Ahok sudah resmi menjadi Gubernur DKI Jakarta, tapi kursi atau posisi Wakil Gubernur DKI Jakarta masih lowong. Siapa yang akan mendampingi Ahok?. Sudah cukup banyak nama-nama yang muncul ke permukaan, baik usulan dari Partai Gerindra, PDIP, maupun dari Ahok sendiri seperti M. Taufik,
Boy Sadikin, Djarot Saiful Hidayat, Bambang DH, Sarwo Handayani, Dian Sastro Wardoyo, dan Raisa. Terlepas bercanda atau tidak, dari usulan nama-nama tadi belum jelas yang akan menjadi pendamping Ahok atau Wakil Gubernur DKI Jakarta. Hal ini disebabkan "akrobat politik" masih saja terus berlangsung. Setelah Ahok bertemu dengan Megawati dan mengajukan 3 nama yang menurutnya cocok untuk menjadi wakilnya, kini hanya tersisa dua nama saja, yaitu Boy Sadikin dan Djarot Saiful Hidayat. Nama Sarwo Handayani tereliminasi jika mengacu pada berita yang ada DI SINI. "Bu Yani sudah teruji baik bekerja, tetapi dia belum teruji jadi wagub. Kita enggak tahu karakternya seseorang seperti apa, kalau belum jadi wagub, tapi harusnya karakter Bu Yani tidak berubah, sudah usia 60 tahun," kata Ahok. Sudah diduga, dimasukkannya nama Sarwo Handayani adalah bagian dari akrobat politik Ahok. Bukan hanya Ahok, begitupun partai Gerindra dan PDIP. Sudah tahu Ahok keluar dari partai Gerindra dan keluarnya dianggap tidak menyenangkan masih saja diajukan nama M. Taufik sebagai calon. PDIP pun sama saja, terkesan ngotot mengajukan nama Boy Sadikin. Semuanya sedang melakukan akrobat politik terkait kursi Wakil Gubernur DKI Jakarta ini. Akrobat politik, manuver politik, atau apapun istilahnya jika terlalu lama dimainkan cukup menyebalkan juga. Seandainya saya Ahok, ketika menemui Megawati saya akan membawa satu nama saja yang menurut saya cocok untuk menjadi Wakil Gubernur. Ini namanya, yang lain menurut saya tidak oke. PDIP kurang sreg?. Hanya itu nama yang saya inginkan, kalau gak mau ya sudah!. Terlepas saya mengharapkan dukungan politik dari PDIP - mosok dari Gerindra? - saya cuek bebek saja, maju tak gentar sesuai pilihan hati nurani, taela. Tinggal dua nama saja, meskipun demikian masih belum jelas juga. "Saya sih sudah ngomong sama Bu Mega (Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan). Saya naksir kira-kira kalau mau Boy atau Djarot, kalau dihitung-hitung saya lebih pilih Djarot," kata Ahok DI SINI. Tersirat jelas Ahok menginginkan Djarot, tapi karena ada kata "kira-kira" di depannya kembali menjadi tidak jelas. Mungkin menurut sebagian pihak Ahok terkesan plintat-plintut, tapi mungkin juga sebagian pihak lagi berpendapat akrobat atau manuver politik itu sudah biasa dan lumrah, bahkan bisa dimainkan hingga detik-detik terakhir, tergantung situasi dan kondisi. Mana yang benar?. Sila penggemar catur yang baik hati dan tidak sombong berargumentasi, tapi satu hal yang bukan kira-kira atau sudah pasti, tulisan ini diakhiri dengan trik dan problem catur yang sederhana, seperti biasa.
KEMBALI KE ARTIKEL