinnya.

Ramson mencoba mencairkan suasana dengan beberapa pertanyaan ringan, tapi perempuan itu hanya menjawab dengan kata-kata singkat atau anggukan. Akhirnya, Ramson memutuskan untuk berkonsentrasi mengemudi. Dan berharap perjalanan ini segera berakhir.

Manakala mereka mulai memasuki Jalan Bunga Kamboja, suasana semakin aneh. Ramson merasakan hawa dingin yang menusuk dan lindap hingga ke tulang sumsum.

Tiba-tiba, perempuan itu berkata dengan suara yang pelan, "Pak, bisakah kita berhenti sebentar di depan rumah itu?"

Ramson mengerem perlahan dan memandangi rumah yang dimaksud. Rumah itu tampak tua dan tak terawat, dengan cat warna biru yang sudah mengelupas di sana-sini dan jendela yang tertutup rapat. Hatinya berdesir, bagai merasakan sesuatu yang ganjil, tapi dia tetap menghentikan mobilnya.

Perempuan itu masih diam di dalam taksi, memandangi rumah tua tersebut dengan tatapan penuh arti. Ramson, yang semakin penasaran, bertanya, "Neng, ada apa dengan rumah ini? Apakah rumah ini milik Neng?"

Perempuan itu menarik napas panjang, kemudian menjawab, "Iya, benar. Ini rumah saya dulu, Pak. Sudah lama saya tidak kembali ke sini."

Ramson terkejut mendengar jawaban tersebut. "Dulu? Maksud Neng bagaimana?"

"Sudah bertahun-tahun saya pergi dari sini, Pak. Ada banyak kenangan yang tertinggal di rumah ini... kenangan yang pahit dan manis."

Suasana semakin mencekam, Ramson merasakan ada sesuatu yang tidak biasa. Sepertinya aneh sekali. "Neng, kenapa tidak masuk saja? Mungkin bisa melihat-lihat sebentar?"

Perempuan itu tersenyum pahit, "Saya tidak bisa masuk, Pak. Saya hanya bisa melihat dari luar."

Ramson mengerenyitkan kening, semakin bingung, tapi sebelum dia bisa bertanya lebih jauh, perempuan itu berkata, "Pak, bisa antar saya ke tempat lain?"

Sopir taksi berdarah Borneo itu mengangguk pelan, meskipun di benaknya masih menyimpan banyak pertanyaan.

"Mau ke mana lagi sekarang, Neng?"

"Ke makam di ujung Jalan Keladi Merah, Pak," jawabnya dengan suara yang semakin lirih.

Dengan hati penuh tanya, Ramson mengemudikan taksinya menuju Jalan Keladi Merah, melewati deretan rumah yang sudah tampak sepi karena malam makin melarut. Dia merasa semakin tidak nyaman, terutama dengan permintaan perempuan itu untuk diantar ke makam pada jam segini. Namun, dia tetap menuruti keinginan perempuan aneh itu dengan perasaan sedikit ngeri juga rasa ingin tahu lebih jauh.

Dan sesampainya di makam, suasana semakin mencekam. Gerimis yang tadi turun perlahan, kini berubah menjadi hujan deras. Makam itu tampak sunyi dan gelap, dengan hanya satu atau dua lampu yang menyala dari kejauhan. Ramson kembali menghentikan taksinya di depan gerbang makam.

Perempuan itu tidak langsung turun, tetapi memandang gerbang makam dengan mata yang berkaca-kaca. Wajahnya terlihat amat sendu dan muram.

"Terima kasih, Pak. Di sini saja kita berpisah," katanya pelan.

Ramson, yang merasa semakin aneh, bertanya, "Neng, apa tidak perlu saya tunggu?"

Perempuan itu menggelengkan kepala, "Tidak perlu, Pak. Terima kasih atas kebaikan Bapak."

"Kalau saya boleh bertanya, Neng ini sebenarnya dari mana?"

"Perlukah Bapak mengetahuinya?"

"Tentu saja, kalau Neng tidak keberatan."

"Saya dari kesunyian, Pak!"

"Apa?" Ramson terkejut setengah mati. Mulutnya ternganga. "Dari kesunyian?"

Perlahan, perempuan itu membuka pintu taksi dan melangkah keluar. Ramson melihat perempuan itu berjalan menuju makam dengan langkah yang berat. Namun, yang membuat Ramson terkejut adalah ketika perempuan itu tiba di gerbang makam, tubuhnya seakan mulai memudar, hingga akhirnya lenyap di tengah lebat hujan.

Sungguh, Ramson tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Dia segera keluar dari taksi sambil menudungi kepalanya dengan lembaran koran,  dan berlari menuju gerbang makam. Ingin tahu keberadaan perempuan itu. Ternyata tidak ada siapa-siapa di sana, hanya kuburan yang sunyi dan hujan yang terus mengguyur bumi. Keheningan yang ringkih dan mencekam.

Dengan perasaan tak menentu, Ramson memutuskan untuk kembali ke dalam taksinya. Tapi sebelum dia menyalakan mesin, matanya tertuju pada sebuah foto yang tergeletak di kursi belakang bersama setangkai bunga mawar putih yang berduri. Itu adalah foto perempuan yang baru saja diantarnya, berdiri di depan rumah tua yang mereka singgahi barusan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun