Sementara itu ada sekitar 20 ribu penumpang dari kota pusat terjadinya pandemi, Wuhan-Tiongkok, ke Indonesia antara November 2019 hingga akhir Januari 2020 (hari dimana bandara Wuhan ditutup), dan pemerintah baru menyatakan keberadaan penularan Covid-19 pada awal Maret 2020.
Sekitar dua bulan itu, antara Januari-Maret 2020, Covid-19 kemungkinan besar sudah mulai menyebarluas ke seluruh kota-kota besar di Indonesia. Bayangkan sendiri bagaimana penyebarannya dalam dua bulan itu dan bagaimana setelah sembilan bulan kemudian.
Jadi, sekiranya pemerintah nge-lockdown total negara pada Maret 2020, sudah sangat terlambat. Jadi, selain karena persoalan dana, waktunya juga sudah sangat terlambat.
Makanya pemerintah memilih PSBB, sebentuk usaha pencegahan daripada tidak ada samasekali walaupun sifatnya cenderung memperparah keadaan dan atau banyak menyia-nyiakan sumber daya negara maupun swasta.
Tak ada yang tau pasti sudah seberapa besar sebenarnya persentase warga Indonesia yang terinfeksi.
Namun berdasarkan hasil analisis WHO, hasil perhitungan ahli epidemiologis internasional dan hitung-hitungan kasar yang saya buat sendiri dari data perkembangan pandemi global dan lokal, sekitar 10% sudah pernah atau sedang terinfeksi virus SARS-CoV-2 penyebab penyakit Covid-19, yaitu sekitar 20 juta orang.
Saya tidak akan terkejut seandainya pemerintah membuat uji Covid-19 massal setiap hari di kota-kota besar di Indonesia dengan hasil 100 ribuan positif/hari.
Makanya saya "ngekeh" setiap kali membaca "rekor kasus Covid-19 pecah lagi", yang besarannya hanya sekitar lima ribuan.
Tersenyum kecut membaca kabar bahwa kasus di Indonesia makin memburuk karena tidak ada data pembanding yang pasti yang menunjukkan apakah perkembangan makin membaik atau makin memburuk.
(Rahmad Agus Koto/Pemerhati Pandemi Covid-19 sejak Februari 2020).