Si mahasiswa S3 ini, kita sebut saja A, berasal dari Cina dan belum pernah ke Inggris. Adalah hal yang biasa bagi seorang pendatang dari negara lain untuk merasa gugup saat harus settle di negara yang baru. Terutama kekhawatiran terhadap bagaimana harus melakukan hal-hal sehari-hari atau sepele-pele. Mungkin alasan inilah yang mendasari si A untuk memilih tinggal di flat yang disewa oleh temannya, sebut saja B, yang sudah cukup lama dikenalnya di Cina. Si B ini, yang juga berasal dari Cina, juga sedang menjalani studi S3-nya di universitas yang sama. B dan istrinya menyewa sebuah flat dengan dua kamar tidur. Keduanya memutuskan untuk kembali ke Cina selama setahun karena istri si B memilih untuk melahirkan di Cina. Nah, saat si B dan istrinya mengetahui bahwa si A akan ke Inggris, dengan senang hati mereka menawarkan si A untuk tinggal di apartemennya; dengan syarat si A bersedia membayar biaya sewa apartemen dan tagihan-tagihan bulanan. Dengan mengijinkan si A untuk tinggal di apartemennya, berarti mereka bisa tetap memperpanjang kontrak apartemen tersebut meskipun mereka berada di Cina. Selain itu mereka juga tidak perlu repot-repot memikirkan tentang barang-barang pribadi yang mereka tinggalkan di Inggris. Kebetulan, pada saat yang bersamaan, ada kenalan dari istri B yang akan melanjutkan studi di Inggris dan juga bersedia untuk tinggal di flat tersebut. Klop lah “arrangement” bagi si B dan istrinya. Dua kamar tidur dan dua orang yang bersedia membayar biaya sewa selama dia dan istrinya berada di Cina. Persetujuan (secara lisan) adalah si A dan penyewa yang lain akan tinggal di flat tersebut selama 1 tahun; dan mereka bertanggung jawab untuk membayar uang sewa dan tagihan bulanan selama satu tahun ke depan.
Nah, yang jadi bahan utama cerita ini adalah bagaimana si B tega untuk mencari keuntungan dengan menarik biaya yang lebih besar dari harga sewa dari si A dan penyewa yang lain. Berdasarkan percakapan saya dengan si A, si B diuntungkan sebesar £200 per bulan. Yang lebih gila lagi, belum genap satu tahun, tiba-tiba dia mengabarkan pada si A dan penyewa yang lain bahwa dia dan istrinya (dan tentu saja bayi mereka) akan datang lebih awal. Tidak cukup dengan hal ini, diapun juga mengabarkan bahwa si penyewa yang lain harus pindah dari flat tersebut, tiga bulan lebih awal, karena salah satu keluarga mereka akan datang ke Inggris untuk belajar bahasa Inggris. Saat ini, flat dengan dua kamar tidur tersebut ditempati oleh empat orang dan satu bayi. Saya benar-benar tak habis pikir dengan tingkah si B. Beberapa kali saya bilang pada si A bahwa: hanya karena seseorang sama-sama berasal dari Cina, tidak berarti bahwa dia bakalan lebih baik dari orang yang berasal dari negara lain. Urusan sewa-menyewa di Inggris bukanlah hal yang main-main. Umumnya perjanjian kontrak harus ditandatangani antara si penyewa dan pemilik. Pihak pemilik tidak bisa begitu saja menyuruh seorang penyewa untuk pindah ataupun menaikkan biaya sewa sebelum masa kontrak selesai.
Saya tidak menyalahkan kenaifan si A untuk mempercayai si B begitu saja hanya karena mereka sama-sama berasal dari Cina. Beberapa kali saya juga mendengar cerita yang hampir mirip tentang beberapa “oknum” dari komunitas orang Indonesia di sini. Salah satu yang cerita saya dengar adalah seorang warga Indonesia yang membuka bisnis perjalanan haji bagi orang-orang Indonesia di sini. Entah bagaimana ceritanya, uang yang diserahkan entah kemana arahnya.
Jadi, hanya karena seseorang berasal dari negara yang sama, bukan berarti bahwa kita bisa begitu saja percaya dengan orang tersebut saat berada di luar negeri. Juga bukan berarti bahwa orang tersebut akan selalu berbuat baik dan bersikap tulus terhadap kita. Seperti yang saya temui saat beberapa kali bertemu dengan komunitas orang Indonesia, saya sering tak habis pikir saat mendengarkan hal-hal yang buruk yang mereka ucapkan terhada satu sama lain di belakang punggung ataupun kasus-kasus back-stabbing yang saya dengar. Seperti pepatah bahasa Jawa: “luwih becik wong eling lan waspada”.