"Perlunya KMS di lembaga zakat. Contoh program pemberdayaan di lembaga zakat belum berdampak signifikan. Konsentrasi dan program lembaga zakat berbeda-beda, sisi keberlanjutan penerima manfaat belum tersentuh. Kondisi ini dipengaruhi tiga hal: Pertama, pola pertanggungjawaban stakeholder hanya program charity. Kedua, desain program dalam keinginan dan kebutuhan pasar. Ketiga, kurangnya sinergi lembaga zakat dalam program. Dengan KMS bisa menyelesaikan persoalan," kata Organization Development Manager Dompet Dhuafa, Widodo Alyusro beberapa waktu lalu. Â
KMS dalam pemberdayaan di lembaga zakat, kata Widodo tidak bisa dilepaskan dengan data untuk menunjang keberhasilan program yang dijalankan.
"Kalau dihadapkan orang pemberdayaan dengan banyak data dalam implemtasi di lapangan. Pengetahuan tak bisa dilepaskan data, misalnya data kemiskinan, teman-teman pemberdayaan hafal, bicara data demografi juga," paparnya.
Informasi, data yang dikumpulkan agar menjadi sesuatu yang dipertimbangkan dalam mengambil keputusan. Contoh nilai gizi dari produk makanan ditampilkan dengan data. "Informasi bisa diambil untuk kesimpulan bahwa kita bisa membeli produk itu karena tidak baik bagi orang yang memiliki penyakit tertentu. Begitu juga data kemiskinan di mana wilayah tersebut perlu dibantu tapi segi potensi lemah harus charity dan tidak bisa pemberdayaan," jelas Widodo. Â
Sedangkan Wakil Dekan Bidang Sumber Daya, Ventura, dan Administrasi Umum Taufik Asmiyanto mengatakan, KMS sangat pentinng di perusahaan termasuk lembaga zakat. "Diharapkan bisa melakukan inovasi dengan adanya lingkungan penciptaan KMS," ungkapnya.
KMS konsep yang berkembang tahun 2000-an yang melihat manusia itu aset. Pengetahuan manusia membuat perusahaan maju ke depan. "Dengan konsep KMS, SDM mampu melanjutkan kemampuan SDM yang sudah pensiun," pungkasnya.