Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Islam "Yes", Partai Islam "No"

2 April 2014   14:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:11 745 0
Masih teringat jelas, pernyataan yang pernah disampaikan oleh alm. Nur Cholis Madjid, atau cak nur terkait pandanganya terhadap Islam dan politik, cak nur mencoba memberikan ketidaksetujuannya dalam sebuah jargon politik yaitu "Islam yes, partai Islam no". Cara berfikir cak nur cukup lugas dan cerdas, menggunakan beragam sudut pandang untuk mengkritisi sesuatu, gaya pemikiranya memiliki ketajaman analisa yang dalam dan terukur.

Namun saya tidak akan mengkaji tentang sosok cak nur, namun dalam konteks saat ini jargon politik cak nur "Islam yes, Partai Islam No" lebih menarik untuk dikaji mengingat pesta demokrasi semakin dekat.

Mari kita kaji terlebih dahulu partai islam itu apa !!!!

Partai politik didefinisikan sebagai suatu kelompok terorganisasi yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. (Miriam Budiardjo, 1992). Tujuan partai politik adalah memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan partai. Ada empat fungsi partai politik, yaitu: fungsi agregasi, edukasi, artikulasi, dan rekrutmen. (Sigmund Neumann, 1981)

dalam surat Al Imron 104; dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar

dari pengertian politik dan surat Al Imron 104 di atas, dapat di tarik sebuah kesimpulan, partai Islam adalah sekelompok yang terorganisir (golongan) yang anggotanya memiliki orientasi (tujuan) yang menyeru pada kebajikan dan mencegah kemungkaran, memiliki nilai nilai keislaman dan cita cita yang sama. Tujuan politik Islam adalah memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan dan mengatur kebijakan sebagai upaya untuk memperluas ajaran Islam dalam rangka mencari ridlo Allah SWT.

Pada masa Nabi Muhammad SAW, kegiatan politik digunakan untuk membangun fondasi dakwah islam, dan melindungi umat Islam yang dalam keadaan bahaya dan penuh ancaman dari kafir qurays, sehingga nabi menghimpun dan membina keluarga dan sahabatnya untuk menjadi pilar dakwah islam pada saat itu. sehingga nabi mampu mendirikan negara madinah, yang akhirnya menjadi kekuatan dakwah islam.

dalam konteks saat keindonesiaan, dimulai pada masa penjajahan; kata "Islam" terbukti mampu menjadi magnet pemersatu dalam hal perekonomian, munculnya sarekat dagang Islam jika tidak salah muncul pada tahun 1910-1911, meskipun pada saat itu Islam belum mampu bersatu dalam hal politik, pada tahun 1935 muncul MIAI (Majelis islam A'la Indonesia) yang menjadi embrio lahirnya partai Islam seperti PSII (Partai syarikat Islam Indonesia), selanjutnya masyumi (majelis syuro muslimin indonesia), meskipun belum dianggap sebuah aktifitas politik karena indonesia belum merdeka, namun munculnya beberapa kelompok islam pada masa penjajahan merupakan embrio munculnya partai Islam di Indonesia setelah kemerdekaan

Setelah indonesia merdeka, partai berlabel Islam pada awalnya hanyalah masyumi, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Perikatan Umat Islam, dan Persatuan Umat Islam. Namun perkembanganya masyumi bubar karena sikap primordialis antar golongan didalamnya. dan akhirnya muncul beberapa partai Islam seperti PERTI (tradisional islam), PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia), dan NU.

Pada masa orde baru muncul dua aliran politik yaitu partai nasionalis ( PNI, IPKI, Murba, Parkindo, Partai Katolik) dan Islam (NU, Parmusi, PSII, dan Perti). selanjutnya melalui kesepakatan menjadi nama Partai Persatuan Pembangunan)

Tumbangnya presiden soeharto sekaligus juga runtuhnya sistem politik soeharto, berdampak pada munculnya partai partai baru. partai islam kembali terpecah menjadi hingga saat ini.

Panjang berbicara sejarah, mari kita masuk dalam subtansi pembahasan!!

Memasukkan kata "Islam" dalam perpoltikan di Indonesia bukanlah perkara yang mudah mendekati mustahil, ini bukan sikap pesimis saya sebagai muslim, namun ini realita. Indonesia sudah terlanjur Plural dari bayinya, artinya negara ini dilahirkan dalam keadaan yang majemuk, banyak perbedaan baik suku, ras, dan agama. ada beberapa faktor kemustahilan partai Islam berhasil dalam kontestasi politik di Indonesia:

Pertama, sikap nasionalisme yang ditanamkan oleh para pendiri bangsa cukup membuat masyakat berbangga dengan jargon kebangsaan seperti bhineka tunggal ika dan pancasila, sehingga mereka mengkesampingkan sikap kesukuan dan perbedaan, memiliki kemerdekaan sebagai masayarakat untuk menentukan pilihan secara mandiri tanpa melihat dari partai Islam atau tidak.

Kedua, dalam islam sudah terjadi perpecahan internal, fanatisme ormas islam, sehingga muncul: istilah saling mengkafirkan, membidahkan, dan memurtadkan. sehingga sendi sendi perpecahan muncul, sikap benci tertanam diantaranya. sehingga secara tidak langsung suara Islam terpecah dan lemah

ketiga. sikap eksklusif yang berlebihan, ayat ayat suci dijadikan peraga kampanye, lafal lafal agama menjadi yel yel kemenangan, sehingga muncul kekhawatiran bagi masyarakat baik muslim ataupun non muslim terkait wacana menjadikan negara Islam Indonesia (pro kontra_

keempat, Partai islam tidak mampu menjaga konsistensi atau kehilangan arah ideologi, kecenderungan para pejabat politik dari partai Islam terbawa arus demokrasi yang sebenarnya mereka tentang. seperti isu kapitalisme, pemimpin perempuan, sikap jujur, memihak rakyat, mengakomodir kepentingan agama dll, setelah berhasil memasuki lingkaran kekuasaaN, sudah tidak lagi bisa dibedakan, mana partai islam dan mana yang bukan.

Kelima, banyak oknum dari partai Islam yang membuat pelanggaran, seperti korupsi, perzinahan, penyuapan, dll.

kelima hal tersebut, hanya sebagian saja, masih banyak lagi faktor yang mendukung kemustahilan partai islam berhasil di Indonesia, dan barangkali hal tersebut yang menjadi sebab munculnya lahirnya jargon politik cak nur "Islam Yes, Partai Islam No", disisi lain eksistensi partai Islam yang tidak diiringi konsistensi akhlak semakin melemahkan citra agama islam sendiri.

Akhirnya agama dijadikan alat politik, agama dijadikan untuk merangkul masa karena mayoritas penduduk beragama Islam, ayat ayat suci dijadikan alat peraga kampanye untuk menarik simpati,,,,,,,,,,,namun setelah berhasil masuk dalam arena kekuasaan, lupa atas agama, dan ayat suci yang mereka manfaatkan sebelumnya

Barangkali hal tersebut yang ada dalam hadits :“Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ada tiga perkara yang dapat merusak agama yaitu ulama yang jahat, penguasa yang zalim dan ahli hukum yang curang” (HR. Bukhari).

Maka berhati hatilah, mari kita memilih pemimpin yang HEBAT, jangan melihat peci atau sorban yang dipakainya karena barangkali itu hanya sebagai penutup kejahatannya, semoga kita tidak termasuk hamba yang memilih salah satu yang akan menjadi perusak agama di atas.

Agama bukan alat meraih kekuasaan, tapi agama adalah ajaran yang menjadikan kita pemimpin (kholifah) yang adil dan bijaksana.

Akhmad Ilman Nafia

Dosen Fakultas Agama Islam UNDARIS

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun