Isu mengenai perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi menuai tanggapan dari berbagai pihak, dari nasional bahkan hingga internasional.
Baru-baru ini sebuah media prestius luar negeri turut menyoroti isu tersebut. Media bernama The Economist di London Inggris menerbitkan artikel terkait masa depan Presiden Jokowi.
Media tersebut mengungkapkan dua risiko yang akan dihadapi oleh Jokowi apabila melakukan perpanjangan masa jabatan yang disebutnya sebagai risiko kembar (Twin Risk) yaitu risiko politik dan risiko ekonomi.
Risiko politik dapat kita artikan sebagai risiko yang dapat diderita dari hasil investasi sebagai akibat dari perubahan politik atau ketidakstabilan politik di suatu negara. Sedangkan risiko ekonomi (economic risk) adalah kemungkinan bahwa suatu peristiwa, termasuk salah urus ekonomi, akan menyebabkan perubahan drastis dalam lingkungan bisnis suatu negara yang mempengaruhi keuntungan dan tujuan perusahaan lainnya. Contoh risiko ekonomi seperto kelangkaan terhadap minyak goreng.
Dalam risiko politik, apabila isu perpanjangan masa jabatan presiden itu benar, maka yang akan terjadi adalah ketidakstabilan politik, bahkan diprediksi Jokowi akan dilengserkan rakyat. Â
Kesetabilan politik berasal dari dari berbagai hal bisa dari pemerintahan (eksekutif), badan legislatif dan termasuk isu perpanjangan masa jabatan presiden. Banyak pengamat menilai jika hal ini terjadi maka akan berpengaruh terhadap badan legislatif juga.
Menurut Hursubeno Arief yang dikutipnya dari The Economist risiko politik yang akan dihadapi oleh Jokowi juga berasal dari kalangan partai pendukungnya yang menolak amandemen konstitusi jika memperpanjang masa jabatannya.
Tak hanya itu, The Economist bahkan memprediksikan Presiden Jokowi berpotensi terancam dijatuhkan oleh rakyat yang memilihnya. Artinya perpanjangan jabatan presiden dapat menimbulkan kemarahan rakyat yang berujung pelengseran seperti tahun 1998.
Meskipun demikian, hal yang diungkapkan media itu bisa saja tidak akan terjadi. Pasalnya, meskipun isu ini heboh tapi mayoritas mayarakat menolak karena hal itu bertentangan dengan konsitusi walaupun pada dasarnya konsitusi itu prodak manusia sehingga kapanpun bisa dirubah.